Salah satu karya bergenre romantis terbaik sepanjang masa adalah kisah cinta Romeo dan Juliet yang ditulis oleh Shakespeare. Seseorang lalu berkelakar bahwa Shakespeare membunuh kedua karakter tulisannya tersebut agar dia tidak perlu repot-repot menulis tentang konflik-konflik rumah tangga seandainya kedua karakter tersebut dibiarkan hidup. Karena kisah cinta mereka akan memudar dalam pernikahan. Seorang Lelaki dan seorang perempuan memutuskan menikah karena cinta, namun konon pernikahan tidak akan mampu bertahan hanya bermodalkan cinta. Ada apa dengan cinta?
Berbagai definisi tentang cinta selalu dinarasikan secara misterius dengan indah. Namun dunia sains menyimpulkan bahwa bentuk sebenarnya dari sensasi unik yang dirasakan oleh manusia bernama cinta itu adalah hasil kolaborasi hormon-hormon yang bekerja di dalam otak manusia. Dua hormon utama oksitosin dan dopamin lalu dibantu oleh hormon-hormon lainnya. Ketika otak merespon ketertarikan pada lawan jenis, hormon-hormon cinta ini terpicu dan menjadi aktif, maka muncul pengalaman yang kita sebut sebagai rasa suka atau bahkan jatuh cinta. Mekanisme ini sebenarnya adalah mekanisme reproduksi yang berorientasi seksual. Namun berbeda dari hewan, manusia memiliki properti mental tersendiri sehingga orientasi seksual ini dibungkus dengan nilai-nilai yang khas ada pada manusia. Itulah cinta dan pernak-pernik romantisme lainnya yang tidak hanya sekedar urusan seksual belaka.
Perhatikan bagaimana hormon-hormon cinta ini bekerja. Saat masih masa pacaran dan hanya bertemu sesekali, hormon dopamin menjalankan tugasnya dan muncul perasaan yang bernama rindu, ingin selalu bertemu. Begitu bertemu urusannya kencan, makan malam, nonton bareng dan berbagai kegiatan romantis lainnya. Hormon oksitosin menjalankan tugasnya dan terciptalah sensasi dan suasana romantis. Sensasi ini bahkan bisa kita rasakan saat menonton adegan-adegan romatis atau sekedar mendengar lagu lagu bertema cinta, karena kegiatan tersebut memicu aktifnya hormon-hormon cinta dalam otak kita.
Pada masa berpacaran hormon-hormon itu dipicu sering dalam posisi aktif. Lalu pasangan yang tadinya berpacaran memutuskan menikah agar suasana itu bisa mereka rasakan sepanjang hari, sepanjang waktu. Mungkin yg diinginkan sederhana, seperti happy ennding film-film romantis : dan mereka berduapun hidup bahagia selama-lamanya.
Fase awal pernikahan, suasana romantis ini bisa bertahan beberapa waktu, satu atau mungkin dua tahun. Lalu bisnis lainnya memasuki kehidupan rumah tangga sang pasangan. Urusan ekonomi, karir, hadirnya buah hati, lalu urursan-urusan receh seperti piring kotor, rumah berantakan dan sebagainya. Semua hal ini berpotensi memicu konflik dari skala kecil sampai skala besar.
Kebiasaan-kebiasaan buruk suami dan istri yang sebelumnya gaib pada saat masih pacaran, kini mulai terbuka satu-persatu. Adegan-adegan romantis mulai berganti dengan adegan-adegan perang dingin antara Amerika dan Rusia. Istri menjalankan operasi intelejen pada hp suami, suami melakukan analisa ekonomi rumah tangga tentang bagaimana strategi kebijakan keuangan yang dijalankan oleh sang istri. Kadang-kadang adegan perang dingin ini berlanjut sampai adegan perang dunia ketiga karena munculnya pihak ketiga misalnya.
Bagaimana nasib para hormon cinta? Hormon-hormon ini memasuki masa hibernasi, tidur panjang karena tidak pernah diberi kesempatan lagi dalam kehidupan pernikahan sang pasangan. Kadang-kadang mereka masih aktif menjalan tugasnya, namun hanya sesekali dan sebentar saja. Pasangan rumah tangga ini tidak lagi saling merindukan karena sudah berada dalam satu rumah. Lalu suasana romantis selalu dibajak oleh urusan-urusan lainnya yang lebih penting.
Pasangan memutuskan menikah karena perasaan cinta dan suasana romantis yang menyenangkan saat mereka masih pacaran, tetapi hal itu tidak bisa diandalkan dalam mempertahankan sebuah hubungan. Kesimpulan ini memang mengecewakan namun itu kenyataannya. Hormon-hornon cinta tersebut bersifat on-off.
Mempertahankan sebuah hubungan lebih mirip dengan mempertahankan sebuah bisnis. Akal sehat, rasa tanggung jawab, kegigihan dalam menghadapi pengalaman buruk dan berbagai bentuk penderitaan yang disebabkan oleh berbagai macam persoalan yang tidak jarang melibatkan emosi lebih dibutuhkan dibanding mengandalkan hormon-hormon cinta tersebut. Sehingga alasan memutuskan sebuah hubungan karena tidak lagi memiliki perasaan cinta adalah logika yang keliru. Karena pudarnya rasa cinta pada pasangan pernikahan bersifat alamiah bahkan bila pasanganmu orang paling tampan ataupun tercantik di dunia, mereka bukan malaikat. Meskipun perasaan cinta tersebut bisa memudar dan berasa hambar tapi tidak akan hilang.
Layaknya sebuah bisnis, pernikahan bisa berhasil karena kekompakan dan kerja sama tim, saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing lalu saling menambal kekurangan-kekurangan tersebut. Pernikahan sebagaimana bisnis juga akan mengalami pasang surutnya, triknya adalah dalam kondisi yang paling sulit sekalipun bagaimana caranya mencari jalan keluar agar jangan sampai bisnis tersebut sampai bangkrut. Sebagaimana kisah-kisah sukses pada umumnya tidak ada rumus maupun ramuan ajaib dalam mempertahankan sebuah pernikahan. Ujian dan tantangan harus dilalui agar hormon-hormon cinta tersebut bisa naik pangkat menjadi hormon-hormon kebahagiaan.
Kisah cinta Romeo dan Juliet berakhir menyedihkan. Kedua tokoh ini mati atas nama cinta namun kisah cinta mereka abadi selamanya. Akhir kisah cinta ini menyedihkan, tapi sekiranya kisah ini diakhiri dengan kehidupan dan pernikahan oleh keduanya apakah kisah mereka akan berakhir bahagia?
– Mushab A. Aris –
Hobi membaca dan bermain game
Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!
Baca juga:
2 Comments