Pro Kontra Kebijakan Trifthing

Pro Kontra Kebijakan Trifthing

 

Beberapa tahun lalu, saya sempat mampir pada sebuah kegiatan Garage Sale (baca ; geres sel) di sebuah garasi rumah, entah itu rumah siapa yang berada dilingkungan perumahan kompleks. Untuk menghilangkan rasa penasaran, saya  turun dari kendaraan dan mampir ke rumah tersebut. Terlihat di garasi itu ada bermacam-macam barang yang dipajang, selain baju-baju, ada juga sepatu sport, sepatu fantofel dan lain-lain. Hampir semua barang yang dijual adalah barang-barang bekas tetapi masih layak pakai. Saat itu saya tertarik pada sebuah tas bekas tetapi punya merek ternama, kondisinyapun masih bagus, kalau masih baru, harganya bisa jutaan. Karena tas itu sudah bekas, otomatis dijual dibawah harga aslinya. Inilah yang sering membuat pikiran jadi tergoda untuk membeli meskipun statusnya barang bekas (second), kegiatan ini disebut juga dengan Trifthing.

Apa itu Trifthing?

Kegiatan Garage Sale adalah salah satu kegiatan usaha perdagangan barang bekas atau disebut  Trifthing tetapi masih dalam skala yang kecil. Kita tengok dulu kamus bahasa Inggris apa itu arti trifth, yaitu hemat atau penghematan. Artinya, aktifitas belanja barang-barang bekas (second) adalah sebagai bentuk penghematan. Akhir-akhir ini berita tentang kegiatan trifthing sedang hits di banyak media,  yaitu mengenai barang-barang import bekas yang diperjual belikan. Khususnya pakain-pakaian bekas yang berasal dari lintas Negara.

Manfaat Trifthing

Harga barang-barang tersebut sangat terjangkau oleh masyarakat, pada umumnya mereka berburu mencari barang yang bermerek terkenal tetapi dengan harga yang terjangkau. Pastinya harus dengan ekstra teliti dalam memilih, agar mendapatkan barang yang berkualitas baik, kalau bisa bermerek pula. Bagi pedagang pastinya sangat menguntungkan, yaitu dengan  mengambil segmen pasar yang tergila-gila dengan barang bermerek tetapi murah. Kemudian segmen pasar menengah kebawah sebagai bentuk penghematan biaya pengeluaran dalam pemenuhan kebutuhan sandang.

Lokasi-Lokasi Kegiatan Trifthing

Kegiatan Trifthing telah dilakukan oleh para importir sejak awal tahun 1900 an. Beberapa pedagang yang beroperasional tersebar di beberapa daerah yaitu, di pasar Senen Jakarta, pasar Cimol Gedebage Bandung, pasar Monza Tanjung Balai Sumut dan masih ada di beberapa daerah lainnya. Bahkan secara onlinepun juga sudah tersedia. Mereka membeli barang-barang import pakaian bekas dalam bentuk bal-balan atau didalam sebuah karung. Khusus untuk pakaian-pakaian bekas, kita harus ekstra perhatian terhadap kebersihannya, kalau perlu direndam dalam air panas dulu. Karena pekaian-pakaian tersebut telah bercampur dalam karung dan tidak dibungkus satu persatu layaknya pakaian baru.

Sikap Pemerintah Terhadap Trifthing

Akhir-akhir ini para pedagang baju bekas import merasa khawatir atas kebijakkan pemerintah yang melarang aktifitas trifthing ini. Kebijakkan ini tentunya akan berdampak bagi ekonomi para pedagang baju-baju bekas import. Serta konsumennya yang banyak dari kalangan ekonomi menengah kebawah yang kesulitan untuk membeli pakaian yang baru dengan harga mahal, sehingga hal ini menjadi pro kontra di masyarakat. Terlebih lagi setelah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu juga sudah melarang tegas bisnis baju bekas import beredar di Indonesia. Karena dianggapnya telah  mengganggu dan merugikan industry tekstil didalam negeri sehingga menyebabkan industry dalam negeri menjadi lesu.

Sesungguhnya kegiatan jual beli pakaian bekas import ini telah dilarang oleh pemerintah dan tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022  Perubahan dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Menurut Plt. Dirjen PKTK Kemendag Moga Simatupang, yang dilarang pemerintah itu adalah tindakan import baju bekas. Artinya tidak ada pelarangan bagi pedagang untuk menjual baju bekas, kecuali baju bekas import.

Menurut Direktur Celios (Centre of Economi and Law Studies) Bhima Yudisthira, dalam tayangannya di sebuah stasiun TV, banyak cara yang dilakukan oleh para importir untuk memasukkan baju-baju bekas dari luar negeri ke Indonesia secara ilegal. Mereka melewati pelabuhan-pelabuhan illegal, atau membeli barang-barang bekas yang seharusnya menjadi donasi untuk Negara yang terkena musibah atau Negara-negara miskin. Masalah yang lebih sulit lagi untuk ditindak adalah ketika barang-barang bekas ini dibawa pulang dari luar negeri melalui jasa titipan, seolah-olah  barang bekas ini melekat pada penumpang penerbangan.

Menanggapi permasalahan yang sedang terjadi ini, berharap produsen tekstil dan garment dapat menghasilkan produk yang baik kualitasnya tetapi dengan harga terjangkau. Selain itu penguatan dan pembinaan UMKM oleh pemerintah, sehingga pedagang UMKM tetap hidup dan berkembang pasarnya. Serta menggalakkan produk-produk dalam negeri untuk bisa di eksport ke luar negeri. Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan batasan-batasan tertentu dalam hal import barang-barang bekas, agar para pedagangnya tetap bisa mencari nafkah dengan tenang. Sehingga terjaga 2 sisi tersebut agar tetap hidup sebagai satu ekosistem perekonomian di masyarakat.

Cintailah Produk Indonesia

Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!

Baca juga: