Mengawal Lebaran Yang Ramah Lingkungan

Mengawal Lebaran Yang Ramah Lingkungan
Sumber foto: pexels-brett-jordan

Perayaan Idulfitri identik dengan saling memaafkan, saling mengunjungi kerabat atau sahabat. Kemuliaan hari raya mulai terasa beberapa hari sebelumnya, seperti lalu lalang pemudik di jalan raya memadati transportasi umum. Tua, muda, dan anak-anak berpesta kembang api pada malam hari menjelang idulfitri, sekaligus menandai berakhirnya Ramadhan.

Alih-alih melewati idulfitri melalui hal-hal positif, yang ada justru mengotori bumi. Dampak sisa makanan, debu kendaraan, limbah pakaian, sampah kembang api mencemari lingkungan hidup kita. Lalu, bagaimana mempertahankan kefitrian hari raya tersebut, maka saatnya kita menantisipasi dampak-dampak tersebut agar lebaran kembali pada tujuan awal.

Limbah Makanan

Berdasar rujukan global, setiap tahun kita membuang sampah makanan mencapai 1,3 miliar ton. Seluruh produksi makanan manusia, sepertiganya berpotensi menghasilkan delapan persen emisi gas rumah kaca dunia. Dari total 1,3 miliar ton tersebut, Indonesia berkontribusi food loss dan food waste ketiga setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Sepanjang 2000-2019 Bappenas merilis, bahwa Indonesia telah membuang sampah makanan sebanyak 23-48 juta ton setiap tahun, setara dengan 115-184 kilogram per penduduk setiap tahun. Selain Bappenas, tahun 2021 KLHK menyampaikan, bahwa sisa makanan menduduki komposisi sampah paling banyak, sebesar 29,1 persen dari total sampah. Tragedi sampah makanan perlu mendapat perhatian serius, mengingat bisa memunculkan penyakit karena wahana tempat perkembangbiakan kuman, termasuk memanggil selera hewan liar untuk mengkonsumsi limbah tersebut.

Kuman maupun hewan liar sangat berbahaya, karena mampu mengantarkan penyakit tertentu ke tubuh manusia. Teringat guru kimia saya waktu itu, pak Purwadi menyampaikan gas metana berasal dari makanan busuk, padahal zat tersebut menghasilkan gas rumah kaca. Metana yang beremisi secara berlebihan akan menyerap panas dua puluh lima kali lebih besar ketimbang karbondioksida.

Melimpahnya makanan saat berlebaran tanpa dukungan pengetahuan dalam mengelola dan menyimpan makanan yang baik menjadi salah satu faktor penyebabnya. Kemaruk belanja makanan serta memasak makanan dalam jumlah besar pun turut berkontribusi. Pemerintah penting menggalakkan beragam kampanye untuk mengedukasi masyarakat agar mengalokasikan makanan secara bijak.

Kampanye hemat belanja serta produksi makanan telah ada, meskipun masih sebatas slogan yang belum membumi. Di beberapa kota besar, penggiat sampah dari unsur masyarakat telah berupaya melakukan swadaya mendistribusikan makanan bagi orang yang memerlukan. Gerakan profesional ini berpeluang bertumbuh, apalagi karakter kedermawanan masyarakat untuk saling berbagi sangat tinggi.

Hentikan Kebiasaan Menyisakan dan Membuang Makanan

Jelaga Kendaraan Bermotor

Hari raya tidak bisa lepas dari sensasi mudik alias pulang kampung, selain volume kendaraan bermotor meningkat tajam, secara otomatis membarengi peningkatan debu knalpot setiap sepadan jalan. Pergerakan orang meningkat drastis, baik di kota-kota maupun desa-desa. Tanpa kita sadari, hal ini juga berpeluang memigrasi polusi dari perkotaan ke pedesaan, hingga pinggiran kota sekalipun.

Pemakaian kendaraan berbahan bakar bensin dan solar secara bersamaan semakin memperkeruh udara yang kita hirup. Walaupun bersifat sementara, tetap saja fenomena ini dapat mengganggu kesehatan serta lingkungan. Gesekan ban dan jalan bisa memicu munculnya debu sejenis karbon monoksida yang sangat lembut.

Jelaga dan debu sangat berbahaya bagi pernafasan karena bisa mengurangi angka harapan hidup, termasuk mengganggu kesehatan mental kita. Dan, ingat saat ini dunia sedang menghadapi isu perubahan iklim, naasnya kedua unsur tadi ikut mendorong percepatan perubahan iklim. Lagi-lagi, membutuhkan peran pemerintah dalam penyiapan transportasi masal berbasis eco green.

Pengendalian produksi kendaraan pribadi secara terukur penting, supaya pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, namun tidak meniscayakan perlindungan lingkungan. Kesadaran masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke masal sangat mendesak. Supaya, perilaku ber-idulfitri ini mampu mendorong perubahan sikap ke arah ramah lingkungan.

Kenaikan BBM dan Pertumbuhan Kohesi Sosial

Sampah Pakaian

Budaya menyemaraki idulfitri dengan tren baju baru. Salah satu faktor menerima tunjangan hari raya (THR) jauh sebelum hari raya tiba, supaya mereka cukup waktu membeli baju baru. Mall, gerai baju, toko, hingga e-commerce sering kali memanfaatkan momen ini sembari mengobral potongan harga.

Tapi, dalam situasi perubahan iklim serta pencemaran global, kita penting berwaspada, layakkah menumpuk baju baru yang dapat mengimbas pada penimbukan sampah. Tahun lalu, riset kecil-kecil di tempat kerja saya, membuktikan lebih dari setengahnya membuang pakaian bekas setiap tahun. Sumber lainnya menyebutkan, dua puluh lima persen responden membuang sepuluh helai pakaian bekas setiap tahun.

Pertumbuhan industri tekstil di tengah masifnya permintaan baju baru, turut mengontribusi kerusakan lingkungan. Selain itu, emisi gas rumah kaca di bumi akibat penggunaan energi secara berlebihan oleh pemrosesan garmen dan tekstil, memunculkan limbah tekstil jutaan ton setiap tahun. Limbah tekstil juga mengotori sungai-sungai sekitarnya, seperti Sungai Citarum di Jawa Barat, Bengawan Solo di Jawa Tengah, serta Sungai Brantas di Jawa Timur.

Citayam Fashion Week pada Peringatan Hari Anak Nasional

Kembang Api

Kilatan kembang api dan petasan sering melingkupi langit kita seiring perayaan idulfitri, meskipun tampak sekilas-sekilas. Kenikmatan sesaat tak sebanding dengan dampak lingkungan yang berlangsung sangat panjang. Lingkungan rusak akibat kandungan logam berat, karbon, serta bahan kimia lainnya akibat petasan dan kembang api.

Asap petasan dan kembang api dalam jumlah besar terbang ke udara, dapat mengganggu pernafasan saat kita menghirup. Sementara, saat partikel petasan dan kembang api turun ke tanah bisa merusak tanaman serta mencemari air sekitarnya. Partikel yang hinggap di pepohonan dapat mengganggu kehidupan burung dan hewan yang tinggal disana.

Anjing dan ayam termasuk jenis hewan yang sensitif terhadap letusan petasan yang memekakkan telinga. Perayaan idulfitri merupakan tradisi kekeluargaan, kasih sayang, sekaligus maaf-memaafkan. Rayakan lebaran dengan perilaku bijak, bukan saja terhadap sesama manusia, melainkan lingkungan hidup kita.

Sibling Rivalry ALa Tasya dan Tasyi

Selamat Berlebaran. Mohon maaf lahir dan batin.

 

Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo