Rasa Gugup dan Pikiran-Pikiran Liar Manusia

Pikiran Bunga melayang. Tiba-tiba dia merasa gugup saat giliran namanya dipanggil panitia untuk melakukan proses audisi kontes menyanyi. Akhirnya dia menjalani proses audisi tersebut dengan hasil yang sangat mengecewakan. Latihan vokal dan bernyanyi selama 2 bulan yang khusus dilakukan untuk menghadapi audisi tersebut berakhir sia sia. Dia tidak diloloskan oleh para juri.

Sebenarnya Bunga adalah seorang penyanyi dengan kemampuan yang cukup baik dengan kualitas di atas rata-rata. Hanya pada audisi tersebut tiba-tiba dia dihinggapi rasa gugup yang berlebihan setelah melihat dua peserta audisi sebelumnya menampilkan materi audisi yang sangat bagus dan mendapat puja puji para juri, tiba-tiba mental Bunga “ngeper”. Dia lalu membayangkan hal yang tidak-tidak. Bagaimana kalau dibandingkan keduanya, penampilan dia akan dianggap biasa saja? Apakah juri akan tetap meloloskannya? Pikirannya lalu melayang kemana-mana. Dia ingin berbuat sesuatu agar penampilannya bisa sebaik dua peserta tadi. Semua yang dilatihnya khusus untuk menghadapi audisi ini buyar seketika. Kepercayaan dirinya runtuh dan hasilnya penampilannya jauh lebih buruk dibanding kemampuan dia yang sebenarnya, dan juga jauh berbeda hasilnya dibanding pada saat latihan. Bunga menyadari itu dan menerima keputusan juri walaupun pahit.

****

Apa yang terjadi pada Bunga? Dia dihinggapi rasa gugup. Hampir semua manusia pernah mengalaminya. Apa itu rasa gugup? Rasa gugup muncul ketika seseorang menghadapi sesuatu yang hasilnya berupa dua kemungkinan, bisa berakibat baik atau buruk. Bisa sukses atau gagal. Semakin besar skala persoalan yang sedang dihadapi maka potensi rasa gugup itu semakin besar pula. Bahkan di beberapa kasus yang ekstrim akibatnya bisa memicu stres pada yang bersangkutan. Ini karena otak merespon ancaman-ancaman yang bisa terjadi ketika hasil yang kita dapatkan dalam menghadapi sebuah persoalan berupa hasil yang buruk atau gagal, dan fenomena ini adalah hal yang alami terjadi pada manusia.

Banyak yang berpendapat bahwa rasa gugup itu berasal dari rasa takut. Tapi kegugupan sebenarnya adalah gabungan dari ketakutan sekaligus keberanian. Mengambil contoh yang terjadi pada Bunga, bila memang kegugupan itu hanya berbentuk rasa takut tanpa keberanian sedikitpun, maka tentu dia langsung mundur dari proses audisi tersebut. Namun Bunga tetap menjalaninya meskipun hasilnya mengecewakan.

Namun bagaimana bila seandainya Bunga mampu mengatasi rasa gugup tersebut? Kemungkinan besar dia akan tetap diloloskan karena dari awal dirinya adalah seorang penyanyi yang cukup bagus dengan kualitas di atas rata-rata terlepas dari penilaian para juri dengan dua peserta sebelumnya. Karena ini masih tahap proses audisi, belum sampai pada tahap kontes bernyanyi yang sebenarnya. Para juri mencari yang memiliki potensi, kualitas bernyanyi standar saja masih memiliki kesempatan untuk lolos audisi. Dari awal, Bunga sendiri memahami ini, hanya saja dia tidak mampu merespon atau mengelola perasaan gugup yang menghinggapinya dengan baik, sehingga berakibat buruk pada penampilannya yang dia presentasikan pada para juri.

Dari contoh kasus  di atas juga bisa disimpulkan bahwa rasa gugup muncul dalam bentuk pikiran-pikiran negatif, atau lebih tepatnya prediksi-prediksi negatif, yang pada akhirnya direspon oleh tubuh dengan perasan tidak nyaman. Orang yang dihinggapi rasa gugup akan mensimulasi kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam otaknya yang bisa terjadi pada dirinya. Apabila pikiran-pikiran liar ini dibiarkan menguasai mental orang yang sedang dihinggapi rasa gugup, maka kontrol pikiran dan emosi yang bersangkutan akan mengalami kekacauan, tidak sinkron dan kehilangan kemampuan menilai keadaan secara objektif.

Lantas apakah pikiran-pikiran liar ini bisa dikendalikan? Menurut para ahli hal itu bisa dikendalikan. Ketika kita dihinggapi rasa gugup, itu sebenarnya bukan akibat dari sebuah persoalan yang sedang dihadapai, rasa gugup ini pada dasarnya adalah sebagai tanda, indikator di mana otak dan tubuh kita sedang beradaptasi untuk bersiap melakukan respon terhadap persoalan yang sedang kita hadapi. Pikiran-pikiran liar dan negatif yang muncul dalam benak kita adalah prediksi-prediksi, dia adalah perkiraan, bayangan akan sesuatu, dan belum terjadi.  Lantas untuk apa mencemaskan hal-hal yang belum terjadi.

Poin berikutnya adalah bahwa sebuah persoalan yang muncul di hadapan kita sebenarnya sudah dalam perhitungan dan lingkup pengetahuan kita. Kita ambil contoh lain daripada audisi bernyanyi. Misalnya saat akan menghadapi ujian skripsi. Kita sudah memperhitungkan bahwa akan muncul berbagai pertanyaan oleh para dosen penguji yang harus kita jawab dengan benar. Mengetahui informasi ini, kita lalu belajar keras untuk menghadapi ujian skripsi tersebut. Setelah kita merasa bekal kita cukup maka kitapun mengajukan diri menyatakan siap menjalani ujian skripsi. Sedari awal kita juga sudah mengetahui bahwa hasil terburuknya, pada ujian terebut bisa saja kita gagal dan akibatnya harus mengulang. Tapi dengan bekal yang sudah dipersiapkan ujian skripsi tersebut tetap dijalani.

Dengan pemahaman dan sikap mental semacam ini, seharusnya rasa gugup beserta pikiran-pikiran liar yang mengikutinya bisa kita respon dengan baik, dengan nalar yang sehat dan penilaian keadaan secara objektif. Para ahli juga menambahkan bahwa kemampuan kita menghadapi kegugupan akan membaik atau memburuk seiring respon kita setiap kali menghadapi persoalan. Semakin terbiasa seseorang merespon rasa gugup dengan pikiran dan mental yang buruk maka rasa gugup ini menjadi semakin hebat juga di masa yang akan datang dan sebaliknya semakin sering kita mereapon rasa gugup dengan sikap positif maka semakin baik pula cara kita merespon persoalan persoalan yang akan kita hadapi di masa depan.

Sebuah pepatah lama mengatakan : ada dua serigala yang bertarung dalam diri manusia. Yang baik dan yang jahat. Serigala mana yang akan menang? Yang paling banyak kau beri makan.

-Mushab A. Aris-

Yuk, ikuti lini masa kami di Instagram captwapri untuk informasi terbaru lainnya!

Baca juga: