Flexing Yang Menghancurkan
Bulan februari 2023, kita telah dikejutkan dengan berita yang viral tentang kekerasan yang dilakukan oleh seorang anak pejabat pajak bernama Mario Dandy terhadap anak remaja berusia 17 tahun. Hampir semua media online membahas berita ini, bahkan akhirnya menguliti habis kehidupan pelaku dan ayahnya yang bernama Rafael Alun Trisambodo. Saking banyaknya pemberitaan negatif tentang mereka pastinya akan jadi membosankan kalau saya juga ikut membahas tentang tindakan kekerasan Mario Dandy.
Apa itu Flexing ?
Saya justru tertarik dengan gaya hidup flexing yang disematkan pada Mario Dandy dan keluarganya. Apa itu arti flexing? Menurut Cambridge Dictionary, flexing is to show that you are very proud or happy about something you have done or something. Artinya menunjukkan sesuatu yang dimiliki atau yang diraih, sering kita sebut dengan pamer yang dilakukan secara mencolok. Flexing tidak hanya berupa harta, tetapi juga bisa pencapaian yang diraih, bahkan juga relationship, tetapi mempublikasikanya dengan cara berlebihan.
Dampak Dari Flexing
Keluarga Mario Dandy, kerap memamerkan barang-barang mewah yang mereka miliki. Sementara ayahnya adalah seorang ASN, yang penghasilannya tidak sepadan dengan nilai barang-barang yang dipamerkan. Hingga akhirnya harus berurusan dengan KPK karena banyak harta kekayaannya yang mencurigakan, dan hal ini terungkap salah satunya akibat gaya hidup yang dipamerkan pada sosmed.
Masih ingatkah dengan kasus First Travel yang bergerak dalam bidang travel haji dan umroh? Kejadian ini terjadi pada tahun 2017, sebuah perusahaan travel yang dibangun oleh sepasang suami istri bernama Andika Surachman dan istrinya Anniesa. Awalnya mereka berhasil menjalankan bisnisnya, sehingga banyak konsumen yang mempercayakan uangnya untuk bisa berangkat umroh. Untuk memasarkan bidang jasanya, mereka menggunakan cara flexing dengan cara bergaya hidup mewah. Menunjukkan barang-barang mewah, bolak balik ke luar negeri dan gaya hedon yang membuat orang berdecak kagum. Tujuan awalnya hanya untuk meyakinkan para konsumennya, agar mereka percaya bahwa jasa travelnya aman. Tetapi ternyata mereka semakin tergiur untuk menggunakan dana para nasabahnya, agar bisa terus berlanjut menikmati gaya hidupnya. Hingga kebablasan yang akhirnya berujung berurusan dengan penjara, dan dijatuhi hukuman selama 20 tahun untuk Andika, 18 tahun untuk Anniesa.
Gaya flexing juga ditunjukkan oleh Crazy Rich yang berasal dari Medan yaitu Indra Kenz. Di usianya yang tergolong masih muda, ia sudah bisa merasakan bergelimangnya kemewahan. Ia memiliki beberapa kendaraan mewah, sebut saja Tesla Model 3, BMW Z4 Roadster, Ferrari F149 California, Hingga Toyota Supra pernah ia miliki dan sering ia pamerkan di akun Instagram miliknya. Pembelian barang-barang mewah itu berasal dari usahanya di bidang trading illegal bernama Binomo, trading ini telah banyak merugikan para konsumennya. Tetapi kembali lagi terjebak dengan gaya hidup yang tinggi, tetapi tidak peduli asal muasal kekayaannya didapat. Sehingga Indra Kenz harus berhadapan dengan kepolisian dan harus meringkuk di penjara selama 15 tahun.
Sebenarnya, gaya flexing dibutuhkan juga untuk bisa menarik konsumen. Karena terkadang banyak orang menaruh kepercayaannya ketika melihat kemewahan sang penjual jasa. Tetapi kalau tujuannya untuk niat jahat dengan melakukan penipuan, ini yang berbahaya.
Gaya Hidup Hedonisme
Gaya hidup Hedonisme ini yang kerap tidak lepas dari flexing, karena menikmati harta kekayaan adalah tujuan hidupnya. Kasus-kasus tersebut diatas adalah imbas dari sikap yang menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkan pengakuan dari khalayak, supaya gaya hidup mewah mereka bisa terlihat. Flexing bisa juga dilakukan untuk menambah rasa percaya diri seseorang, selama masih dianggap tidak berlebihan dimata orang lain.
Akademisi dan praktisi asal Indonesia Prof. Rhenald Kasali Ph.D sekaligus guru besar bidang Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi U.I, mengatakan bahwa orang kaya yang sesungguhnya tidak ingin menjadi pusat perhatian.
“Biasanya, kalau semakin kaya, mereka justru semakin menghendaki privasi, tidak ingin jadi pusat perhatian,” tuturnya lagi.
Menyikapi Fenomena Flexing
Sikap cuek perlu ditanamkan dalam diri ketika kita melihat beredarnya flexing di media social. Tidak perlu membanding-bandingkan rejeki kita dengan mereka, jadilah diri sendiri senyaman mungkin, dan tetap rendah hati.
Ketika kita melakukan flexing, pastinya kita berharap sebuah respon. Apabila pujian yang kita terima, tentunya menjadi diri kita melambung. Padahal sebuah pujian itu bisa membuat kita terlena, yang akhirnya perlahan bisa menjerumuskan kita pada kehancuran diri. Semua itu kembali lagi kepada niat kita di dalam diri atas apa yang akan kita publikasikan, dan setiap tindakan pastinya akan menjadi konsekuensi diri.
“Down to earth, no flexing zone”
Yuk, ikuti lini masa kami di Instagram captwapri untuk informasi terbaru lainnya!
Baca juga:
3 Comments