Ulas Buku
Judul Buku : The Kite Runner (Sampul baru,2018)
Karya : Khaled Hosseini
Jenis : Fiksi,Novel
Penerbit : Mizan,November 2018
ISBN : 9786024021283
Kisah Persahabatan dalam Novel The Kite Runner
Oleh: Fataty Maulidiyah
Channel Positif yang saya lihat tayangannya dengan durasi 3 menit beberapa waktu lalu sangat mempengaruhi saya . Tentang anak laki-laki Afganistan 12 tahun yang sedang mengupas kentang satu karung dan diirisnya dengan suatu alat yang praktis untuk menjadikannya kentang goreng. Ya, sebuah tayangan yang sebenarnya bertema Street Food namun, entahlah saya tidak sedang fokus dengan hal itu.Penampilan anak yang tampan dengan pakaian khas Afganistan seketika menyentuh benak saya dan memanggil suatu memori yang lama tersimpan dan hampir terlupakan.
Sebuah memori tentang kisah yang saya baca dari sebuah novel paling menyentuh dan merampok hati saya. Menguras airmata dan menjadikannya adegan demi adegan itu muncul kembali pada ingatan.Tentang kisah persahabatan dua anak lelaki yang paling mengharukan dan menyedihkan. Yang saya baca dari sebuah novel paling mengharukan. Saya memang telah membaca beberapa buku, namun tidak banyak menurut saya.
Sebuah buku terkadang hadir dengan fantasi luar biasa, cerita kepahlawanan yang apik, dan penuh visi besar, yang kesemuanya menantang keberanian kita untuk melihat dunia di luar diri kita.Sedangkan buku yang lainnya datang lebih halus, lebih bijaksana, mengajak pembacanya berpikir dari dalam dirinya, memberinya kekuatan untuk menanyakan hidup, kepercayaan, Tuhan, cinta, politik, atau apapun yang mungkin ada dalam pikiran pembacanya.
Novel “The Kite Runner”, karya Khalid Hosseini yang waktu itu saya pinjam dari seorang teman ini memiliki kedua karakter tersebut. Sebuah novel yang berani, kuat, menyentuh, dan bertaburan persoalan-persoalan moral.Saya membacanya sekitar tahun 2007 atau 2008, saya lupa. Saya juga melihat versi filmnya. Kedua-duanya hebat.
The Kite Runner ini merupakan sepenggal kisah tentang persahabatan, pengkhianatan, kehormatan, pengampunan, dan nilai-nilai sosial dengan sejarah Afghanistan modern sebagai latar belakang ceritanya. Ini adalah sebuah gaya berkisah yang mengingatkan kita pada penulis-penulis Rusia abad ke-19.Gaya bertutur yang berani dan gentle dalam novel ini juga mengingatkan lebih jauh akan gaya berkisah Boris Pasternak dalam Dr. Zhivago. Juga mengingatkan saya akan novel Midaq Alley karya Naguib Mahfoudz. Bedanya, narasi yang digunakan Hosseini terasa lebih halus, familiar, dan mudah diikuti.
Dua lelaki, satu rahasia. Novel ini mengisahkan tentang persahabatan yang tak terlupakan antara dua anak laki-laki yang hidup di Kabul :Amir dan Hasan.Mereka tumbuh di rumah yang sama, berbagi atap bersama namun, hidup dalam dunia yang berbeda.Amir adalah anak terpelajar orang kaya Muslim-Sunni dari etnik Pashtun. Sedangkan ayah Hasan adalah pelayan di rumah Amir. Hasan adalah seorang Muslim-Syiah dari etnik Hazara, sebuah kaum minoritas di Afghanistan.
Di balik perbedaan itu, mereka hidup layaknya saudara.
Hosseini melukiskan kehidupan Afghanistan pra-revolusi dengan penuh kehangatan dan selera humor yang tinggi. Namun, pertentangan antar etnik juga tergambar sangat menyayat hati dalam novel yang bersetting lebih dari tiga puluh tahun yang lalu ini.
