Kaum Muda Dorong Politik Progresif

Kaum Muda Dorong Politik Progresif
Sumber Foto : Pexels

Langit senja Jakarta memancarkan warna oranye yang seolah mencerminkan transisi dinamis dalam politik Indonesia. Di sudut sebuah kafe di Menteng, sekelompok anak muda berkumpul, membahas isu yang kian relevan: “Bagaimana peran generasi muda dalam politik, terutama di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden?”

“Ini waktu kita,” ujar Raka, mahasiswa ilmu politik yang penuh semangat. Ia memaparkan pandangannya bahwa Prabowo, meski datang dari generasi yang lebih tua, telah membuka jalan bagi anak muda untuk aktif terlibat. “Kabinetnya banyak berisi kaum muda. Ini peluang besar untuk membawa perubahan nyata,” lanjutnya.

Namun, Siska, seorang jurnalis muda, menanggapi dengan skeptis. “Tapi lihatlah realitasnya. Orang-orang dari lingkaran keluarga dan kroni banyak memegang posisi strategis. Kalau begitu, apa bedanya dengan politik dinasti?” tanyanya dengan nada kritis.

Percakapan malam itu mengilustrasikan dilema generasi muda dalam menghadapi lanskap politik nasional. Di satu sisi, pemerintahan Prabowo membawa harapan baru dengan melibatkan anak muda dalam pengambilan kebijakan, mendukung startup, serta menyediakan ruang diskusi yang lebih inklusif. Beberapa inovasi yang lahir dari kontribusi generasi muda, seperti digitalisasi layanan publik dan program desa berbasis teknologi, adalah bukti nyata kontribusi mereka.

Namun di sisi lain, bayangan politik dinasti tetap menghantui. Nama-nama tertentu yang mendapatkan posisi strategis lebih karena hubungan personal ketimbang kompetensi memicu perdebatan. Fenomena ini memunculkan pertanyaan penting, “Apakah partisipasi anak muda di era ini benar-benar sebuah inovasi, ataukah hanya bentuk baru dari pola lama yang tetap bertahan?”

Diskusi di kafe itu berakhir dengan satu kesimpulan, jalan menuju perubahan tidaklah mudah. Generasi muda memiliki tanggung jawab besar, baik untuk mendorong inovasi maupun mengawasi agar politik dinasti tidak semakin mengakar. Meskipun pandangan mereka berbeda, Raka dan Siska sepakat bahwa partisipasi politik bukan hanya tentang menduduki kursi kekuasaan, tetapi juga memastikan kekuasaan berjalan sesuai prinsip keadilan dan transparansi.

Langit malam perlahan berubah menjadi gelap, namun semangat anak-anak muda itu tak surut. Era Prabowo mungkin menjadi babak transisi, tetapi bagi mereka, inilah momen untuk menentukan peran, sebagai agen perubahan, atau sekadar pengikut dalam permainan politik yang tak banyak berubah.

Gelapnya malam mulai menyelimuti langit Jakarta, namun semangat diskusi di hati Raka dan Siska terus berkobar. Bagi mereka, politik tidak lagi sekadar panggung yang didominasi elit tua, tetapi harus menjadi ruang yang dihiasi dengan semangat dan visi generasi muda. Meski begitu, peran ini bukan tanpa rintangan.

“Masalahnya,” kata Siska sambil melanjutkan percakapan, “Kita sering terjebak dalam optimisme berlebihan. Ketika ada anak muda yang masuk ke lingkaran kekuasaan, kita mudah percaya itu pertanda perubahan besar. Padahal, tanpa komitmen yang kuat, mereka hanya akan menjadi bagian dari sistem lama.”

Raka mengangguk, meski tampak sedikit tidak puas. “Kamu benar. Tapi bukankah ini justru kesempatan kita untuk memecahkan kebuntuan? Kalau kita hanya diam di luar, kita hanya menjadi penonton, bukan pelaku.”

Mereka pun sepakat bahwa jalan menuju perubahan tidaklah lurus. Sebagai generasi yang tumbuh di era teknologi, mereka menyadari keunggulan strategis yang ada padanya, akses informasi yang luas, kreativitas yang besar, serta kemampuan menggerakkan massa melalui media digital. Namun, keunggulan tersebut harus berguna dengan penuh tanggung jawab.

“Lihat saja gerakan-gerakan sosial yang kini mulai bermunculan,” Raka menambahkan. “Gerakan ini tidak butuh persetujuan dari para politikus senior. Kita bisa membangun kekuatan dari akar rumput, memberikan tekanan kepada mereka yang berkuasa.”

Siska tersenyum kecil. “Tapi, jangan lupa, Raka. Mereka di atas juga tahu cara memanfaatkan energi kita. Berapa banyak aktivis muda yang akhirnya bergabung dengan mereka, lalu kehilangan suara?”

Diskusi mereka malam itu berakhir dengan sebuah tantangan, “Bagaimana anak muda dapat memanfaatkan momentum kepemimpinan di era Prabowo untuk mendorong perubahan tanpa mengorbankan idealisme?” Mereka paham, yang terpenting bukanlah siapa yang memegang kekuasaan, tetapi bagaimana kekuasaan itu bermanfaat untuk kebaikan bersama. Dengan keyakinan penuh, mereka percaya bahwa penentuan masa depan sangat bergantung pada langkah-langkah hari ini.