Baru-baru ini kita mendapatkan kabar duka dari Jayapura. Gempa bumi dengan kekuatan magnitude 5,4 SR mengguncang kota Jayapura, menewaskan 4 orang dan 5 luka-luka. Ada sekitar 2000 lebih warga mengungsi akibat gempa tersebut. Belum usai duka kita atas negara Turki kemarin, kini kita harus kembali berduka.
Iya… beberapa hari lalu, kita berduka karena saudara kita dari negara Turki-Suriah mengalami musibah gempa bumi dengan kekuatan 7,8 SR. Banyak bangunan yang roboh, bahkan gempa tersebut juga merobohkan bangunan-bangunan pencakar langit karena dahsyatnya. Korban bencana tersebut mencapai 28.000 orang. Evakuasipun menjadi histeris saat seorang anak kecil dan bayi tertimpa reruntuhan. Ada juga pria dalam kurun waktu 133 jam baru bisa dievakuasi.
Tidak berhenti disitu, salah satu kakek yang berdomisili di pulau Bali Indonesia memberikan klarifikasinya bahwa beliau harus kehilangan anak, menantu dan cucunya dalam insiden gempa di Turki tersebut. Duka yang begitu mendalam dialami kakek tersebut karena kini tak lagi dapat bertemu dengan keluarganya.
Itulah hebatnya pers. Kita dapat mengetahui beberapa informasi penting, diantaranya tentang perayaan, kriminalitas, kuliner, politik, pariwisata, travelling, entertainment, kelautan, kesehatan dan bencana alam baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Pers Zaman Dulu
Namun hal itu tidak seperti informasi pers yang terjadi pada zaman dulu. Pada zaman dulu pers lebih banyak menggunakan platform media cetak ketimbang platform media online. Saya menjadi teringat, ketika dulu ibu berbelanja bahan dapur, barulah saya dapat membaca berita. Koran yang menjadi pembungkus bawang, atau terasi yang ibu beli dari wlijo (julukan tukang sayur didaerah saya) terkadang dapat dibaca terkadang pula tak dapat dibaca. Tulisan yang sudah luntur dengan cairan barang belanjaan atau terkena kotoran terasi membuat tulisannya hilang sebagian. Berita itupun kadang sudah lama, ada yang sudah beberapa bulan lalu atau beberapa tahun lalu.
Keterbatasan ekonomi menjadi salah satu penyebab keluarga saya tidak dapat membeli majalah ataupun koran. TV pada waktu itu masih hitam putih dan itupun sudah sangat keren ketika dikasih mika karena warna TV akan berubah menjadi biru (bukan gambar dalam TV). Channelnya juga hanya ada 4 macam, diantaranya: TVRI, RCTI, Indosiar dan SCTV. Mirisnya lagi, saya yang duduk di bangku SD tidak pernah tahu siapa menteri pendidikan pada saat itu. Saya hanya tahu presiden dan wakil presiden itupun karena dipajang di depan kelas.
Selain koran, majalah dan TV, radio juga menjadi media pers paling diandalkan pada masanya. Banyak orang yang membawa radio meski pergi berkebun. Bukan hanya sekadar mendengarkan berita, lagu Rhoma Irama dan ceramah KH. Zainuddin MZ, menjadi pilihan utama para warga sambil berkebun.
Pers Masa Kini
Perbedaan pers zaman dulu dengan zaman sekarang sudah tak perlu dijelaskan lagi. Eksistensinya sudah merambah ke pelosok negeri bahkan seluruh penjuru dunia. Kecanggihan tekhnologi dan perubahan arus informasi semakin memudahkan orang mengakses dan menggali informasi sebanyak yang dimau.
Bahkan pekerjaan pers saat ini bukan hanya dimiliki jurnalistik saja. Para netizen juga menyulap dirinya sendiri menjadi bagian dari pers, sehingga berita-berita yang disampaikan tidak sesuai dengan data yang ada. Yang penting tahu, sudah disebarkan. Apakah berita itu salah atau benar. Bahkan ada pula yang sengaja merubah beritanya.
Seperti pada kasus penculikan yang marak saat ini, orang-orang memanfaatkan untuk menjadikannya sebagai konten demi kepentingan pribadi atau iseng untuk nge-prank. Seperti kejadian penculikan beberapa tahun lalu kembali diunggah dan bertuliskan kejadiannya baru saja. Ada pula yang terluka bukan karena penculikan namun terluka akibat hal lain dan kejadiannyapun sudah lama. Padahal untuk menjadi jurnalistik harus memenuhi kaedah-kaedah maupun kode etik sebagai jurnalis. Sehingga kabar hoaks tak lagi bertebaran.
Pentingnya Pers
Peran pers sangat urgen, kita dapat mengetahui informasi dengan data yang sebenarnya dari mereka. Bahkan pada era masa kini tidak hanya pada orang tua, kaum milenia bahkan anak-anak dapat mengakses berita apapun yang diinginkan. Utamanya jika kita menginginkan berita luar negeri.
Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan pers memunculkan dirinya ke permukaan dengan tetap menjaga kredibilitas masing-masing, agar perusahaannya terpercaya dan akurat. Sebab pers merupakan platform yang nantinya menjadi konsumsi masyarakat luas. Sebagai jurnalis meskipun keberadaannya dilindungi negara dalam mewartakan pemberitaan, tentu saja tidaklah mudah. Seperti yang terjadi pada salah satu jurnalis AS ketika meliput peperangan yang terjadi di Ukraina. Dia harus meregang nyawa sebab tertembak diantara perang ke dua negara antara Ukraina dan Rusia.
Selamat Hari Pers Nasional
Madinatul Munawaroh, S.Pd.I. Lahir di Lumajang, 3 Juli 1992. Salah satu guru di MA Roudlotul Jadid Banyuputih Lor. Penulis tinggal di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Yuk, ikuti lini masa Instagram captwapri untuk mendapatkan informasi terbaru lainnya!
Baca juga:
1 Comment