Perempuan itu bernama Ibu

Thomas Krispianus Swalar, lahir di Puor Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur, 16 Juli 1976 Mengabdi di SMAN 1 Nagawutung Kecamatan Nagawutung Kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur Mencintai Literasi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang semakin tak terbendung, membuat cara pandang terhadap sosok yang bernama Ibu semakin bergeser. Menarik untuk dibicarakan mengapa sampai demikian cara pandang sebagian orang. Apakah ini yang dinamakan pergeseran nilai?

Tentu tidak semua orang memiliki cara pandang demikian, kalau dicermati mungkin hanya sebagian kecil saja. Banyak kisah sedih yang kita saksikan dan kita baca di berbagai media membuat hati kita sebagai seorang anak teriris dan bahkan mengutuk keras tindakan orang-orang yang tidak memperlakukan orang tuanya sebagaimana mestinya terutama terhadap kaum ibu. Jika kita bercermin sedikit saja pada diri kita yang sampai saat ini sedang menikmati kehidupan, dari manakah asal dan usul kita sebenarnya.

Mungkin saat ini kita sudah menjadi seorang yang sukses dalam karier dan hidup bergelimang harta kekayaan. Atau mungkin saat ini kita sedang menikmati kebahagiaan bersama keluarga kecil kita. Tetapi ingatkah kita sosok yang dengan susah payah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita, bahkan dengan segala keterbatasannya menyekolahkan kita sampai kita mendapatkan gelar akademik tertentu dan sekarang kita sudah berada di puncak kejayaan?

 

Sosok Rapuh dan Pekerja Keras.

Kesederhanaan, itulah yang tergambar jelas dari raut wajahnya ketika melihat anak – anaknya  mulai tumbuh dan mulai bersekolah, ia mulai gelisah dan dalam benaknya akan terngiang akankah anak – anakku  ini bisa bersekolah sampai mereka mendapatkan gelar akademik dan bekerja seperti mereka lain yang kini sudah sukses dan punya pekerjaan tetap? Akankah sang ayah yang adalah seorang petani biasa mampu menyekolahkan mereka? Pertanyaan – pertanyaan ini akan terus terngiang siang dan malam.

Ibu tidak akan pernah tidur nyenyak jika anak belum bayar uang sekolah. Ia akan berpikir keras ke mana ia akan memperoleh uang tersebut. Ia akan bangun tengah malam dan menyerahkan semua beban keluarga kepada Dia Pemilik kehidupan, sedangkan kita tengah mendengkur dan bermimpi. Ia akan bangun pagi – pagi  untuk menyiapkan sarapan walaupun Cuma nasi kosong? Dan ia akan membangunkan kita jika kita masih tertidur, ia akan memandikan kita jika kita masih duduk dengan malas. Ia telah menyiapkan seragam sekolah kita dan sarapan pagi di meja makan.

Pernahkah ini terlintas dalam benak kita? Ia akan merasa sedikit lega setelah semua anaknya berangkat ke sekolah. Ia akan berpikir keras, bagaimana makan siang dan malam nanti. Sayur dan lauk pauk apa yang harus ia dapatkan, sedangkan mungkin saja uang di dompet tak ada satu sen pun.

Sebagai anak, mungkin kita tidak pernah berpikir sampai di situ. Pribadi yang lembut dan sederhana yang melahirkan anak hebat. Mungkin mereka, ayah dan ibu tidak pernah berpikir untuk membeli baju baru atau celana baru, mereka hanya berpikir anak- anaknya bisa memiliki pakaian baru saat masuk sekolah di tahun ajaran baru atau pada saat hari raya keagamaan.

Pada saat kita sudah berhasil menyelesaikan studi dan memiliki pekerjaan, adakah di antara kita yang pernah berpikir untuk sedikit membalas jasa dan pengorbanan mereka? Sama sekali tidak terbayang dalam benak kita? Rumah yang adalah tempat kita berkumpul di malam hari dan menjadi tempat kita berbagi suka dan duka saat kita masih kecil mungkin sekarang sudah menjadi sepuh seperti tidak berpenghuni.

