RAINYXUS

“Sudah sepuluh tahun hujan tidak turun. Hari ini kita akan melihat penampilannya kembali!” Begitu tampilan teks berita berjalan yang terpampang di LED display bagian depan bus listrik.

Ziggy hanya bersikap apatis membaca kalimat over optimistik dan simplistis itu. Ia menekan tombol kecil di samping jendela untuk membuka kaca bus secara otomatis. Flying hovercraft milik tikus berdasi berputar-putar di atas gedung 75 lantai setinggi 382,9 meter. Tidak jarang ditemukan papan iklan raksasa yang memamerkan wajah orang beruang.

Sepuluh tahun kemarau panjang membuat kota gersang dan matahari menggarang. Debu-debu terbang dan sungai menjelma gumuk pasir yang malang. Ke mana bumi yang pernah hijau? Siang ini berita tentang hujan juga tersiar ke seluruh kota melalui robot penyiar kabar berkepala dua buah sirene setinggi 40 kaki—Sirene Head.

Ziggy terkesiap tatkala bus yang ia tumpangi mendadak berhenti. Kendaraan-kendaraan roda melayang super canggih di zaman modern parkir semau mereka. Norma lalu lintas terhapus sejak bergantinya peradaban, lalu lahirlah generasi-generasi baru yang sembrono.

Orang-orang kesetanan berhamburan keluar menjebol pintu bus, terkecuali Ziggy dan perempuan muda di kursi belakang. Ia lagi. Perempuan itu selalu saja muncul di setiap bab cerita Ziggy yang tidak rasional.

“Akhirnya, bumi hijau kembali!” sorak manusia-manusia modern berotak kuno seraya menengadahkan tangan dan wajah mereka.

Kemudian, sorot mata teduh laki-laki berpakaian kolot itu menangkap beberapa manusia aneh berdiri di atap gedung pencakar langit. Mereka berbaris mengenakan mantel tebal berwarna putih dan pelindung kepala bulat serupa astronaut. Penampilan setitik air langit yang mendarat di kaca bus sangat asing dengan warna hujan terakhir kali. Pekat dan berminyak.

Tatapan kosong Zoevie—perempuan bermata hazel di kursi belakang makin membuatnya pening. Ziggy menarik kasar kabel earphone yang terhubung ke telinganya. Alunan lagu pop rok klasik 90-an seketika berhenti.

Mereka sedang tidak hidup dalam dunia utopis. Sebaliknya, bisa dikatakan distopia karena dikuasai perasaan pesimistis dan kecemasan berlebih. Hati nurani telah mati. Manusia kehilangan sifat kemanusiaan, bahkan lebih nista dari binatang. Pengeksekusian mati antar makhluk menjadi sebuah prevalensi.

“Zoe, sadarlah!”

Sekelompok neuron di mesencephalon Zoevie langsung merespons panggilan Ziggy. Perempuan itu bergidik ngeri. Ironi. Mulut orang-orang menganga serupa anak burung yang berciap menunggu jatah makan. Mereka menyambut hujan dengan sukacita. Padahal, matahari masih sangar-sangarnya.

Tubuh seorang pria pemabuk berat seketika tumbang menggelepar disusul beberapa orang di sekitar. Bagaikan koneksi yang terhubung, satu per satu menyusul. korban terus berjatuhan menciptakan persepsi Ziggy bahwa hujan membawa epidemi misterius melalui kandungannya yang tidak biasa.

Diduga, satu tetes yang mengaliri kerongkongan mereka bukanlah 99,9% H2O atau uap air sebagaimana kandungan hujan. Melainkan, zat-zat berbahaya proyek terbaru laboratorium ilegal oleh Profesor Roring untuk mengurangi jumlah populasi manusia. Hal ini membawa keuntungan tersendiri bagi pemerintah. Populasi berkurang, maka lebih sedikit mulut yang harus diberi makan.

“Zi, mereka menggila!” Zoevie kalang kabut menutup kaca-kaca jendela bus. “Pintunya!!”

Satu per satu makhluk yang terinfeksi menerobos masuk sebelum pintu bus terkunci. Sial. Kecanggihan alat transportasi modern justru menimbulkan dampak buruk. Seperti optik, sensor yang terpasang pada pintu memancarkan gelombang mikro untuk mendeteksi objek di area jangkauannya, sehingga ia akan membuka dan menutup otomatis.

