Pada tanggal 23 Mei 2023, adalah hari yang menegangkan bagi saya dan para guru lembaga PAUD kami. Saat itu dua orang asesor (penilai) hadir di lembaga PAUD kami untuk melakukan Akreditasi. Sejak jam 7 pagi sebelum siswa hadir, mereka sudah ada di lembaga kami untuk memantau kegiatan para guru. Mulai menyambut peserta didik serta segala persiapan selama pembelajaran. Selama pembelajaran berjalan, asesor menilai para guru terkait cara mengajar dan menstimulus para peserta didik.
Setelah kegiatan belajar mengajar selesai, kemudian asesor mengumpulkan kami untuk eksekusi selanjutnya. Inilah saatnya kami tegang, dan perut terasa mules. Para asesor duduk bersila di lantai berhadapan dengan laptop-laptop menumpang meja kecil. Maklumlah karena kondisi PAUD yang apa adanya, kami tidak punya meja dan kursi dewasa, terpaksa kita semua duduk di lantai beralas tikar bambu.
Wajah-wajah kami terlihat tegang saat itu, kami diam terpaku menunggu peluru pertanyaan-pertanyaan meluncur. Awalnya kami kira hanya sekitar 26 butir pertanyaan, ternyata dari setiap 1(satu) pertanyaanya bisa beranak pinak menjadi 2 (dua) atau 3 (tiga) pertanyaan. Makin kencang saja tarikan wajah kami saat itu. Tetapi ternyata kedua asesor itu bisa juga membuat suasana menjadi cair, dengan sesekali melempar candaan yang membuat kita menjadi lebih rileks.
Semua jawaban itu perlu pendukung seperti video, photo, Rancangan Pembelajaran Harian (RPPH) dan Rancangan Pembelajaran Mingguan (RPPM) saat kegiatan itu berlangsung. Kita tidak bisa asal menjawab dengan berkata, “Kita sudah sering lakukan kegiatan itu”, jika tanpa bukti, maka akan dianggap zonk oleh mereka.
Waktu demi waktu berjalan, semua pertanyaan dari mereka bisa kami buktikan dengan video dan photo yang terkumpul. Hingga akhirnya sesi tanya jawab ini bisa berakhir lebih awal dari perkiraan. Sungguh sangat diluar dugaan kita semua, dan prosesnya sama sekali tidak menakutkan seperti apa yang terbayang sebelumnya. Seperti bisul yang pecah, yang selama ini membuat kita cenat cenut, lega rasanya.
Lika Liku Akreditasi
Jujur, saat mendengar kata Akreditasi perut saya sebagai kepala sekolah dan para pendidik mules-mules karenanya. Sebelumnya sudah terbayang bagaimana rumitnya proses pengakreditasian. Beberapa tahun lalu jauh sebelum pandemi, saya pernah mendengar curhatan dari beberapa lembaga PAUD non formal yang sudah menjalankan akreditasi. Proses Akreditasi saat itu sangat menyulitkan, sementara kondisi lembaganya pas-pasan dari segi sarana dan prasarana.
Sudah pasti mereka menjalankannya dengan tergopoh-gopoh. Biaya yang keluar melebihi uang kas lembaga, karena begitu banyak bukti-bukti fisik yang harus dibuktikan untuk pemenuhan standart-standart yang diberlakukan. Kemudian waktu yang tersita cukup banyak, bahkan proses akreditasi bisa berlangsung hingga larut malam, belum lagi menghadapi asesor (penilai) yang killer pada saat visitasi (kunjungan).
Hal-hal seperti ini yang menjadi momok buat para lembaga PAUD non formal, yang akhirnya membuat mereka tutup pintu untuk akreditasi. Bahkan ada kepala sekolah yang bersedia menutup lembaganya hanya karena menghindari akreditasi. Bayangkan saja, sekolah sudah susah payah berdiri, tetapi hanya karena akan akreditasi satu hari, mereka bersedia tutup. Ada juga guru-guru yang merasa tensi darahnya naik setelah lembaganya mendapat giliran untuk akreditasi. Selain itu, saya mendengar secara langsung seorang kepala sekolah menangis karena lembaganya akan akreditasi, sedemikian menakutkan proses akreditasi yang terbayang oleh mereka.
Kisah-kisah yang saya sampaikan bukanlah cerita yang mengada-ada, tapi memang fakta yang terjadi demikian. Saya simpulkan bahwa, untuk melakukan sebuah ujian, pertama kali melakukan penguatan secara psikis terlebih dahulu. Membangun keyakinan diri yang kuat kalau kita siap dan sanggup melakukannya, tentunya segala sesuatu perlu persiapan matang. Selain itu, PAUD non formal perlu pendampingan dan pembimbingan oleh penilik sebagai pengawas sekolah dari Suku Dinas Pendidikan PAUD Non Formal dalam persiapannya. Kemudian, kepala sekolah dan para guru harus saling menguatkan dan solid, karena ketika dalam proses persiapannya, kita semua dalam kondisi tegangan tinggi, karena stres.
Perubahan Kebijakkan
Berjalannya waktu, pemerintah bersama Badan Akreditasi Nasional (BAN) telah melakukan banyak evaluasi-evaluasi terkait kebijakan pelaksanaan Akreditasi. Sehingga sekarang sudah ada kebijakan yang memudahkan para lembaga. Mulai dari pemberkasan awal hingga proses akreditasi. Sesuai moto yang mereka sematkan yaitu “Akreditasi, semudah tersenyum” semoga selalu sejalan dengan moto tersebut.
Penilaian Akreditasi saat ini lebih pada performance (penampilan) guru dalam pengajarannya yang mengacu pada Kurikulum Merdeka. Serta media pembelajaran dengan menggunakan loose part sangat mendukung. Apa itu loose part? yaitu bahan yang dapat memindahkan, membawa, menggabungkan, merancang ulang, memisahkan dan menyatukan kembali dengan berbagai cara, yang bertujuan untuk membangun kreatifitas anak.
Terakreditasinya sebuah lembaga sekolah menandakan bahwa sekolah tersebut telah memenuhi syarat kebakuan atau kriteria tertentu. Bagi saya pribadi sebagai orang tua, ketika memilih sekolah untuk anak-anak saya, status sekolah yang sudah terakreditasi menjadi salah satu kriterianya. Oleh sebab itu, setelah PAUD kami terakreditasi, maka kata “Terakreditasi” akan tercantum pada papan sekolah kami dengan bangga.
Baca juga:
Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!
2 Comments