Rintihan Rasa

Rintihanmu ibarat radio tak berantena

Ku dengar tetap saja sayu tak kuacuhkan

Mata sipitmu tak lagi dapat membuka kelopak

Sementara rintihan terdengar samar-samar memar

Redup padam suaramu

 

Apakah semua makhluk itu tuli?

Kelopakmu dihisap oleh nafsu membara

Batang tak berduri dijamah tangan-tangan nakal

Tak lagi dapat kembali serbuk mahkota indahmu

Sungguh menyedihkan menjadi sekuntum bunga

 

Ketika mekar terselip disudut telinga

Tapi kini telah layu tak semangat

Serta mati tanpa penghormatan berarti

Tolong beri kedamaian untuk hidup

Berikan ia kesejahteraan untuk kembali mekar bahagia

 

Jangan biarkan ia layu merunduk tanpa pupuk

Juga mati terinjak telapak tak bertuan

Lindungi ia yang hanya sekuntum bunga

Walau ia mudah layu dan mati

Tidak mungkin bunga itu hanya bisa diam dikala rona kelopak terpecah

 

Tidak mungkin bunga itu hanya bisa diam membisu dikala serat pelepah mulai tersengkap

Kelopak yang layu tak lagi bergairah

Batang yang merunduk hina

Serta pelepah tersingkap lepas

Serta benang sari bersimpah ruah

 

Kulit putih tak bersisik

Kulit pudar bak tenggelam tinta hitam

Bahkan mata menjadi buta dikala senja menyapa

Telinga seakan tuli tak mendengar rintihanmu

Serta rongga hati tertutup debu tebal

Kau telah kehilangan serbuk sari oleh kumbang-kumbang biadap

Yang pernah memberi warna kehidupan

Walau hanya sekejap mata memandang

 

Raga

Aku hanyut dalam malam tanpa bintang

Mendengar kesaksian tentang raga yang kuat di luarnya

Aku terbesit tentang tanya yang tidak ada jawaban

Tentang jiwa nyang rapuh namun dengan raga yang utuh

Bagaimana bisa?

 

Tuhan dengan segala kebesaran-Nya

Menciptakan umatnya dalam keadaan sempurna

Namun kadang kala jiwa memang tak sekuat raga

Tidak usah bertanya karena itulah ketetapan-Nya

Ada saja yang bisa berjalan

 

Namun jiwanya tidak karuan

Ada juga yang tak bisa berjalan

Namun jiwanya sangat tenteram

Memang seperti itu

Memang itulah ketetapan

 

Tersiksa

Aku tersedak ketika minum air dosa

Geloraku memuncak napasku kian tersengal

Seperti candu tentang rindu yang mencekik

Mengingat gurauan rindu bagiku seperti dopamin yang tak aku nikmati

Pisau belati menusuk relung rindu

 

Akankah diri mampu dalam

Senjata-senjata menembakiku hingga rinduku bolong-bolong

Dinding rinduku tersakiti, terasa sesak menghujam hari-hari

Diri enggan bersemangat

Halusinasi mengelana entah kemana

 

Hatiku pilu ditusuki derita rindu

Piluku diselimuti derita benci

Jalanku terhalang oleh benci

Egoku seperti awan hitam bernoda dosa

Tak kuat aku menahan tangis derita

 

Perlahan menggerogoti batin yang tersakiti oleh kejahatan rindu

Dua tangan mengangkat langit berdoa pada pemilik alam semesta

Berharap ia menjawab doa hamba

Yang teraniaya karena rindu yang kunjung menyiksa

 

Tuhan Bangkit Dalam Pusara

Engkau istana yang amat hampa

Melebur tawa berbagi cerita

Penjaga tubuh yang tak berdaya

Menghapus tetesan air mata

Sepintas bayang memunajang selang

 

Pada kasih yang termenung

Ajarkan arti cinta

Pada keabadian aku menyapa

Rasa menyulam benang rindu

Datangi sewujud haturkan karya

 

Merapi ayat senandung doaku

Dia telah bangkit membawa damai

Pada hari yang dijanjikan

Diseluruh negeri sedang memuji

Teriakan damai sang teladan gerakan

 

Baca juga:

Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!