Ziggy dan Zoevie terjebak sekarang.

Laki-laki itu mengambil asal stik golf milik seorang penumpang dan mulai menyerang kelompok mutan secara membabi-buta. Sebisanya. Walau kenyataannya, ia hanya sedang menunda waktu untuk menjadi bagian dari korban proyek ilmiah bernama Rainyxus—hujan buatan.

Tidak sengaja Zoevie melihat dua ujung payung yang timbul dari balik kursi bus. Mungkin saja, pemiliknya mempunyai firasat buruk akan kabar burung yang merebak hari ini. Atau barangkali, ia memang membenci segala sesuatu yang tampak menyedihkan. Seperti hujan, ia berperan sebagai tokoh melankolia untuk menyamarkan air mata.

“Zi, aku akan naik!” pekik Zoevie sembari mengenakan masker N95 respirator.

Masker tersebut sudah ada sejak wabah Green-Flu Virus menyerang dan menjadi salah satu fasilitas gratis di bus modern. Masker N95 respirator digunakan sebagai perlindungan pernapasan untuk mencegah paparan partikel-partikel biologis udara, termasuk virus dan bakteri (mikroorganisme).

Ziggy menimpali di tengah-tengah kelimpungannya menghadapi kelompok mutan. “Jangan! Bagaimana kalau setetes zat asing itu menyentuh kulitmu dan menginfeksi?!”

“Tidak. Kenakan maskernya. Aku yakin itu bereaksi dalam tubuh jika tertelan atau menghirup udara yang terkontaminasi,” bantah Zoevie.

Akhirnya, perempuan itu membuka kap bagian atas bus berbentuk persegi. Pucuk payung lebih dulu muncul sebelum tangan dan kepalanya menyembul. Hal pertama yang ditangkap oleh matanya adalah kekacauan parah seolah-olah merupakan akhir dari kehidupan manusia.

Manusia-manusia hina kini berubah menjadi seonggok makhluk yang lebih hina. Kemudian, tidak lama Ziggy menyusul dengan penampilan tidak kalah kacaunya. Pakaiannya compang-camping terkoyak kuku-kuku mengerikan. Ia bahkan babak belur dengan darah melumur ke baju dan sepatu.

Manusia-manusia aneh di atas gedung itu mungkin melihat Ziggy dan Zoevie serupa dua buah jamur yang berkembang biak di musim dingin. Lalu, orang-orang yang terinfeksi laiknya kaum semut tanpa pemimpin. Mereka memencar ke berbagai arah tanpa tahu harus berbuat apa selain memakan sesama spesies.

Rainyxus menciptakan fenomena anthropophagus atau kanibalisme. Apa mereka tidak berpikir, mau di kemanakan mutan-mutan ini setelah semuanya menjadi bangkai? Mereka akan menjadi sampah busuk yang mencemari bumi.

Atau jangan-jangan, akan dijadikan pupuk organik untuk proyek ilmiah selanjutnya: penanaman pohon Surtoksi di sekitar kota. Pohon ini mengeluarkan gas beracun yang membuat iritasi pada kulit hingga menyerang pembuluh darah. Seperti tujuan proyek-proyek Profesor Roring sebelumnya, yaitu mengurangi jumlah populasi manusia.

Manusia-manusia pongah lambat-laun akan punah. Bumi kosong melompong. Lalu, makhluk-makhluk asing berukuran raksasa yang terkubur di dalam tanah selama ribuan tahun akan muncul kembali—menggantikan manusia sebagai penghuni baru planet ini.

“Zi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?” tanya Zoevie getir.

Ziggy hampir kehabisan ide. Namun, kualitas otaknya lebih baik dari Zoevie. Ia mulai mengambil langkah berani dengan melompat dari kendaraan satu ke kendaraan lain. Jalanan kota yang mengular padat cukup memudahkan mereka menghindari serangan. Kepala-kepala mutan dilangkahinya, bahkan beberapa dijadikan pijakan.

“Ayo, kita harus cepat! Payungnya meleleh!” seru Ziggy.

Kandungan aneh air hujan tersebut membuat payung mereka perlahan-lahan meleleh seperti permen. Beberapa tetes yang menjatuhi kulit Ziggy terasa panas dan perih. Rainyxus bukanlah benar-benar hujan buatan yang jatuh dari langit, tetapi semprotan selang besar tabung air raksasa di atas gedung.

