Hujan Tak Selalu Jatuh Dari Langit

Dalam karya fiksi kita kerap menemukan frasa hujan, terutama yang sangat melegenda adalah karya sang maestro sastra, Sapardi Joko Damono dalam “Hujan di bulan Juni”. Di tangan penulis, hujan menjadi makhluk yang mengagumkan. Pesona yang tak habis dikagumi pun dikenang.

Ulas Buku

 

Judul Buku                   :

Apabila Hujan Turun tanpa Jeda hingga Dingin Menusuk-nusuk Tubuh Kita, Biarkan Kupeluk Tubuhmu Sampai  Ia Reda dan Pergi Membawa Nestapa

Jenis                            : Fiksi (Kumpulan Cerpen)

Penulis                         : Eko Prasetyo, dkk

Penerbit                      : Pustaka Media Guru, Juni 2022

Tebal Buku                  : 466 Halaman

 

Hujan Tak Selalu Jatuh dari Langit

Oleh: Fatatik Maulidiyah

Dan yang menurunkan air dari langit dengan kadar tertentu, dan dengan air itu dihidupkan-Nya sebuah negeri yang mati (tandus). Seperti itulah nanti kamu dikeluarkan (dari alam kubur)

(QS.Az-Zuhruf 11)

Orang-orang yang senantiasa memikirkan penciptaan Allah Swt termasuk hujan, dalam Al-Qur’an dikenal dengan istilah Ulul Albab. Bagi mereka, hujan bukan kejadian yang biasa-biasa saja. Dalam hujan ada banyak hikmah dan perumpamaan juga ilmu pengetahuan. Sebuah ayat kauniyah yang harus ditangkap sebagai pesan dari Allah.

Dalam karya fiksi kita kerap menemukan frasa hujan, terutama yang sangat melegenda adalah karya sang maestro sastra, Sapardi Joko Damono dalam “Hujan di bulan Juni”. Di tangan penulis, hujan menjadi makhluk yang mengagumkan. Pesona yang tak habis dikagumi pun dikenang.

Kumpulan cerpen dari program Noe Baper yang berjudul  Apabila Hujan Turun tanpa Jeda hingga Dingin Menusuk-nusuk Tubuh Kita, Biarkan Kupeluk Tubuhmu Sampai  Ia Reda dan Pergi Membawa Nestapa merupakan antologi yang terdiri dari 138 judul bertema hujan. Menjadi satu tantangan tersendiri bagi saya, apakah saya tuntas membacanya ataukah saya pilih sesuai kata hati.

Ada perjuangan tersendiri bagi saya dalam menikmati cerpen-cerpen dalam  buku Noe Baper. Saya selalu mencari-cari cerpen yang tidak klise. Kalaupun klise, saya ingin menemukan sebuah diksi sastra, entah dari judul, maupun kekuatan cerita.

Sebab dari puluhan yang sudah saya baca, cerita dalam buku ini selalu aman, nyaman, dan membahagiakan. Terlalu sempurna karakter tokoh maupun ceritanya. Padahal “cacat” adalah hal yang bisa diingat pembaca. Jika ada cerita tentang kemesraan dan sempurnanya seorang suami yang ada di beberapa judul buku ini, kadangkala saya berharap suaminya itu ternyata seorang pembunuh.Pada kisah cinta bertepuk sebelah tangan, saya juga berharap ada perjuangan “antimainstream” yang dilakukan tokoh, dan lain-lain sebagainya.

Namun, saya cukup menikmati cerpen berjudul Pria dalam Hujan karya Juliana, guru dari Jakarta. Judulnya membuat saya seketika berimajinasi tentang seorang pria dan hujan yang menjadi latarnya. Sebuah kisah kasih tak sampai yang harus ditempuh demi merawat kembali keluarga yang pernah retak. Meskipun singkat, saya terkesan.

Gerimis di Blangsinga, ditulis Sri Ariefiarti Wijaya, guru bahasa Indonesia di MTsN 2 Bondowoso ini membuat saya browsing tentang setting cerita ini, air terjun Blangsinga yang indahnya membuat saya tak mampu berkata-kata. Sebuah kisah cinta dalam diam dan rinai yang menderai adalah tirai bagi wajah seorang perempuan yang basah oleh air mata, karena dia mencintai kekasih sahabatnya. Hujan tak selalu dari langit.

Sementara itu, saya menemukan sesuatu saat membaca cerpen karya Tety Taryani, guru dari Tasikmalaya yang berjudul  “Cinta dalam Tempias Hujan”. Saya sampai membacanya lebih dari empat kali untuk memahami cerita singkat ini. Karena ada kalimat ”Aku menjauh lalu duduk di atas dahan pohon”. Sehingga muncul pertanyaan dan akhirnya saya tafsiri bahwa tokoh “aku” terkena gejala gangguan jiwa.

Ratusan cerpen dalam antologi ini memang menawarkan aneka ragam potret kehidupan untuk dinikmati dan direnungkan. Akan tetapi, ada yang hilang dalam buku ini, saya tidak menemukan kata pengantar!***

*)Penulis merupakan guru di MAN 2 Mojokerto, tinggal di Mojokerto.

MAN 2 Mojokerto, 1 Desember 2022

11.00

Penulis : Fatatik Maulidiyah

Editor   : Wahyu P

Foto     : Dokumentasi Penulis