NEET dan Tantangan Indonesia Emas

NEET dan Tantangan Indonesia Emas
Sumber Foto : Pexels

Pendahuluan

Indonesia sedang bersiap memasuki era baru bernama Indonesia Emas di tahun 2045, sekaligus menandai 100 tahun kemerdekaan. Pada momen ini, Indonesia bercita-cita menjadi negara maju dengan ekonomi kuat, pendidikan tinggi, dan kualitas hidup meningkat. Namun, di balik optimisme ini, terdapat tantangan besar yaitu fenomena NEET (Not in Education, Employment, or Training).

NEET merupakan gambaran individu usia muda yang tidak terlibat dalam pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda menganggur, tidak melanjutkan sekolah atau pelatihan menunjukkan peningkatan sangat signifikan. Fenomena ini tidak hanya berdampak pada individu yang bersangkutan, tetapi juga pada perekonomian dan stabilitas sosial negara.

Faktor dominan penyebab tingginya NEET di Indonesia, yaitu ketidaksesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, akses pendidikan tidak merata serta pelatihan vokasional yang tidak relevan. Dan, fenomena cukup mengkhawatirkan, pemuda memilih bekerja daripada melanjutkan pendidikan.

 

Dilematis

Sebagai pembuka, salah satu pilar utama Visi Indonesia Emas 2045 adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Kedua, ketidaktercapaian visi tersebut akibat dampak negatif kelompok NEET. Beberapa dampak negatif tersebut, seperti penurunan produktivitas, beban ekonomi, serta munculnya permasalahan sosial.

Produktifitas menurun akibat dari keterampilan pemuda rendah, sehingga sulit bersaing di pasar kerja. Beban ekonomi, adanya NEET justru membebani keluarga dan masyarakat, dan berdampak pada tekanan ekonomi nasional. Tingginya angka pengangguran kalangan pemuda berpotensi meningkatkan kriminalitas, penggunaan narkoba, gangguan kesehatan mental, serta masalah sosial lainnya.

Untuk mengatasi masalah NEET, perlu memaksimalkan potensi pemuda melalui beberapa langkah strategis. Perlu penguatan penddikan vokasi yang relevan dengan kebutuhan industri. Sehingga, penting adanya kolaborasi lembaga pendidikan dengan sektor swasta melalui kurikulum yang berorientasi pada keterampilan praktis.

Daerah terpencil perlu mendapat akses pendidikan mudah. Program beasiswa, sekolah inklusif, dan teknologi pendidikan bisa menjadi solusi untuk menjangkau lebih banyak pemuda. Mendorong kewirausahaan pemuda melalui efektifitas pelatihan serta dukungan modal usaha mikro.

Memberikan bimbingan karier dan konseling kepada pemuda sejak dini untuk membantu mereka memahami potensi diri dan peluang karier yang tersedia. Di tengah keterbatasan jangkauan negara, tentunya pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Sehingga, penting pemerintah melibatkan berbagai pihak, seperti sekolah, keluarga, dan komunitas.

 

Alternatif

Pendidikan dan pelatihan yang relevan sangat penting untuk memastikan pemuda Indonesia siap menghadapi masa depan. Diklat perlu mengembangkan keterampilan kritis, kreatif, dan adaptif terhadap kemajuan teknologi dan pasar kerja global. Ujungnya, program pelatihan berkelanjutan dapat membantu pemuda memperbarui keterampilannya seiring waktu.

Teknologi memiliki peran penting dalam mengatasi fenomena NEET. Platform pembelajaran daring dapat digunakan untuk menyediakan akses pendidikan yang lebih luas dan fleksibel. Pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi untuk mengembangkan infrastruktur digital yang mendukung akses internet di seluruh wilayah Indonesia.

Selain kewirausahaan pada umumnya, perlu juga penguatan kewirausahaan sosial untuk memberdayakan pemuda. Kewirausahaan sosial tidak hanya bertujuan untuk meraih keuntungan finansial, tetapi juga untuk memberikan dampak positif bagi masyarakat. Program ini dapat membantu pemuda mengembangkan usaha berbasis komunitas dan memberikan solusi terhadap berbagai masalah sosial.

Pemerintah perlu merumuskan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan. Sektor swasta dapat berkontribusi melalui investasi dalam pendidikan dan pelatihan, serta menyediakan lapangan kerja yang berkualitas. Masyarakat sipil dapat berperan dalam mengawasi dan memastikan program-program yang berjalan tepat sasaran.

Aspek kesehatan mental sering abai dalam upaya pemberdayaan pemuda. Kondisi ini, perlu integrasi program kesejahteraan emosional yang dikembangkan ke sistem pendidikan dan pelatihan. Pemuda yang memiliki kesehatan mental yang baik lebih mampu menghadapi tekanan dan tantangan hidup, serta produktif dalam setiap pekerjaannya.

Kemudian, pembangunan infrastruktur ekosistem pendukung yang sehat juga penting untuk mengurangi angka NEET. Fasilitas pendidikan, pusat pelatihan, dan akses transportasi yang baik akan meningkatkan mobilitas dan partisipasi pemuda dalam kegiatan produksi. Selain itu, pengembangan ekosistem pendukung seperti inkubator bisnis, pusat inovasi, dan komunitas belajar dapat memberikan dukungan tambahan.

 

Kesimpulan

Fenomena NEET merupakan tantangan serius yang harus Indonesia hadapi menuju Indonesia Emas 2045. Penanganan efektif atas masalah ini memerlukan pendekatan holistik serta keterlibatan berbagai pihak. Melalui peningkatan kualitas akses pendidikan, pelatihan adaptif, serta mendorong kewirausahaan, Pemuda Indonesia dapat terbebas dari NEET. Dengan metode ini, Visi Indonesia Emas dapat terwujud, sekaligus membawa Indonesia ke puncak kejayaan yang berdaya saing tinggi.

Mengatasi fenomena NEET dan memaksimalkan potensi pemuda adalah kunci untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045. Melalui pendidikan berkelanjutan, penggunaan teknologi, penguatan kewirausahaan sosial, kolaborasi antar sektor, perhatian pada kesehatan mental, serta pengembangan infrastruktur ekosistem pendukung. Terakhir, hanya melalui langkah-langkah ini, Indonesia dapat mencapai kejayaan sebagai negara maju yang berdaya saing tinggi bukan sekedar impian, melainkan kenyataan.