Ku Titip Doa di Senja Temaram

Sore ini alam menyuguhkan lukisan yang sungguh indah. Temaram senja merona di angkasa, jingga. Di hadapanku terbentang hamparan persawahan yang luas. Warna kuning keemasan, pertanda masa panen akan segera tiba. Gemercik air sungai pun terdengar merdu bagai simfoni ditingkahi kicauan pipit yang bermain di dahan pepohonan.

Di selasar rumah, kunikmati secangkir kopi manis yang baru saja disuguhkan istri tercintaku. Angin yang berembus sepoi-sepoi terasa sejuk membelai tubuhku. Sembari melepas lelah setelah seharian lembur, kuseruput kopi manis itu. Kuletakkan kembali cangkir berlukis foto keluarga itu di atas meja, lalu kubuka gawaiku untuk sekadar mengetahui pesan yang baru masuk. Kubaca beberapa pesan baru pada benda pipih berwarna silver itu, kemudian kulanjut dengan berselancar di media Facebook.

Ada pemberitahuan baru pada layar benda pipih itu. Farhan sobat karibku, mengomentari salah satu postingan. Aku tersentak, ternyata dia baru saja mengomentari postingan seorang wanita yang pernah kukenal. Ya, dia adalah Aini Hapsari. Seseorang yang pernah mengisi hari-hariku. Kutatap foto pada postingan yang baru dikirim beberapa menit yang lalu. Tidak jauh berubah. Penampilannya masih sederhana, sama seperti aku mengenalinya untuk  kali pertama, sepuluh tahun yang lalu.

Anganku mulai berkelana pada kisah yang pernah terukir di antara kami berdua. Gadis manis yang aku kenal pada waktu semester tiga di fakultas ilmu pendidikan. Meskipun berbeda jurusan, namun tak sulit bagiku untuk menemuinya.

Semenjak mengenalnya, ada rasa berbeda tumbuh di sudut hatiku. Semakin hari semakin subur kurasa. Dia sangat berbeda dengan gadis yang pernah kutemui sebelumnya. Penampilan yang sederhana dan bersahaja, jika bicara hanya seperlunya saja, dia juga gadis yang taat beragama. Dan yang paling sulit kulupakan adalah senyumannya yang bak kembang gula. Pesona yang sungguh menggoda.

Berkat kesungguhanku, aku berhasil menaklukkan hatinya. Setelah Angga, teman seangkatanku, yang terpaksa mundur teratur dengan sikap dinginnya, patah hati. Demikain juga dengan Yuda, mahasiswa jurusan sastra, yang terpaksa mengubur harapannya dalam-dalam. Tak ada sedikitpun celah yang diberikan Aini untuknya. Aku merasa orang paling beruntung pada waktu itu. Aku pun merayakan keberuntunganku dengan teman indekosku.

Namun, hubungan cintaku tak bertahan lama. Sepuluh purnama berlalu berakhir kepedihan baginya. Luka yang kuciptakan dengan menjalin hubungan dengan gadis yang baru pindah ke kampusku. Aku yang terhipnotis kecantikan Tiara, seakan lupa akan ketulusan cinta Aini padaku, akan kisah yang telah kuukir penuh warna dengannya. Aku gelap mata.

Di suatu senja yang basah, di bawah gerimis yang turun mengguyur bumi, dia menyatakan rela mundur dari hubungan ini. Aku tersentak. Seakan baru tersadar dari mimpi yang panjang. Aku bimbang. Sejujurnya aku yang belum sanggup berpisah dengan Aini, namun kehadiran Tiara menciptakan lukisan indah di hatiku, juga tak mampu kutolak.

Aini mengalah demi kebahagiaanku. Dia pun berlalu di bawah gerimis yang makin deras membasahi bumi. Sekilas kulihat pada netranya mengalir butir bening yang tak kalah derasnya. Aku terpaku dalam kebisuan.

***

Suara azan magrib dari Musala Al-Ikhlas bergema, membuyarkan lamunanku pada kenangan bersama Aini Hapsari. Di senja yang temaram ini, kukirim doa untuk kebahagiaan bersama orang yang dicintainya, sosok yang mampu menjaga hati dan cintanya, selamanya.

 

PROFIL PENGARANG

Pengaranng dipanggil Yenni ini lahir di Padang, 21 November 1976. Diamanahkan sebagai seorang pendidik sejak 1 Desember 1999. Saat ini mengabdi di SDN 21 Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat. Pengarang bisa dihubungi di WA 081266114688 dan alamat surel [email protected] ya