Minimalist Mindset

Cerita ini saya dapatkan dari seorang bestiku ketika aku dan dia lagi duduk bersama. Dia bercerita tentang didikan orang tuanya dan cerita dia sangat menarik bagiku. Karena tanpa sadar bestiku telah termindset dalam kehidupan selama tiga puluh tahun lebih dan mindset itu sangat berpengaruh dalam sikapnya. Cerita ini sangat disayangkan kalau hanya berlalu cerita saja. Oleh karenanya saya akan mengetik cerita ini dalam tulisan di layar laptop saya.

Sejak dari kecil, bestiku hidup dari orang tua yang mampu. Ayahnya bekerja sebagai karyawan BUMN dan Ibunya bekerja wirausaha dengan buka toko klontong di depan rumah. Cukuplah untuk menghidupi bestiku dan satu orang adik perempuannya. Beliau tinggal di Kota “Pahlawan” Surabaya sejak tahun 1987 sampai usia pensiun di tahun 2015. Di usia yang senja, orang tua bestiku ini aktif di Masjid kampung guna manabung kebaikan di sisi Allah SWT.

Masa kecil bestiku dari TK sampai SD, dilalui seperti anak pada umumnya. Disela waktu Bapaknya bekerja, Ibunyalah yang merawat bestiku secara telaten tanpa mengeluh. Di usia masih unyu – unyu tersebut, bestiku mengakui kalau dia orang yang sangat penakut dan cengeng. Terkadang juga agak mokong si. Begitulah anak kecil pada masanya. Suka mencari perhatian agar dapat teman dan uang jajan.

Beranjak usia memasuki SMP dan SMA, bestiku sudah memasuki usia pubertas. Usia yang mulai rodo mokong inilah, Ibunya mulai mengubah perilaku dan gaya komunikasinya pada bestiku. Di masa SMP, orang tuanya lebih cair dalam mendidik tapi masih tetap dalam pengawasannya. Pernah suatu kali bestiku merasa iri melihat temannya kesekolah naik sepeda motor. Lalu ceritalah bestiku pada ayahnya agar bisa dibeliin motor dan dengan senyum lembut, ayahnya cerita kalau belum saatnya memakai sepeda motor. Kalau bestiku sudah usia 17 tahun, maka ayahnya berjanji akan membelikan bestiku sepeda motor.

Di saat memasuki SMA, bestiku bilang lagi ke Bapaknya kalau pengen dibeliin HP Nokia yang lagi hits di masaanya. Akhirnya Bapaknya membelikan dia HP baru tapi HP yang dibelikan merupakan HP yang tidak sesuai dengan keinginannya dan tidak ada fitur yang canggih dalam HP tersebut. Yang terpenting bisa buat telpon dan SMS. Jujur bestiku sempat kecewa dengan Bapaknya tapi dia tidak berani melawannya dan dia tetap menerima HP tersebut dengan legowo.

Memasuki usia 17 tahun, Bapaknya menepati janjinya untuk membelikan sepeda motor. Sebelum beli motor, bestiku disuruh membuat SIM C dan disuruhlah latihan dengan tekun. Alhamdulillah, tidak butuh waktu lama bestiku memperoleh SIM C (murni hasil kerja kerasnya) dan Bapaknya membelikan dia sepeda motor sesuai janjinya. Disinilah bestiku mulai mengerti akan jalan berpikir orang tuanya.

Di masa SMA inilah orang tua bestiku setiap akhir pekan selalu mengajak dia dan adiknya melakukan kegiatan yang produktif. Pernah suatu kali ibunya mengajak bestiku ke Perpustakaan, bersepedaan bersama, berkebun di halaman rumah, mengajari memasak, ataupun bersih – bersih bersama.

Dan kalau orang tuanya ada rizky lebih, biasanya bestiku pergi bersama untuk liburan bersama. Sudah banyak tempat rekreasi yang sudah dia kunjungi bersama orang tuanya. Aku di perlihatkan bestiku di galeri foto androidnya waktu liburan bersama orang tuanya. Meski liburannya sederhana tapi bestiku senang karena pengalaman liburan bersama dengan orang tuanya, akan menjadi kenangan yang indah di kehidupannya.

Setelah bestiku lulus SMA, bestiku diajak ngobrol dengan orang tuanya. Bahwa bestiku diberi kebebasan untuk melanjutkan kuliah dimana saja. Asal masih di Kota Surabaya dan sekitarnya. Alhamdulillah, bestiku keterima di salah satu Universitas Negeri dengan jurusan Akutansi. Hal inilah yang menjadi rasa syukur bestiku pada orang tuanya yang selalu support atas potensi dirinya, tidak pernah mengekang berlebihan, selalu menepati janji, dan mebimbing anaknya untuk hidup apa adanya dengan kesederhanaan, atau bisa kita singkat hidup “Minimalist Mindset”.

Dengan hidup yang sederhana, menjadikan bestiku untuk selalu bersyukur atas pemberian Allah SWT, menjauhkan penyakit iri hati, dan membuatnya hidupnya lebih rileks. Bisa fokus untuk kuliah tanpa harus minta ini dan itu. Yang terpenting kita beli sesuatu sesuai dengan kebutuhan. Dan juga dengan Minimalist Mindset mengajarkan bestiku bahwa quality over quantity. Artinya bestiku harus fokus dengan tujuan hidup yang di support orang tuanya dengan maksimal kuliah dan mengembangkan potensi diri yang positif agar apa yang di capai bisa efektif dan berkualitas. Produktifitas yang berkualitas dalam hidupnya. Kan banyak tuh, banyak acara tapi tidak produktif.

Dalam hal pertemanan, bestiku sangat pilih – pilih. Dia memang mudah bergaul tapi tidak gampang untuk akrab dengan orang lain. Apalagi sampai curhat – curhatan. Bersyukurlah saya bisa akrab dengan bestiku ini. Karena bagi bestiku, pertemanan yang paling penting adalah kualitas pertemanan bagaimana bisa nyaman tanpa ada rasa julid diantara sesama. Percuma banyak teman tapi selalu julid di belakang.

Akhirnya bestiku selesai kuliah tepat waktu dengan nilai yang terbaik di tahun 2014. Saat moment wisuda, orang tua bestiku menangis karena bangga anaknya bisa menyelesaikan studinya. Begitupun juga dengan bestiku, dia sangat bersyukur bisa memiliki orang tua yang sangat sayang dan perhatian padanya. Dan selesai wisuda, seperti orang umumnya bestiku mencari pekerjaan dengan melamar kerja sana sani sambil tetap belajar psikotest dan memohon doa dari orang tuanya.

Tidak butuh waktu lama, bestiku keterima kerja di perusahaan BUMN di bidang perkapalan. Alhamdulillah, dengan dukungan dan doa dari orang tuanya bestiku banyak sekali diberi kemudahan dalam hidupnya. Dan dengan didikan orang tuanya dengan hidup Minimalist Mindset, bestiku menyadari bahwa hiduplah dengan sesuai kebutuhan tanpa berlebihan, tidak memilih teman yang toxic, dan fokus akan tujuan hidup kita.

Begitulah cerita dari bestiku, semoga cerita ini bisa bermanfaat bagi para pembaca semuanya.

 

Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!

Baca juga: