Sekelompok Pemuda di Persimpangan Jalan

Sekelompok Pemuda di Persimpangan Jalan
Sumber photo: pexels-drew-rae-883362

Pengelolaan perusahaan akan memburuk akibat praktek nepotisme, kerakusan serta tidak berorientasi hari depan. Meskipun, buruknya pengelolaan perusahaan tidak semata masalah kerakusan elitnya, tapi struktur perusahaan juga berperan dominan. Membutuhkan perubahan struktur mendasar serta berkelanjutan.

Alih-alih, generasi muda mayoritas angkatan kerja saat ini, kepercayaan mereka terhadap perusahaan justru rendah. Generasi muda (Gen Z) tidak ingin beradaptasi pada aturan main yang ribet. Gen Z tidak aktif bersosialisasi, termasuk bekerja sama dalam tim.

Beberapa waktu lalu, seorang teman yang membidangi SDM sebuah perusahaan bercerita tentang kehilangan barang milik perusahaan oleh oknum. Setengah karyawannya berusia 20 sd 23 tahun, mereka aktif menghafal komitmen etis, tapi enggan melaporkan perilaku buruk di tempat kerja. Mereka khawatir mendapat perlawanan balik, bahkan mendapat hukuman bila melaporkan penyimpangan tersebut ke pimpinan. Lalu, bagaimana Gen Z dapat menjadi agen perubahan di tengah-tengah ketidakpastian sistem perusahaan?

 

Pentingnya Kepercayaan

Penelitian perusahaan nirlaba Ethisphere menghasilkan semakin muda seorang pegawai, semakin rendah kepercayaannya terhadap kebijakan perusahaan. Untuk itu, perlu kebijakan khusus untuk memberi ruang keberanian melapor tanpa kekhawatiran. Penelitian ini menguatkan pendapat kalau Gen Z cenderung tidak percaya dengan kebijakan perusahaan.

Pada umumnya perusahaan telah menerapkan model praktik, nilai, dan kebijakan sosio-kultural untuk mengendalikan kegiatan usaha di perusahaan dan lingkungannya. Kebijakan perusahaan selalu terkait dengan dampak kultural dari lingkungan kerja sebelumnya. Sering kali, proses ini melampaui kultural itu sendiri untuk menyesuaikan perkembangan jaman, hubungan dulu dan kini, meskipun lingkungan sosial berubah.

Perusahaan selalu berstandar pada kesepakatan yang telah mengakar bertahun-tahun dalam memahami lingkungan serta perilaku perusahaan. Anti kritik dan laporan pelanggaran telah berganti ke lingkungan yang dinamis. Contohnya, dominasi perusahaan yang hanya berfokus pada peningkatan keuntungan.

Banyaknya kritikan dalam sepuluh tahun terakhir, mendorong lahirnya perusahaan gaya baru. Penetapan visi-misi perusahaan bukan hanya melibatkan pemegang saham, melainkan juga pemegang kepentingan. Penyesuaian pola ini mempresentasikan perubahan 180 derajat dari pola pikir sebelumnya. Tantangan para pemimpin perusahaan harus mampu keluar dari cara usang menuju cara baru dalam menjalani bermacam problematika.

 

(Bukan) Pekerjaan Simsalabim

Delegasi kewenangan kepada kaum muda telah berlangsung, meskipun di beberapa tempat berjalan cukup lambat. Muncul kesadaran, bahwa proses pertentangan nilai lampau ke kini semestinya berlangsung bertahap. Penting melalui periode-periode tertentu agar perubahan yang terjadi semakin bernilai.

Kaum muda ingin melihat perubahan secara cepat daripada lambat. Karenanya, penting pemimpin futuristik yang mampu memahami bahwa perubahan yang bernilai dan tahan lama, prosesnya setahap demi setahap. Memahamkan kaum muda yang menuntut bisnis perusahaan, bukan hanya mengejar keuntungan semata, melainkan prioritas produk serta kualitas pekerjaan jauh lebih mendesak.

Perkembangannya kini, justru semakin banyak perusahaan mengejar standar dan produk. Hal itu, berpeluang menambah kompleksitas dalam etika bisnis antar perusahaan yang ada. Banyak perusahaan yang tidak serius menjalankannya, padahal perubahan bisa terjadi jika orang-orang menolak melanggengkannya.

 

Merebut Kepercayaan Kaum Muda

Kaum muda betul, untuk tidak serta-merta percaya dengan pengelolaan perusahaan saat ini. Bung Karno bernasehat, “Beri aku seribu orang tua, niscaya kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya kuguncangkan dunia.” Keadaan sekarang, selama orang tua membayangkan “kapitalisme” sebagai hidup stagnan, biaya pendidikan dan kesehatan tinggi, lingkungan terancam, maka pemuda akan mencari pilihan.

Kondisi lebih memilukan, bahwa ternyata penurunan kepercayaan terhadap pemimpin bisnis dan politikus tidak hanya dari Gen Z saja. Di luar negeri, seperti Amerika dan Kanada, kepercayaan publik terhadap pemimpin bisnis dan politikus turun drastis. Bahkan, hanya sepertiga warga Kanada percaya sesama warganya dan sisanya tidak saling mempercayai, terlepas dari identitas apapun.

Secara bebas definisi kepercayaan, adalah rasa saling percaya, dan tidak boleh mengeksploitasi kerentanan pihak lainnya. Agar orang lain mempercayai kita, kita tidak boleh mengobral ketiadaan transparansi informasi kepada pihak lainnya. Konteks kapitalisme, jangan mengeksploitasi risiko moral, keterbatasan kontrak, dan bentuk kerentanan transaksi lainnya.

Dalam pemikiran kapitalisme konvensional, orang akan percaya jika kita mampu menghemat biaya. Kita perlu segera beranjak dari pandangan sempit seperti itu, ketika kaum muda tidak mempercayai sistem tersebut. Prioritas tertinggi dari rezim kekuasaan dan perusahaan adalah membangun kepercayaan agar generasi selanjutnya tidak skeptis membangun kerjasama untuk melakukan reformasi.

 

Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo.

 

Baca juga:

Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!