Sejak dirilis oleh OpenAI pada tahun 2022, ChatGPT menjadi salah satu tools berbasis kecerdasan buatan yang digandrungi oleh banyak orang. Bagaimana tidak, teknologi neuro linguistic programming (NLP) ini mampu memberikan jawaban atas segala pertanyaan layaknya manusia. Pengguna hanya perlu menulis pertanyaan, kemudian dalam hitungan detik aplikasi akan memberikan tanggapan secara lengkap dan jelas. Tak hanya itu, kalimat yang disusun menggunakan ChatGPT sama sekali tidak terindikasi plagiarisme. Uniknya lagi, seluruh fasilitas dapat diakses secara gratis dengan estimasi pembuatan akun hanya sekitar 3 menit-an.
Tak heran, jika seiring waktu penggunaan ChatGPT menjadi hal wajib yang telah merambah masuk dalam lingkungan akademis. Tidak sedikit mahasiswa yang menggunakan fasilitas ini untuk menyelesaikan tugas perkuliahan, menyusun makalah, hingga tugas akhir. Hadirnya ChatGPT terbukti telah merubah kebiasaan dan karakter mahasiswa. Kini, mahasiswa hanya perlu mengetikkan permasalahannya pada ChatGPT untuk menemukan jawaban pertanyaan secara cepat dan mudah. Keunggulannya, jika dahulu tugas dosen bisa diselesaikan dalam waktu 1 hari, sekarang bisa diselesaikan hanya dalam hitungan jam.
Namun, perlu dipahami bahwa segala kemudahan yang diciptakan oleh ChatGPT juga memiliki kelemahan khususnya yang berkaitan dengan referensi dan data. Pada dasarnya, ChatGPT dibangun sebagai chatbot berbasis NLP yang secara teknis hanya menciptakan, menyusun, dan mengelola data menjadi sebuah kalimat yang sesuai dengan konteks pembicaraan. Artinya, preferensi yang dihasilkan oleh ChatGPT bersumber dari data yang telah dilatih dan tersimpan kedalam sistem. Sistem tidak bisa menjawab pertanyaan terbaru yang belum ada datanya. Fatalnya, basis NLP ini juga memungkinkan ChatGPT untuk “mengarang” jawaban berdasarkan data yang terbatas.
Olehkarena itu, penting untuk memahami bagaimana etika penggunaan ChatGPT khususnya dalam penulisan karya ilmiah. Terdapat beberapa hal yang wajib menjadi pedoman diantaranya,
Memeriksa Referensi
Coba ketikkan “Buatkan daftar pustaka untuk makalah dasar-dasar komputer”, maka ChatGPT akan membuatkannya berdasarkan format yang diinginkan. Tapi, apakah referensi yang dituliskannya benar? Tentu wajib untuk kita cek kembali. Sebagai chatbot, GPT akan menyusun aturan tata bahasa berdasarkan kumpulan kata yang ditemukan. Jadi tidak menutup kemungkinan bahwa referensi yang ditulis adalah hasil “karangan” sistem berdasarkan konteks bahasa. Jadi, pastikan selalu periksa kembali referensi yang disajikan untuk mengetahui keakuratan datanya.
Gunakan untuk membantu menyusun kalimat
Sebagai Artificial Intelligence yang memang dibangun menggunakan sistem NLP, ChatGPT memang juaranya. Sistem ini memang disusun berdasarkan analisis secara kebahasaan. Fitur ini cocok untuk kamu yang sering merasa stuck menyusun kalimat. Kamu hanya perlu menuliskan datanya secara lengkap, kemudian masukkan perintah untuk membuatkannya kalimat.
ChatGPT memang dirancang untuk memudahkan penyusunan kalimat dengan berbagai variasi dan kompleksitas. Model ini mampu menghasilkan kalimat yang gramatikal dan koheren berdasarkan input yang diberikan. Selain itu, ChatGPT juga dapat membantu dalam mengembangkan ide-ide baru dan memperluas kosakata yang digunakan.
Jangan Asal Copas
ChatGPT tidak memiliki referensi ilmiah karena modelnya didasarkan pada pembelajaran mesin yang menggunakan data dari internet dan sumber-sumber lainnya, tanpa spesifik mengacu pada referensi tertentu. ChatGPT dirancang untuk memberikan tanggapan yang berdasarkan pola dan informasi yang ada dalam data pelatihannya, yang meliputi berbagai jenis teks dari berbagai sumber.
Hal ini berarti bahwa ChatGPT tidak secara langsung mengakses atau mengacu pada referensi ilmiah atau publikasi akademik. Meskipun ChatGPT dapat menyajikan informasi umum atau jawaban yang bersifat faktual, tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut didasarkan pada penelitian ilmiah terkini atau dipastikan kebenarannya.
Tambahkan Referensi Ilmiah
ChatGPT dilatih dengan data teks dari internet dan sumber-sumber lainnya, tanpa merujuk secara spesifik pada referensi ilmiah tertentu. Selanjutnya, ChatGPT menggunakan pendekatan berbasis pembelajaran mesin yang didasarkan pada pola dan statistik dalam data pelatihan. Meskipun model ini dapat menghasilkan tanggapan yang masuk akal dan terstruktur, tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut bersumber dari penelitian ilmiah yang diverifikasi. ChatGPT sebaiknya digunakan dengan pemahaman bahwa informasi yang diberikan bersifat umum dan didasarkan pada pola dalam data pelatihan, bukan pada penelitian ilmiah secara langsung.
Itulah aritkel singkat tentang “Etika Penggunaan ChatGPT dalam Penulisan Karya Ilmiah”. Bagi seorang akademisi, sudah sepatutnya untuk menuliskan berdasarkan data dan fakta. Perlu diingat bahwa ChatGPT merupakan bot berbasis NLP yang belum tentu menjawab pertanyaan ilmiah berbasis data dan fakta. Jadi, yuk bijak menggunakan Artificial Intelligence.
Fitrah Izul Falaq, mahasiswa magister Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang.
Baca juga:
- Etos Kerja dalam Ajaran Islam
- Etika Panyaduran Konten Digital untuk Pembelajaran Daring
- Sistem Knowledge Management berbasis Web
Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!
1 Comment