Sudah dua hari berturut-turut melihat berita di televisi, Elon Musk pemilik Twitter telah mem-PHK masal karyawannya. Pengumuman itu tidak memberikan angka pasti, tetapi Washington Post dan New York Times melaporkan ada sekitar setengah dari 7.500 karyawan Twitter yang akan diberhentikan, begitupun dengan Mark Zuckerberg pemilik Meta yang merupakan induk platform Facebook, WhatsApp, dan Instagram telah melakukan pemecatan terhadap 11.000 karyawannya. Pemecatan massal ini tergolong PHK terbesar selama 18 tahun beroperasi. Pemangkasan karyawan terjadi di tengah masa sulit bagi Meta. Untuk saya pribadi kabar ini cukup mengejutkan dan ikut merasakan.
Setelah beberapa kali tahapan pemberitahuan PHK pada perusahaan yang telah memberikan kesempatan-kesempatan pengembangan diri juga financial kepada saya. Akhirnya sampai juga pemberitahuan PHK itu kepada saya bahwa masa bekerja saya hanya sampai akhir tahun ini saja. Sebenarnya sudah tahu akan ada PHK pada karyawan, tetapi hari ini giliran saya. Rasa sedih tetap saja menghampiri, saya pikir itu perasaan normal sebagai manusia.
Sementara akhir tahun tinggal menghitung beberapa minggu lagi, bagi sebagian orang yang bekerja pada sebuah perusahaan, mungkin sudah punya rencana akan mengambil cuti akhir tahun, bagi sebagian lainnya mungkin sudah merencanakan akan berlibur ke suatu tempat bersama keluarga. Untuk saat ini saya dan keluarga akan berpuasa dari rencana-rencana akhir tahun. Keputusan yang tidak biasa tetapi nampaknya inilah yang paling tepat.
“Life must go on” barangkali kalimat tersebut mewakili apa yang sedang saya alami. Bahwa hidup adalah perjuangan dan pembelajaran, jangan menyerah karena keadaan. Dampak terkena PHK tidak bisa dipungkiri, bahwa keuangan kami akan goyang. Dimana ada pengeluaran-pengeluaran rutin yang menjadi kesepakatan bersama yang harus kami bayar. Dirumah kami ada ART yang harus kami gaji setiap bulan, listrik, dan air yang harus kami bayar, kebutuhan makan dan minum, kewajiban membayar SPP anak sekolah, bensin dan toll untuk kendaraan. Sedari awal menikah memang ada kesepakatan-kesepakatan untuk membayar pengeluaran operasional rumah tangga tersebut tentunya porsi suami lebih banyak, karena sebagai istri sifatnya membantu saja.
Berat rasanya pada saat memberlakukan hal yang sama kepada orang lain, bahwa saya pun harus mengambil keputusan memPHK ART kami yang sudah ikut kami lama, sejak anak pertama kami usia Sekolah Dasar sampai saat anak kami sudah menjadi Mahasiswa. Keputusan ini sungguh tidak mudah, karena sang ART adalah tulang punggung keluarga. Sebuah keputusan telah diambil dan kami pun harus realistis. Beberapa pengeluaran rutin bisa di stop atau digantikan oleh media yang lebih ringan biayanya.
Dengan berat hati, saya ajak ART kami bicara dari hati ke hati, saya jelaskan situasi keuangan kami tidaklah sama seperti dulu lagi, saya ceritakan bahwa saya terkena PHK. Kami mempersilakan sang ART untuk mencari pekerjaan ditempat lain. Saya berikan gaji dua bulan penuh, sebagai penyemangat dan pengobat kesedihannya. Saya merasakan perasaan yang ringan setelah bisa berkata jujur.
Sementara suami biasa nya pulang dan pergi memakai mobil untuk bekerja, demi menghemat BBM dan bayar toll saat sekarang membiasakan memakai motor. Demikian dengan saya, kemana-mana memakai roda dua, enjoyed! Karena mobil pun kami jual. Jika dulu menyalakan lampu dan kelalaian kami sering lupa mematikan, sekarang kami saling mengingatkan satu sama lain. Begitupun dengan pemakaian air, jika kami dulu membeli air gallon dengan merk tertentu, saat sekarang kami membiasakan dengan membeli air gallon isi ulang tentunya dengan brand yang masih kami anggap bisa dipertanggungjawabkan dari kesehatannya.
Apapun yang memakai media listrik dan air, berusaha seperlunya saja. Kesukaan saya membeli pakaian benar benar saya rem. Ada yang tidak kalah penting yaitu kekuatan doa, yang membuat kami lebih menerima keadaan. PHK mengajarkan kami mengubah gaya hidup, bahwa hidup tidak selalu sesuai keinginan dan harapan.
Kata Imam Syafii “Tiada kesusahan yang kekal, tiada kegembiraan yang abadi, tiada kefakiran yang lama, tiada kemakmuran yang lestari.” nasehat ulama besar ini kiranya cocoklah dengan situasi yang sedang saya alami. Sikap positif tingking mungkin di awal agak-agak sulit kami rasakan, karena mengubah suatu kebiasaan itu butuh effort. Paradigma negatif terkena PHK ini harus kami hilangkan. PHK bukan akhir dari segalanya.
Bandung, 20 Desember 2022
Ferasani L. Pratama.
Sumber gambar :
– cnnindonesia.com
– liputan6.com
1 Comment