Akhir-akhir ini mulai marak kembali berita yang hampir mirip dengan kejadian Mario Dandy, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh anak remaja. Kali ini terjadi di daerah Sumatera Utara, seorang remaja bernama Aditya Hasibuan melakukan penganiaan terhadap Ken Admiral yang seusianya hanya karena masalah wanita. Kalau melihat kejadian itu melalui video yang tersebar, pastinya kita merasa miris melihat seorang remaja yang sanggup melakukan perbuatan keji seperti itu. Bahkan sang ayah bernama Achiruddin Hasibuan yang memiliki jabatan pada institusi kepolisian, telah mendukung penganiayaan yang dilakukan putranya yaitu dengan memvideokan kejadian itu sambil menodongkan senjata kearah pelaku dan korban.
Hingga akhirnya semua yang terkait dalam kejadian itu harus berurusan dengan pihak kepolisian. Kembali lagi kita menyaksikan calon penerus bangsa menggunakan baju oranye milik orang-orang terdakwa. Malangnya lagi, harta kekayaan sang ayah akhirnya ikut menjadi sorotan pula oleh pihak berwenang, karena nilainya melebihi pendapatan seorang ASN dan dicurigai ada tindakan yang ilegal, sudah bisa ditebak, ujung-ujungnya hukuman menanti untuk sang ayah. Disini saya bisa simpulkan bahwa mereka telah menyalahgunakan media sosial untuk menunjukkan power mereka. Sang ayah adalah seorang yang telah menyelewengkan kekuasaannya, dan sang anak diberikan kebebasan dalam bertindak.
Peran Orang Tua Dan Sekolah Dalam Mendampingi Remaja
Bercermin dari peristiwa-peristiwa viral ini, kita menyadari kalau pendidikan berawal dari rumah dan lingkungan, karena orang tua merupakan guru bagi para anggota keluarganya. Media-media social yang berkembang juga memiliki andil dalam memberikan warna karakter bagi anak-anak remaja saat ini. Mendampingi putra putrinya yang beranjak remaja, sangat dibutuhkan dari orang tua ditengah masifnya media social. Tugas orang tua dan guru disekolah adalah sebagai penyaring informasi-informasi yang berkembang melalui media sosial. Serta memfungsikan media social sebagai media informasi yang positif, bukan ikut terbawa dan membawa putra putri dan anak-anak didiknya dalam lingkaran media social yang buruk sehingga menghancurkan mereka.
Hari Pendidikan Nasional
Setiap tahun kita memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh di setiap tanggal 2 Mei. Tokoh Pendidikan Nasional kita yaitu Ki Hajar Dewantara menggaungkan semboyan-semboyan terkait tentang pembekalan bagi putra putri dan anak-anak didik, dan guru menerapkannya dalam dunia pendidikan atau kehidupan sehari-hari. Bukan semata untuk memperingati hari kelahiran Ki Hajar Dewantara saja, tetapi bertujuan untuk mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak hanya sebatas akademis semata tetapi juga menyangkut karakter anak bangsa agar mereka bisa mempertanggung jawabkan masa depan mereka. Seperti yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, bunyinya:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Mari kita pahami bersama apa saja semboyan-semboyannya yang bisa menjadi motivasi kita dalam mendidik calon-calon anak bangsa.
Ing ngrasa sung tulada
Membaca karya tulis dari SMK Mambaul Ulum Cirebon, isinya mengulas arti In ngrasa sun tulada yang dilansir dari tulisan buku Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan (2008) karya Slamet Muljana. Arti ing ngarsa sung tulada yaitu seorang guru adalah pendidik yang harus memberi contoh atau menjadi panutan. Ing berarti “di”, ngarsa artinya “depan”, sung berarti “jadi”, dan tulada yang merupakan “contoh” atau “panutan”.
Ing madya mangun karsa
Semboyan kedua, yaitu ing madya mangun karsa. Artinya seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ing artinya “di”, madya memiliki arti “tengah”, mangun berarti “membangun” atau “memberikan”, dan karsa memiliki arti “semangat”, atau “niat”.
Tut wuri Handayani
Kita sudah sering mendengar salah satu semboyan yang digaungkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu Tut Wuri Handayani. Apa ya artinya? Tut wuri artinya “di belakang” atau “mengikuti dari belakang” dan handayani yang berarti “memberikan semangat”.
Sudah jelas sekali makna dari semboyan-semboyan tersebut diatas, bahwa kita sebagai orang tua dan guru sudah semestinya menjadi tauladan, kemudian membangun karakter dan kecerdasan anak-anak bangsa serta mendorong dan mengayomi mereka. Orang tua dan pendidik menempatkan dirinya sesuai porsinya untuk mendorong anak didik atau putra putrinya engimplementasikan pendidikan yang positif untuk bekal mereka di zaman yang banyak dipengaruhi oleh media social.
Seperti Sabda Rasulullah SAW: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
—– 000 ——
Baca juga:
- Memanipulasi Nilai, Jalan Dilematis Guru
- Jalan Sunyi Medan Juang Ki Hajar Dewantara
- Negeri Bahagia Negeri Bangkit
Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!
3 Comments