Kejamnya Kehidupan
Hidup memang harus terus diperjuangkan, sekalipun kehidupan kita tidak sesuai dengan keinginan. Namun, tanggung Jawab demi menafkahi diri dan anak-anak setelah ditinggal suami meninggal perlu dilanjutkan.
Keadaan yang memaksa seorang ibu tunggal harus berjuang mencari nafkah sendirian, tidak ada kata hujan atau terik bahkan ketika sakit pun harus tetap berusaha untuk bangkit demi anak-anak yang Engkau Amanahkan.
***
Matahari merendah di ujung langit. Sinarnya memerah perlahan-lahan bola matahari ini seolah-olah mencium bumi, pertanda matahari akan tenggelam. Sepeda motor terus melaju berharap tidak kemalaman sampai di rumah. Sorang wanita paruh baya yang selalu kemana-mana bawa motor sendiri itu menerawang kedepan sambil sesekali mengusap air matanya yang meleleh dengan tangan kirinya. Rasa sedih terus menyesak di dalam dadanya.
Motor itu terus melaju menyusuri gang-gang sempit dan memasuki halaman rumahnya. Bangunannya yang nampak tua dan hampir tidak terurus setelah kepergian suaminya. Di samping kanan rumahnya terdapat sebuah taman yang dulu indah, segar dan ditanami berbagai sayuran, yang dipagari bambu, kini semuanya berantakan seolah tidak berpenghuni. Pagar yang dulu terlihat rapi walau dengan bambu, tapi sekarang seiring berjalannya waktu bambu pun mulai rapuh dan reyot, satu per satu terlepas dari ikatannya.
Tanaman yang begitu subur, kini ditumbuhi rumput ilalang yang tidak sengaja dia tanam dan hampir menutupi sebagian tanaman yang mulai kering dan layu. Alya lalu menghentikan sepeda motornya kemudian melangkah masuk setelah merapikan bawaannya. Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat. Adzan Maghrib pun berkumandang saat Alya memasuki rumahnya.
“Assalamu’alaikum,”katanya tanpa menunggu jawaban dia langsung memasuki rumahnya.
“Wa’alaikum Salam,” suara anak kecil keluar dari kamar tidur sambil menghambur ke pelukannya dan tidak lupa anak kecil itu mencium tangannya.
“Asyiiiik….Mama udah pulang. Ma,…bawa oleh-oleh apa?…..Coba lihat Dede!”
Begitu dia menyebut dirinya dengan panggilan Dede, dan memanggil ibunya dengan panggilan “Mama.” Sambil membuka tas yang berisi buku pelajaran, file dan peralatan sekolah lainnya. Alya seorang guru honorer yang hari itu harus melengkapi persyaratan ke luar kota dan biasanya suka membawakan oleh-oleh atau tentengan apa saja sekadar buah tangan, tapi sayangnya hari itu tidak, karena belum gajian. Seketika wajahnya cemberut tergambar kekecewaan pada diri anak itu.
“Ah, Mama….Mana oleh-olehnya, kok sekarang ga ada?”Sambil meletakkan tas ibunya kembali karena sesuatu yang dicarinya tidak ada.
Anak itu melengos masuk kembali ke kamar tidurnya sambil menyembunyikan kepalanya dibawah bantal. Ibunya masuk sambil mengusap-usap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang. Kemudian dia berkata kepada anaknya. Namun, baru saja dia mau angkat bicara suara adzan berkumandang terdengar keras dari samping kamarnya. Majelis itu sangat berdekatan dengan rumahnya. Alya duduk disamping anaknya yang sedang menangis karena kecewa.
“De…Bangun dulu yuk, kita sholat bareng, sudah adzan tuh!”
Anak itu masih kukuh dalam tangisnya, namun Alya tidak menyerah untuk terus membujuk sang buah hatinya.
“De….maafin Mama ya?” Hari ini Mamamu tidak bawakan oleh-oleh, tapi Mama janji Insya Allah kalau ada rezeki kita ke Indomart, kita beli es krim kesukaan Dede.” Ucap Alya dengan penuh semangat. Akhirnya karena bujukan Ibunya yang terus-menerus, lambat laun anak itu bangkit perlahan namun masih terisak. “Dede boleh pilih es krimnya yang Dede suka.” Lanjut Alya, sambil tersenyum.
Anaknya pun bertanya mengharapkan jawaban pasti dari Ibunya.”Beneran, Ma?”Katanya dengan penuh kegirangan. “Ya benar, apa sih yang gak buat anak Mama yang cantik dan sholehah ini.”Tukas Alya sambil memijit hidung anaknya dengan gemas.
