Cahaya di Tengah Sawah

Cahaya di Tengah Sawah
Sumber Foto : Pexels

(Kisah Pakaseh dan Irigasi Subak)

 

Alkisah, di sebuah desa kecil berhampar sawah hijau nan subur, hiduplah seorang lelaki tua dengan panggilan Nyoman, namun warga desa mengenalnya dengan sebutan Pakaseh. Dengan kata lain, panggilan Pakaseh merupakan bentuk penghormatan atas jasa dan perannya di bidang irigasi Subak. Apalagi, sistem ini telah terbukti menghidupi desa selama berabad-abad, dan turut menjaga sawah agar tetap subur dan menghasilkan padi yang melimpah.

Seperti kisah sebelumnya, Pakaseh adalah sosok bijaksana, meski berambut putih namun senyum hangat yang tak pernah lekang. Selain itu, setiap pagi, ia berjalan menyusuri pematang sawah, memeriksa aliran air, dan memastikan setiap petak sawah mendapatkan air yang cukup. Karena, sadar subak menjadi tulang punggung pertanian di desa mereka, Pakaseh perlu menjaganya dengan disiplin.

 

Konflik

Di sisi lain, suatu hari, datanglah seorang insinyur muda dari kota bernama Made, dia datang membawa teknologi baru dan ide-ide modern tentang irigasi. Awalnya, penduduk desa menyambut Made dengan antusias, berharap bahwa teknologi baru ini akan membuat hidup mereka lebih mudah. Namun, Pakaseh merasa ragu, karena tahu bahwa alam memiliki caranya sendiri, dan teknologi tidak selalu dapat menggantikan kearifan lokal yang telah teruji oleh waktu.

Made mulai memasang pompa air modern dan pipa-pipa besar di sekitar sawah. Pada awalnya, semuanya tampak berjalan lancar. Air mengalir deras dan padi tumbuh dengan cepat. Namun, seiring berjalannya waktu, masalah mulai muncul. Pompa air sering rusak, pipa-pipa bocor, dan air tidak lagi mengalir merata ke semua sawah. Sebagian sawah terendam air, sementara yang lain kekeringan.

Pakaseh melihat kekacauan ini dengan hati yang berat. Dia tahu bahwa teknologi modern yang tidak bersinergi dengan pemahaman mendalam tentang ekosistem lokal hanya akan membawa bencana. Dia memutuskan untuk berbicara dengan Made dan penduduk desa dalam sebuah pertemuan di bale banjar, tempat berkumpulnya warga desa.

Dalam pertemuan itu, Pakaseh berbicara dengan lembut namun tegas. “Anak-anak, kita harus menghormati alam dan tradisi yang telah leluhur wariskan kepada kita. Subak bukan hanya tentang mengalirkan air, tetapi juga tentang keseimbangan dan harmoni dengan alam. Teknologi bisa membantu kita, tetapi kita harus bijaksana dalam menggunakannya.”

 

Puncak Konflik

Made mendengarkan dengan seksama. Dia menyadari kesalahannya dan mulai belajar dari Pakaseh tentang cara mengelola air dengan benar. Bersama-sama, mereka menggabungkan pengetahuan tradisional Subak dengan teknologi modern. Mereka memperbaiki sistem irigasi dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Dengan kerja keras dan kolaborasi, sawah-sawah kembali subur. Air mengalir merata, padi tumbuh dengan baik, dan desa kembali makmur. Penduduk desa belajar bahwa kearifan lokal dan teknologi modern bisa bersatu jika digunakan dengan bijaksana.

Pakaseh tetap menjadi penjaga Subak yang dihormati. Dia merasa bahagia melihat generasi muda, seperti Made, yang mau belajar dan menghargai warisan leluhur mereka. Di tengah sawah yang hijau dan subur, Pakaseh duduk di pematang dengan senyum puas, menyaksikan padi yang bergoyang ditiup angin. Cahaya matahari senja memancar di atas air irigasi, menciptakan pelangi yang indah, sebagai simbol harmoni antara manusia, alam, dan teknologi.

