Suara Kepala adalah Suara Batin

Suara Kepala adalah Suara Batin
by Pixabay

“Suara apa yang menggoda kepala saya saat membaca? – Feby, seorang siswi dari Sidoarjo, Indonesia.”

 

Putriku cerita, ketika pertama kali membaca, dia memulai dengan suara keras. Seperti putriku saat membaca, saya sendiri suka menyuarakan bacaan dengan keras dari sebuah teks menarik, agar semakin mudah paham. Mendengar suara sendiri ketika membaca keras bisa membantu kita melakukan pemahaman sebuah bacaan.

Selanjutnya, kita mulai membaca sambil menggumam, membisik, bibir berkomat-kamit seperti orang menggerutu. Tapi, kebiasaan tersebut kian lama kian berkurang seiring pertumbuhan kemampuan baca kita, sejak saat itu kita mampu “membaca dalam hati”. Dari situlah, awal mula muncul suara dalam kepala saat membaca. “Coba buktikan teman-teman!”

Sebagai Penulis tidak bisa lepas dari bacaan dan buku, pengalaman saya dan putriku sering merasakan sensasinya, mulai membaca dengan suara keras hingga membaca dalam hati. Hal ini merupakan prosesi perkembangan membaca seseorang yang wajar. Pengalaman putri saya dan anak-anak sepantarannya, kemahiran membaca dalam hati tampak pada kelas empat atau lima.

Seorang Psikolog Rusia, Lev Vygotsky menyebutnya sebagai private speech alias pembicaraan pribadi. Anak-anak sering berbicara sendiri tanpa lawan bicara, biarkanlah, Lev menyebutnya sebagai cara anak-anak berpikir menghadapi tantangan. Menurutnya, peralihan membaca dengan suara keras menuju dalam hati seikat sebangun dengan anak-anak mengembangkan kemampuan berpikir dan berbicara.

Fenomena bicara sendiri bukan terjadi pada anak-anak saja, tanpa sadar hal tersebut juga menimpa pada orang dewasa. Seorang aktor/aktris sebelum tampil, mereka akan membaca naskah dengan suara keras, berseloroh sendiri saat memahami tuntutan skenario. Pengayakan kemampuan berpikir seorang anak akan membarengi kemampuan berbicara dari dalam kepalanya.

Bagiku, membaca adalah memahami sesuatu secara sempurna tanpa mengganggu orang-orang di sekeliling kita, indikasinya membaca dengan cepat tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Saya bisa membaca ulang bagian-bagian sebelumnya, tanpa mempengaruhi alur bacaan, bahkan seolah meniadakan “kata pendek” yang telah saya pahami. Membaca dalam hati memungkinkan seseorang lebih fokus pada hal-hal penting, dan bila hal ini berulang, artinya kita telah menggapai suara batin atau inner voice.

Menumbuhkan Suara Batin

Mendengar suara batin ketika membaca merupakan sesuatu yang wajar. Dalam sebuah perlombaan menulis cerita pendek, para peserta wajib menulis cerita pendek dengan tema tertentu. Hasilnya, sangat relevan dengan sebuah penelitian, yaitu sebagian besar mereka menyajikan pengalaman batinnya dan sebagian kecil melibatkan tema yang telah ditetapkan.

Meski, hasil tersebut tidak mewakili keumuman, tapi mereka cukup menyumbang pikiran berdasar pengalaman batin sendiri-sendiri. Sepakat bukan? Kalau suara batin kita adalah suara kita sendiri? Suara batin mirip cara kita berbicara atau suara lisan kita, atau bahkan memiliki warna nada yang sama sekali berbeda.

Kita tentu tahu sebuah pepatah, “Dalamnya laut dapat diduga, dalamnya hati siapa yang tahu.” Para pembaca mendengar suara kepala tetiba berubah menyesuaikan artikel yang sedang kita baca. Sebagai contoh, suatu saat kita membaca kalimat-kalimat oleh tokoh tertentu, tiba-tiba kita mendengar suara karakter tokoh di kepala kita.

Jadi, jangan terlalu khawatir muncul banyak suara di kepala kita ketika membaca sebuah buku. Hal itu menandakan bahwa Anda telah terampil membaca dalam hati. Jangan ragu mengikuti suara batinmu selama tidak berlawanan dengan norma serta ketentuan yang berlaku.

Tidak perlu takut berbeda, sebab Anda berhak menentukan hidupmu sendiri. Hidup memang sulit, tapi yakinlah masih ada orang-orang yang tulus untuk tidak mengkhianatimu. Orang tersebut adalah suara hati yang selalu muncul dari dirimu sendiri.

Memperhatikan kedalaman batin seseorang adalah hal paling rumit dan memakan waktu. Dari uraian-uraian sebelumnya, dapat menjelaskan kepada kita mengapa ada perbedaan-perbedaan individu. Seberapa banyak kita bersikap sebelum melibatkan percakapan-percakapan batin terlebih dahulu.

Sebagai penutup, sebelum kita menggunakan suara batin, pertimbangkan budaya dan tipe kepribadian seseorang. Perbedaan budaya dan kepribadian sebangun agar kita tidak keliru menerjemahkan suara batin. Kendati uraian-uraian di atas belum cukup memberikan kebenaran suara batin bekerja, setidaknya dengan penyesuaian pikiran dapat membantu Anda mencapai tingkat individu.

“Percakapan hati merupakan cahaya penerang ketika kita berada di dalam kamar gelap pikiran.”

 

Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo.

 

Baca juga:

Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!