Masa kecil Amir dan Hasan diliputi dan dipenuhi dengan kisah dan permainan layang-layang di Kabul. Hasan dan Amir adalah pengejar layang-layang (The Kite Runner) yang handal.Alkisah, ketika pesta adu layang-layang terbesar diadakan, Amir dan Hasan menjadi pemenangnya. Namun, peristiwa itu ternyata sekaligus mengakibatkan sebuah kejadian rahasia yang memilukan, yang akhirnya menyebabkan terjadinya perpisahan mereka setelah lebih dari dua puluh tahun bersama.
Sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh Amir dan Hasan.
Simbol ‘layang-layang’ yang digunakan Hosseini dalam The Kite Runner untuk mengungkapkan apa yang terjadi pada sejarah sosial Afganistan, gitu sederhana namun menyentuh. Sebuah tradisi yang lahir dari negeri yang tandus dan senantiasa bergulat dengan pendatang. Negeri gurun ini dikenal dunia sebagai negara yang misterius, terutama pasca-serangan 11 September 2001 di AS dan didaulatnya kaum fundamentalis di Taliban. Afghanistan telah mengalami masa-masa Monarki, Demokrasi, pengasingan dan perang saudara yang terus bergejolak hingga kini.(Saya kutip dari berbagai sumber).
Maka, novel mengabarkan pada dunia tentang sejarah Afghanistan. Sebuah kisah yang mampu membuat perasaan kita teraduk-aduk.Kepedihan-kepedihan yang dengan sangat detail diungkapkan oleh Hosseini akan terasa begitu pedih dalam benak pembaca. Saya memiliki sudut pandang berbeda ternyata setelah tadi melihat 15 menit film versi reviewnya, terutama bahwa dalam film ini mengangkat sebuah latar belakang sejarah dan harmonisnya sebuah perbedaan di Afganistan saat itu sebelum datangnya orang-orang Rusia.
Saya fokus mengingat pada adegan paling memilukan dan menyentuh, yakni ketika tokoh Hassan, yang ingin memberikan hadiah pada sahabatnya Amir Khan, yang nota bene anak majikannya, sebuah layang-layang putus dari hasil perlombaan.Hassan dikenal sebagai pengejar layang-layang setiap ada festival layangan.
Dan pada hari ulang tahun sahabatnya itu ia ingin memberinya hadiah, dikejarnya mati-matian layang-layang itu dari lorong ke lorong yang tandus, sampai di suatu sudut yang buntu Hassan dihadang 3 anak berandalan yang hendak merampok layangan itu.Hassan menolak sekuat tenaga, sampai terjadilah suatu kesepakatan tragis, Hassan harus rela disodomi.
Pada adegan dia meninggalkan tempat itu, sambil membawa layangan besar yang akan diserahkan pada sahabatnya, tetesan darah itu keluar sepanjang langkahnya. Darahyang keluar dari bagian belakang pahanya.Dengan bangganya dia bisa menyerahkan hadiah itu pada Amir Khan, dan dia tetap menahan perih juga pedihnya rahasia itu sepanjang hidupnya. Pesan dari novel ini sebenarnya lebih dari sekadar sebuah persahabatan akan tetapi ia juga bicara tentang menjaga kehormatan, loyalitas, kesetiaan dan kasih sayang dalam berbagai perbedaan yang kontras.
Sebuah kisah yang bisa menginspirasi dan memotivasi lahirnya kisah-kisah lain yang bisa membangkitkan ingatan akan pentingnya nilai kemanusiaan, universal dan pendidikan.Yang mungkin perlu disajikan untuk generasi masa depan sebagai bentuk keprihatinan betapa keringnya jiwa-jiwa mereka dari indahnya nilai-nilai kemanusiaan dan keilahian***
MAN 2 Mojokerto, 7 Desember 2022
07.35
Penulis : Fatatik Maulidiyah
Editor : Wahyu P
Foto : Toko Buku Shopee
4 Comments