Dan anaknya pun tersenyum kemudian merangkul ibunya. Mereka pun berpelukan, Alya duduk disamping anaknya sambil menarik nafas lega. Tidak terasa airmatanya mengalir mengingat kehidupannya yang kini tanpa seorang suami.
“Ma…Ayo, Katanya mau sholat?”Suara itu membuyarkan lamunannya. Dengan gugup Alya pun bangkit dari tempat duduknya. “O…Iya , ayo De!”
Akhirnya mereka berdua melakukan sholat berjama’ah, dan diakhir sholatnya, Alya berdo’a dan diaminkan oleh anaknya, begitu khusyu’ dan syahdu do’a keduanya, suasana itu sungguh berbeda dari sebelumnya. Setelah itu mereka bersalaman tidak lupa si anak mencium tangan Ibunya.
Alya pun merangkul dan kembali menangis. Wajah anggunnya tidak bisa menutupi kesedihannya. Ia berusaha menahan tangisnya agar tidak terdengar oleh anaknya.
Ia masih menangisi kematian orang yang sangat mencintainya, dan begitu menyayangi kedua anaknya. Anak-anak yang masih kecil dan masih memerlukan kasih sayang seorang Ayah. Suaminya memang masih muda dua tahun di bawah dia, tapi, yang namanya usia tidak memandang tua muda, laki atau perempuan, kalau memang sudah waktunya, siapa pun tidak dapat menolaknya. Baru 40 tahun.
Alya pun tidak mengira, kalau suaminya akan pergi secepat itu, suaminya sakit parah sekitar lima bulanan. Sudah bolak-balik ke rumah sakit, namun tidak membuahkan hasil, penyakitnya tampak semakin parah. Dan Qadarullah suaminya dipanggil oleh Sang Maha Kuasa, satu minggu setelah kembalinya dari rumah sakit. Alya yang masih berbalut mukena, membuka pelukannya, sambil menyeka airmatanya. Ia memandang ke arah pintu rumah. Ia kembali menundukkan kepalanya. Kini ia tidak lagi punya suami. Walau terbiasa mandiri, tapi ia tetap merasa sangat sedih dan kehilangan ditinggal pergi suaminya untuk selama-lamanya.
“Mah, Dede mau makan,”Suara itu membuyarkan lamunannya.
“Oh… Boleh De!” kata Alya, sambil menatap anaknya dengan penuh semangat
“Tapi,…Makannya sama apa, Ma?”Anaknya bertanya lagi.
Alya bingung, hatinya mendadak lesu dan mulutnya pun jadinya kelu.
“Kenapa Mama bengong?”Kata anaknya dengan penuh antusias.
“De…Maafkan Mama,”……Alya terjeda sebentar, kemudian melanjutnya ucapannya, “Untuk hari ini makannya sama sayur aja ya? Tidak apa-apa kan?” Tanya Alya lagi.
Seketika raut muka anaknya berubah muram, akhirnya anaknya pun berkata lagi, “Dede gak mau makan sayur terus, Dede pengen makan daging ayam, Ma,… kaya teman-teman Dede yang lain.”
“Oh i…iya besok ya kita ke pasar, kita beli daging ayam,” Alya menjawab sekenanya sambil merapikan mukena anaknya karena rambutnya sedikit keluar.
“Do’akan saja ya Nak, mudah-mudahan besok ada rizkinya, Insya Allah kita beli,” kata Alya kepada anaknya sambil tersenyum dan menenangkannya kembali.
Anaknya pun menjawab dengan lirih,”Iya Ma….,Aamiin YRA”. Sambil menengadahkan tangannya yang mungil kemudian menciumnya.
Melihat keadaan itu, hati Alya terenyuh, sekaligus sakit, mana tega seorang Ibu melihat anaknya kesusahan, hanya untuk sekadar makan sama daging ayam saja, kini sangat sulit ia dapatkan, anak yang masih lugu yang baru kelas 3 Sekolah Dasar ini harus terpaksa menanggung beban hidup, yang seharusnya asupan gizi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangannya, kini harus terhenti karena keadaan ekonomi yang semakin menghimpit. Ditengah kejamnya kehidupan yang ia rasakan, namun, tidak membuat Alya putus harapan, dia terus berjuang dengan penuh keshabaran dan tentunya selalu bersyukur karena masih diberi kesehatan.
Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!
Baca juga:
3 Comments