Setiap kelahiran aplikasi digital selalu menghebohkan dunia, termasuk ChatGPT. Hanya dalam waktu dua bulan setelah rilis, seratus juta pengikut aktif berduyun-duyun memakai aplikasi tersebut. Situasi seperti itu menjadikan ChatGPT memiliki pertumbuhan konsumen tercepat di dunia, meskipun sebagian pengguna menganggap tidak ada jaminan keamanan data pribadi saat memposting secara onlen.
Euforia ChatGPT melalui fasilitas kemewahan, hingga melupakan dampak yang muncul terutama ancaman privasi penggunanya. Belum lama ini, mbah google mengaktifkan percakapan mandiri berbasis artificial intelligence atau AI. Sebagai layaknya perlombaan superioritas, model percakapan ini akan menarik Perusahaan Teknologi AI lainnya, dan modusnya sama, data pribadi Anda akan menyebar kemana-mana.
ChatGPT menggunakan big data bahasa untuk berperan dan bertumbuh. Kian banyak asupan kata-bahasa dari kita, kian mudah menentukan pola untuk memprediksi sesuatu yang futuristik dan terkesan masuk akal. ChatGPT melalui perusahaannya OpenAI, menyediakan piranti yang dapat menampung ratusan miliar kata-kata dari buku, artikel, situs web, bahkan postingan kita.
Secara sistematis internet bekerja memungut kata-kata itu, termasuk informasi pribadi meski tanpa persetujuan pemiliknya. Ketika Anda mengaplod konten, promosi produk, mengomentari artikel teman, terbuka peluang seluruh aktifitas Anda terdata oleh ChatGPT. Situasi demikian akan bermasalah buat Anda. Mengapa? Mari, kita bahas berikut setelah ini.
***
Mengambil data orang lain tanpa mengenalkan jatidiri penulisnya, disebut plagiasi alias mencuri dan hal itu masalah besar. Sebagai penulis, OpenAI tidak pernah menanyakan penulisnya terkait boleh tidaknya memakai datanya. Jika tidak pernah mendapat konfirmasinya jelas pelanggaran privasi, apalagi bila datanya bersifat sensitif terhadap identifikasi kita, keluarga kita, lokasi kita, dsb.
Puncaknya, ketika data kita terbuka secara umum, rasanya bisa mengganggu integritas pemiliknya. Di berbagai diskusi dasar privasi, orang-orang menyebut kondisi itu sebagai pelanggaran integritas kontekstual. Diskusi tersebut memesankan bahwa informasi pribadi tidak boleh menyebar bebas melebihi konteks informasinya.
Saat coba-coba buka OpenAI, saya belum mendapati prosedur untuk menyimpan informasi pribadi dengan baik, atau memintaku untuk menghapusnya. Sebenarnya kita sudah memiliki UU ITE yang menjamin kerahasiaan informasi pribadi, sebagaimana negara-negara lainnya juga lakukan. Meskipun di Indonesia, keamanan data pribadi masih menjadi perdebatan hingga hari ini.
Kewajiban melupakan semua informasi ChatGPT yang tidak akurat bahkan menyesatkan adalah hak yang perlu perlindungan. Karena dari hasil pencarian di ChatGPT, sebagian diantaranya tanpa mengakomodir hak milik atau hak cipta. Contohnya, ketika saya memintanya, piranti ini menghasilkan beberapa bagian pertama dari buku Andrea Hirata, Guru Aini, hasilnya sebuah teks yang hak cipta melindunginya.
Alhasil, OpenAI tidak pernah membayar dokumen yang bersumber dari internet. Perorangan, pemilik situs web serta tidak ada kompensasi bagi produsen buku tersebut. Seperti kita ketahui, hari-hari ini bandrol harga OpenAI menyentuh angka US$29 miliar atau setara Rp 433 triliun, atau dua kali lipat lebih tinggi sejak 2021.
Baru-baru ini OpenAI merilis sebuah produk baru bernama ChatGPT Plus, sebuah paket berbayar sekaligus berlangganan dengan berbagai fasilitas yang baru. OpenAI merencanakan pendapatan dari paket terbaru ini sebesar $1 miliar setara dengan Rp 15 triliun di tahun 2024. Seluruhnya tidak mungkin terpenuhi tanpa dukungan data-data kita meski penggunaannya tanpa restu kita.
***
Sebelum saya menanyakan buku karangan Andrea Hirata, OpenAI meminta data privasi saya setidaknya akun email saya untuk bisa masuk. Pertanyaan privasi sejenis ini bisa Anda alami sebelum ChatGPT menjawab berbagai pertanyaan yang Anda perlukan. Tanpa kita sadari, selain akun email pun informasi-informasi sensitif lainnya kita berikan, lalu OpenAI meletakkannya ke domain publik.
Bagi pengacara akan memanfaatkan piranti ini untuk memeriksa konsep perjanjian hukum, atau seorang programer memerlukan sebuah kode. Selain kedua obyek itu, saat ini esai pun menjadi sumber utama informasi ChatGPT. Ketiganya memungkinkan untuk bisa berkembang lebih lanjut, apalagi bila menyertakan tanggapan atau permintaan orang lain.
OpenAI mengumpulkan cakupan yang luas dari informasi pengguna lainnya. Kebijakan privasi Perusahaan OpenAI mengumpulkan alamat IP pengguna, browser, data interaksi pengguna dengan situs, serta konten pengguna. Selain itu mereka juga mengumpulkan fitur-fitur yang berguna serta berbagai tindakan lainnya.
Aktifitas menulis saya dari waktu ke waktu serta pernah tayang di berbagai web pun dengan mudah termonitor oleh OpenAI. Tentu saja tidak hanya menulis juga aktifitas lainnya yang terhubung oleh internet akan dengan mudah terjelajahi. Kabar buruknya, pernyataan OpenAI membolehkan informasi pribadi pengguna ke pihak lain dalam jumlah tak terbatas, tanpa pemberitahuan, semata-mata untuk tujuan bisnisnya.
***
Banyak pakar menyebutkan ChatGPT merupakan titik kulminasi terendah bagi kecerdasan buatan (AI). Sebuah realita rekayasa teknologi yang mampu merevolusi sistem bekerja, belajar, menulis hingga berpikir. Sebangun dengan manfaat yang ada, OpenAI adalah perusahaan swasta pencari laba, tentu kepentingan komersialnya jauh melampaui kebutuhan masyarakat yang lebih besar.
Ancaman keamanan data pribadi terlanjur mematri pada ChatGPT. Dalam kondisi semacam ini, harus kita anggap sebagai peringatan dini. Prinsip kehati-hatian dalam membagikan informasi ke media sosial sangat penting, terutama situasi yang tidak bisa kita nafikan dalam penggunaan Teknologi AI yang kian masif.
Wahyu Agung Prihartanto, Penulis yang Nomaden.
1 Comment