Paradoks Kota Tua

Paradoks Kota Tua
Foto dari Pexels

Sebutlah Rio, seorang kepala keluarga yang berprofesi sebagai ASN dan tinggal di sebuah kota industri yang kotor dan bising. Otoritas pemerintah setempat berencana mengalihkan pusat industri ke sebuah tempat yang belum terjamah oleh tangan-tangan manusia. Rio dan ribuan ASN lainnya terancam “bedol kota” setelah kantor tempatnya bekerja turut tergusur.

Sejak muncul berita kepindahan, Rio mulai membayangkan tempat tinggal yang hijau, tenang, dan ramah. Telikungan polusi dan banjir yang rajin melanda kota, membuat Rio mulai membayangkan pemukimannya berada di kota sementara. Sambil mengemas barang, Rio pun merenung bahwa apapun keadaannya kini, sebenarnya kota ini telah banyak meninggalkan kenangan indah.

Rio masih berharap mendapat pekerjaan layak kelak, meskipun harapan tinggal harapan. Tidak seluruhnya sependapat dengan Rio, sebagian lainnya memilih bertahan hidup di kota banjir, dengan konskuensi mengungsi menjauh dari lokasi pekerjaan. Walapun, mereka tetap menyimpan harapan membaiknya pengelolaan lingkungan sosial di kotanya saat ini.

***

Rio adalah satu dari ribuan warga terdampak buruknya pengelolaan lingkungan sosial. Meskipun demikian, Rio sesungguhnya sedang menghadapi dilema, akankah ia meninggalkan kota yang telah menciderainya atau memilih bertahan sambil membenahi sesuatu. Pepatah bijak, “Kita harus mampu keluar dari zona nyaman”. Kecenderuangan Rio bertahan sembari memperbaiki keadaan menjadi bagian penting untuk mewujudkan pepatah tersebut.

Setiap wilayah memiliki problematika lingkungan sosial berbeda-beda. Kemacetan lalu lintas bisa berawal dari kesalahan mendesain tata kota, dan akibat lonjakan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Pada wilayah tertentu, justru gabungan dari kedua permasalahan yang tidak terelakkan karena kebijakan otoritas pusat.

Setiap kota tua perlu berbenah agar mampu keluar dari ketertinggalan. Pemimpin wilayah berupaya sekuat tenaga untuk kebahagiaan warganya, perbaikan transportasi umum menjadi salah satu tolok ukur. Para pemimpin wilayah dapat menumbuhkan tingkat partisipasi warganya sebelum memutuskan sesuatu, terutama yang menyangkut hajat hidup warganya.

***

Era konsumtif mendorong seseorang berbelanja barang secepat ia membuangnya untuk menggantinya dengan barang baru. Fenomena seperti ini menguntungkan pabrikasi mencetak barang sebanyak-banyaknya tanpa mendekatkan pada aspek kualitas. Kota bukanlah barang yang selesai pakai buang, sehingga pengelolaan perkotaan harus bermanfaat selamanya.

Alih-alih mempertahankan eksistensi sebuah kota, malahan menggerus peran kota demi sebuah ambisi. Otoritas perlu mendorong Rio dan kawan-kawan mengembangkan kotanya agar tidak tertinggal dengan kota lainnya. Infrastruktur baik, angkutan umum berbasis energi terbarukan, penggunaan mobil pribadi seperlunya, menjadikan kota yang terbarukan.

Penting membahagiakan Rio dan kawan-kawan agar tidak meninggalkan kota asalnya. Rio dan generasi selanjutnya berhak memperoleh kenyamanan kota hingga akhir hayat. Otoritas setempat mendorong kail sebanyak-banyaknya serta membiarkan warga menemukan ikan untuk melanjutkan hidup.

Pembangunan berkelanjutan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang cepat. Pembangunan menghasilkan terpenuhinya kebutuhan, namun tetap “wajib” mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan generasi berikutnya. Pada titik ini, kepiawaian seorang pemimpin menjadi taruhannya.

***

Otoritas pemerintah setempat perlu membatalkan kepindahan Rio dan aesen lainnya, dan mulai membenahi pembangunan kota. Membangun transportasi terintegrasi dapat mengurai pergerakan masyarakat secara merata. Pengolahan limbah secara efektif serta pemanfaatan sumber daya terukur untuk menunjang kualitas ketahanan hidup masyarakat perkotaan.

Kontribusi seluruh warga dalam menyelesaikan permasalahn sosial-ekonomi perkotaan sangat penting. Hal-hal sederhana seperti mengumpulkan sampah, memilah, lalu mengolahnya merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Tinggal sejauh mana komitmen pemerintah dalam menyajikan berbagai fasilitas dan regulasi untuk menyediakan sarana persampahan secara memadai.

Komitmen pemerintah juga diperlukan dalam membangun tata kota secara berkelanjutan. Investasi, pengembangan transportasi publik, penciptaan ruang hijau, serta perencanaan dan pengelolaan kota yang inklusif dan partisipatif. Pembangunan infrastruktur berbasis transportasi yang terintegrasi dapat meningkatkan aksesibilitas dan transportasi publik.

Cerita Rio mampu membelalakkan mata kita, bahwa membentuk kota baru bermanfaat, namun menyelesaikan kerumitan kota padat penduduk jauh lebih bermanfaat. Setiap pembiaran, sama halnya melakukan pengabaian terhadap nasib Rio dan warga secara keseluruhan. Rio dan masyarakat telah hidup di kota tersebut berpuluh tahun silam, mereka masih dapat bertahan di kota asalnya untuk melanjutkan kehidupannya.

Semoga tidak terulang kembali kisah-kisah Rio di masa mendatang. Rio dan kawan-kawan harus bangga dengan kotanya, meskipun tua namun setara dengan kota-kota lain di negeri ini. Pembangunan kota baru menarik, apalagi berada di kawasan hutan tropis serta sumber daya alam melimpah. Ambisius sekejap, setelah kita menyadari negara-negara lain kesulitan mempersiapkan perubahan iklim karena tidak memiliki hutan tropis dan SDA cukup.

Sekian,-