Hari-hari berikutnya di desa kembali dipenuhi dengan aktivitas pertanian yang produktif. Setiap pagi, suara cangkul dan tawa anak-anak yang bermain di pematang sawah mengisi udara. Desa ini sekarang menjadi contoh bagaimana tradisi dan inovasi dapat berjalan berdampingan dengan harmoni.

Pakaseh dan Made sering terlihat bersama, berjalan di sepanjang saluran irigasi, berbincang tentang cara-cara baru yang dapat menguntungkan pertanian mereka tanpa merusak keseimbangan alam. Made, yang dulunya skeptis tentang sistem tradisional, kini menjadi murid yang rajin dan penuh rasa hormat kepada Pakaseh.

 

Mufakat

Pada suatu malam, desa mengadakan upacara besar sebagai bentuk syukur atas hasil panen yang melimpah. Semua warga berkumpul di bale banjar, dengan pakaian adat mereka, membawa persembahan terbaik untuk dewa-dewa dan leluhur mereka. Tarian, gamelan, dan aroma dupa mengisi malam itu dengan kehangatan dan kebersamaan.

Pakaseh berdiri di tengah-tengah kerumunan, dikelilingi oleh keluarga dan teman-teman. Made mendekati Pakaseh dengan sebuah persembahan simbolis: sebuah patung kecil yang terbuat dari kayu, menggambarkan seorang petani dengan alat-alat irigasi. “Ini untukmu, Pakaseh. Sebagai tanda terima kasih atas segala pengetahuan dan kebijaksanaan yang telah kau bagikan,” kata Made dengan tulus.

Pakaseh menerima patung itu dengan mata yang berkaca-kaca. “Terima kasih, Made. Tetapi ingatlah, bahwa pengetahuan dan kebijaksanaan itu bukan milikku sendiri. Itu adalah warisan dari leluhur kita yang harus kita jaga dan teruskan.”

Malam itu, Pakaseh berbicara di depan semua warga desa. “Saudara-saudaraku, kita telah melalui banyak tantangan bersama. Kita belajar bahwa perubahan adalah bagian dari kehidupan, tetapi kita tidak boleh melupakan akar kita. Subak adalah lebih dari sekedar sistem irigasi; ini adalah cara hidup yang mengajarkan kita tentang kebersamaan, tanggung jawab, dan keseimbangan.”

Desa itu terus berkembang, dengan semangat kolaborasi yang kuat antara generasi tua dan muda. Teknologi modern digunakan dengan bijak, dilengkapi dengan kearifan lokal yang telah terbukti selama berabad-abad. Mereka memperkenalkan program-program pendidikan untuk anak-anak muda, mengajarkan mereka tentang pentingnya menjaga alam dan menghormati tradisi.

 

Epilog

Pakaseh, meskipun usianya semakin lanjut, tetap menjadi sumber inspirasi bagi semua orang. Dia sering duduk di pematang sawah, merenung dan menikmati keindahan alam di sekitarnya. Dia tahu bahwa masa depannya aman di tangan generasi baru yang bijaksana dan peduli.

Di suatu pagi yang cerah, saat matahari baru saja terbit dan embun masih menempel di daun-daun padi, Pakaseh merasakan kedamaian yang dalam. Dia tahu bahwa perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Desa ini akan terus berkembang dan sejahtera, dengan harmoni antara tradisi dan inovasi, menjaga keseimbangan alam dan kehidupan.

Pakaseh menutup matanya sejenak, meresapi angin sejuk yang bertiup lembut. Dia tersenyum, merasa puas dengan warisan yang telah dia tinggalkan. Dan di tengah sawah yang hijau, dengan air irigasi yang mengalir tenang, semangat Pakaseh akan selalu hidup, menjadi bagian dari setiap tetes air dan setiap bulir padi yang tumbuh subur di desa itu.