Ziggy dan Zoevie saling berpegangan tangan. Namun, tidak semua kendaraan saling berimpitan. Jarak antara dua atap mobil di depan mereka cukup menguji adrenalin. Sementara, Zoevie ragu karena langkah kaki perempuan tidak selebar laki-laki. Ia takut tidak bisa menyeimbangi Ziggy.

“Ah! Zi, tolong aku!!”

Kaki Zoevie tidak sampai ke ekor mobil di depannya. Ia tenggelam di antara makhluk-makhluk mengerikan dan menjadi makanan mentah para kanibal yang lapar. Mereka menggeram mengeluarkan bunyi-bunyi aneh; kepuasan bengis. Jumlahnya terus bertambah begitu mencium aroma darah.

“Tidak! Zoevie …!” Ziggy putus asa.

Namun, sekarang bukan waktunya menangisi sebuah kehilangan. Payung makin meleleh. Mutan makin menggila. Kota kacau-balau. Ia tetap harus berjalan ke depan untuk menyelamatkan diri, walau langkahnya berat meninggalkan Zoevie yang tengah menjadi makanan mentah para kanibal.

Ziggy berbisik, “Zoe, akan ada hari di mana hujan turun dengan alasan sederhana. Awan-awan mencair karena menangisi kepergianmu.”

Dalam hitungan sekon, tiba-tiba terdengar bunyi “Ctak!” bak clapperboard serentak dengan kedipan mata. Namun, Ziggy bukan sedang bermain di lokasi shooting memerankan film aksi. Saat itu juga dunia kembali ke tahun-tahun sebelumnya. Di mana, bumi masih hijau dan ia tengah menumpangi bus kota bersama Zoevie menuju kampus seperti biasa.

Rainyxus, epidemi misterius. Pasti ada serum atau antibodi untuk menghentikan penyebaran virus!” pekik Ziggy.

Ucapannya berakhir mendapat dampratan serius dari Zoevie. Perempuan itu mengira temannya sedang meracau karena bermimpi aneh di dalam bus. Bukan hanya sekali. Kemarin, Ziggy tiba-tiba memulai diskusi ilmiah tentang mengembangkan ide yang mampu menjadi solusi kepunahan manusia.

Ia akan menciptakan rahim sintetik dan menguji coba proyek tersebut terhadap simpanse, sebelum kemudian mentransplantasikannya kepada pria untuk melakukan inseminasi buatan. Mengingat, kemiripan DNA mereka mencapai 98% dari DNA manusia. Laki-laki akan mengambil peran utama sebagai pe-repopulasi manusia di masa depan.

“Mana mungkin laki-laki bisa hamil dan melahirkan!” Zoevie memasang wajah muak setiap kali mendengar cerita Ziggy tentang ramalan masa depan yang dikata tidak masuk akal.

Laki-laki itu memiliki kemampuan tidak biasa; bisa menerawang peristiwa di masa lampau ataupun mendatang. “Semua yang tidak mungkin, akan menjadi mungkin di masa depan. Lihat saja, bumi yang berpakaian hijau dedaunan kelak akan menjadi savana yang merindukan hujan.”

Bogor, 22 April 2023

 

Selamat hari bumi sedunia. Mari jaga bumi kita agar tetap hijau dan bersih. Singsingkan lengan bajumu karena kita punya planet untuk diselamatkan.

 

Bionarasi:

  1. Laila merupakan seorang novelis, cerpenis, dan penyair muda kelahiran Bogor, 06 Juni 2004. Ia mulai terjun ke dunia sastra sejak usia 13 tahun. Karya-karyanya yang telah terbit ialah: Skizofrenia, Gadis Peraih Mimpi, Suami Nyebelin, CEO Nyebelin, (bukan) Laila Majnun, Gadis Tteokbokki dan Cowok Mochaccino, dan The Journey of a Governor Princess.

 

Selain menulis, ia juga aktif sebagai content creator. Silakan kunjungi laman Facebook (N Laila), Instagram (@lolliliaa_18), dan Tiktok (lolliliaa_) untuk melihat cerita-cerita terbarunya.

Penulis: N. Laila

Email: @[email protected]

No. Telepon: 0857-7538-2355

 

Baca juga:

Ikuti terus lini masa captwapri untuk informasi menarik lainnya!