Para penghuninya sebagian sudah berkeluarga dan hidup dengan keluarga barunya. Mungkin saat ini yang tersisa di rumah tua itu hanya dua orang tua renta yang jalannya sudah tertatih- tatih. Masa mudanya sudah terkuras habis untuk membesarkan dan mendidik anak- anaknya.

Mereka sudah membanting tulang, mencucurkan keringat dan air mata demi anak- anaknya. Mereka tidak pernah menyesal karena saat ini tinggal mereka dua sendirian. Mereka juga tidak pernah lupa mendoakan agar anak- anaknya selalu dalam keadaan sehat dan diberikan rezeki secukupnya, tapi apakah kita pernah mendoakan mereka?

Rasa kangen dan rindu mereka kubur dalam-dalam. Rasa kangen dan rindu mereka hanya tumpahkan semua dalam doa- doanya yang selalu melangit membumbung ke angkasa. Setiap hari jika anak- anaknya ingat mereka dan kembali berkunjung ke rumah tua itu, mereka dengan segala kerinduannya menyambut dan dengan sisa tenaganya ia berusaha menyiapkan makan dan minum untuk merayakan kegembiraan hatinya.

Mereka tak pernah menuntut oleh- oleh darimu karena yang mereka inginkan adalah kehadiranmu. Mereka akan berusaha untuk membuatmu bahagia selagi engkau ada waktu untuk mereka. Pernahkah engkau perhatikan raut wajah mereka saat engkau datang dan saat engkau akan berangkat?

Ia akan berdiri terpaku menatap kepergianmu sampai engkau hilang dari pandangan. Dan apa yang engkau tahu pada saat mereka berdua sendirian? Hanya linangan air mata.

Mereka larut dalam bahagia dan sedih, mereka bahagia karena engkau menyempatkan waktu untuk mengunjungi mereka dan mereka sedih ketika engkau meninggalkan mereka berdua sendirian. Dan, setelah itu, mereka akan kembali dengan aktivitasnya. Menjalani hari-hari hidup dengan sisa tenaganya.

 

Banyak Anak yang Menelantarkan Orang Tuanya

Ini adalah fakta yang dapat kita saksikan di sekitar kita. Ada perempuan tua yang hidup sebatang kara di pondok kecil dan reot, atau juga ada lelaki tua yang hidup sebatang kara di pondok kecil dan reot. Jika ditelusuri, ternyata ia memiliki anak dan sampai sekarang kabar atau berita tentang keberadaan anaknya tidak ada kabar atau berita.

Berita – berita seperti ini banyak terungkap berkat kehadiran LSM- LSM yang bekerja untuk kemanusiaan. Kita sedang pada degradasi moral di mana kita sebagai seorang anak melupakan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada orang tua kita di masa tuanya. Dan, pada titik ini kita menarik kesimpulan anak tidak tahu diri.

Bahkan mungkin dengan pemberitaan media massa dan anak ini sempat membacanya tetapi tidak sedikit pun tergerak hatinya untuk kembali dan menemui orang tuanya. Mungkin saja, dia juga tidak mau mengakui bahwa itu adalah ibunya atau itu adalah bapaknya. Ia merasa malu di hadapan teman-temannya. Ini adalah realitas yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Tentu ini menjadi refleksi bagi kita semua sebagai seorang anak. Jika bukan mereka maka kita pun tidak akan hadir dan menikmati hidup sampai saat ini. Andai ini berlaku untuk kita, tidak adakah setitik cahaya yang mampu menggerakkan hati dan nurani kita?

Apakah  sudah tertutup sama sekali hati dan nurani kita. Hanya karena kecanggihan teknologi dan  harta duniawi sudah membutakan mata hati kita. Mungkin, inikah balasan atas kasih tulus yang telah mereka berikan?, karena kita sekarang sudah menjadi orang hebat dan tidak mau ingat siapakah kita sebenarnya?

 

Mari kita berefleksi.