Menyiapkan Masa Depan Anak melalui Jejak Digital
Para orang tua melihat kejahatan yang berhasil terungkap melalui jejak digital pelaku melalui fasilitas internet. Orang tua merasa was-was tatkala menyaksikan anak-anak mereka yang merupakan pengguna internet paling produktif. Alih-alih, hanya mengajarkan anak-anak mengenai keamanan internet dan mengurangi jejak digital, para orang tua justru seharusnya mendorong anak-anak mengelola daring secara positif untuk masa depannya.
Berbagai diskusi tentang jejak digital hanya berfokus pada menjaga anak-anak tetap aman, namun terbatas membahas bagaimana anak-anak mengelola jejak digital. Sebagian besar menganggap jejak digital sebagai beban, padahal jika dikelola dengan baik bisa menjadi aset. Dari jejak digital dapat menunjukkan identitas, keterampilan, serta minat.
Saat ini, banyak perusahaan menggunakan google untuk memverifikasi kesesuaian identitas pelamar dengan dokumen lamarannya. Jejak digital yang tidak dikelola dengan baik akan merugikan pelamar perusahaan itu sendiri. Kebimbangan anak-anak terhadap pentingnya mengelola jejak digital relevan dengan riset Best Footprint Forward terhadap 33 anak usia 10-12 tahun, dengan hasil anak-anak ingin aman dalam jaringan serta kebutuhan pedoman membangun jejak digital secara positif.
***
Seperti kebiasaan anak-anak ketika menggunakan internet, mengerjakan pekerjaan rumah, bermain games, menonton video, dan aktifitas daring yang paling sering dilakukan adalah berkomunikasi dengan teman-temannya. Meski dengan pemahaman sederhana tentang jejak digital, anak-anak tahu bahwa apa yang ditaruh di jaringan akan selalu membekas. Orang-orang bisa menemukan bila anak-anak meninggalkan informasi yang mengidentifikasi, seperti alamat dan nama lengkap.
Orang tua perlu menjelaskan pentingnya kata sandi untuk keamanan, tidak menampilkan data pribadi (nama, alamat, tanggal lahir), blokir pengganggu, tidak klik sebuah kebodohan, serta tidak mengunggah foto wajah. Implikasi dari jejak digital membuat anak-anak mencoba tidak terlihat daring. Sehingga, hal ini diharapkan bisa meningkatkan kesadaran anak-anak akan konsekuensi dari tindakannya sendiri.
Anak-anak memiliki kekhawatiran tinggi terhadap jejak digital mereka. Sayangnya, tidak banyak yang peduli menginformasikan manfaat positif dari jejak digital bagi mereka. Dalam situasi yang tidak berpihak tersebut, anak-anak mengambil inisiatif menggunakan akun media sosial pribadi untuk menyampaikan pesan berulang kepada teman-temannya.
Mereka penting mengkurasi sebelum share konten di media daring. Tidak perlu menyembunyikan kreatifitas berkonten sepanjang bermanfaat bagi masyarakat . Proses kurasi dibutuhkan untuk menyaring yang dapat diketahui atau tidak oleh umum. Membiasakan anak-anak mengkurasi pencapaian, ketrampilan dan beberapa aspek identitas digital sangat membantu mereka semakin matang dalam kebebasan daring yang lebih luas.
Anak-anak telah paham, bahwa tindakan tepat adalah menyimpan percakapan dengan teman kepada publik. Meski begitu, mereka perlu paham bahwa artefak digital seperti minat, capaian, ketrampilan boleh serta penting bagi publik. Tugas sekolah, penghargaan, potongan artikel, karya seni daring merupakan beberapa hal baik untuk diketahui khalayak.
***
Jaman SD saya dulu, tentu berbeda dengan anak-anak SD jaman digital, ketika gadget dan internet telah menyelimuti sendi kehidupan bahkan sejak mereka terlahir ke dunia. Sekolah Dasar menjadi waktu ideal mengenalkan jejak digital positif, karena jejak digital dapat menjadi aset bermanfaat bagi masa depannya. Hal ini, sekaligus mengalihkan perhatian mereka dari sekedar main game dan youtube ke penciptaan karya-karya yang lebih kreatif.
Keterbatasan pemahaman orang tua terhadap digital mempengaruhi tingkat pengetahuan digital anak selama di rumah. Kondisi tersebut, menyebabkan tidak semua anak mendapat informasi jejak digital secara utuh selain hanya ancaman dan ketakutan. Beruntungnya, beberapa sekolah telah mengajarkan keamanan siber meski belum banyak, sehingga dapat membantu anak-anak meningkatkan pengetahuan bermedia-sosial yang layak atau tidak.
Dalam sebuah kelas menulis media daring yang saya ikuti, seorang peserta anak kelas 5 bertanya tentang internet, “Bagaimana internet bisa mengubah masa depan anda?” Pertanyaan bagus dari seorang anak yang belum pantas untuk seusianya, benar-benar membuat suasana kelas daring hening, sembari tergopoh-gopoh mentor memikirkan jawabannya. “Jejak digital bisa menjadi aset atau beban bagi anak-anak?” gumamku dalam hati saat itu.
Meski serius tapi santai, kelas menulis berlangsung hingga anak-anak paham menampilkan jejak digital yang layak tayang maupun tidak. Mereka juga mendapatkan tip-tip jitu bagaimana mengkurasi sebuah konten yang akan membekas di media. Setelah konten selesai, tidak lupa anak-anak memeriksanya ulang hingga merasa nyaman dan aman. Dengan, tingkat kehati-hatian tinggi mereka semakin menyadari bahwa perlu menyiapkan konten dengan baik untuk masa depannya kelak.
Sebagai penutup, dorong anak-anak kita bermedia sosial secara benar dan bijak sebijak-bijaknya. Penting mengembangkan citra positif jejak digital tanpa meninggalkan keamanan bermedia sosial. Bila jejak digital adalah pensil, jaman digital adalah kertas. Dorong anak-anak kita menulis jejak di kertas putih agar tulisannya melekat baik sepanjang masa.
Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo.
Baca Juga :
- Dua Mata Pisau: Satu Buku Satu Judul Sejuta Petualangan dan Wawasan Kehidupan
- Menyiapkan Masa Depan Anak melalui Jejak Digital
- Pemandu Virtual Kapal berbasis Kecerdasan Buatan
- Menjadi Bos atau Pemimpin?
- Sensasi Chikbul Yang Mengerikan
Yuk Ikuti Akun Resmi Instagram CAPTWAPRI.ID agar tidak ketinggalan informasi menarik lainnya.
5 Comments