Usia Pensiun 59 dan Momongan. Kebijakan menaikkan usia pensiun menjadi 59 tahun membawa dampak yang beragam, baik secara ekonomi maupun sosial. Salah satu aspek menarik terkait kebijakan ini adalah pasangan muda. Mereka cenderung menunda atau enggan untuk segera memiliki anak.
Kenaikan Usia Pensiun
Melalui perpanjangan usia pensiun, pemerintah dan perusahaan bertujuan memanfaatkan tenaga kerja berpengalaman lebih lama. Hal tersebut sekaligus meningkatkan produktivitas serta memperkuat stabilitas dana pensiun. Di sisi lain, kebijakan ini juga berarti individu harus bekerja lebih lama sebelum memasuki masa pensiun. Kondisi ini berpotensi memberikan rasa aman finansial yang lebih dini bagi generasi muda. Sehingga mereka memilih “bersantai” karena guyuran kenikmatan stabilitas pendapatan para orang tua pekerja.
Keputusan Memiliki Anak
Keputusan pasangan muda untuk menunda memiliki anak penyebabnya oleh beberapa faktor. Beberapa di antaranya, karena ketidakpastian ekonomi, tingginya biaya hidup, tekanan pekerjaan, dan risiko di masa depan. Seandainya Perusahaan tempat saya bekerja memperpanjang usia pensiun menjadi 59 tahun, anak dan menantu akan mendapat dua dampak signifikan.
Pertama, dukungan finansial dari orang tua yang masih bekerja. Alih-alih bekerja hingga usia 59 tahun, orang tua berpeluang memberikan dukungan finansial kepada pasangan muda. Dukungan itu bisa langsung, maupun dalam bentuk bantuan pengasuhan anak. Sehingga, hal ini dapat mengurangi tekanan finansial pasangan muda dalam merencanakan kehadiran anak.
Kedua, perubahan ketersediaan orang tua. Orang tua yang bekerja lebih lama, membuat pasangan muda kurang mendapatkan dukungan pengasuhan anak. Kondisi ini memaksa pasangan muda lebih mandiri, sehingga memengaruhi keputusan pasangan muda menunda memiliki anak hingga situasi mereka stabil.
Dinamika Sosial dan Psikologis
Selain di atas, muncul juga tantangan dari aspek sosial dan psikologis. Sebagian pasangan muda memilih menunda memiliki anak karena alasan risiko kesehatan. Situasi demikian, terutama bagi perempuan yang terpengaruh oleh usia biologis. Sebaliknya, beberapa pasangan mungkin terdorong untuk memiliki anak lebih cepat. Sejak mereka menyadari dukungan orang tua hanya tersedia dalam jangka waktu terbatas sebelum mereka pensiun.
Maka, pendekatan menyeluruh terhadap penerapan kebijakan kenaikan usia pensiun ini sangat penting. Salah satunya, melalui pertimbangan cermat agar pasangan muda tidak menerima dampak negatif. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi, tetapi juga memastikan terpenuhinya kebutuhan sosial masyarakat, terutama pasangan usia produktif.
Penguatan Dukungan Kebijakan untuk Keluarga
Solusi lain untuk menjembatani kenaikan usia pensiun dengan kebutuhan pasangan muda, bisa melalui penguatan kebijakan yang berorientasi keluarga. Pemerintah bisa memberikan insentif kepada pasangan yang memutuskan memiliki anak lebih awal. Hal ini, dapat berupa bantuan biaya pendidikan anak, atau pengurangan beban pajak keluarga. Selain itu, memberi kemudahan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi.
Perusahaan penting memberi kontribusi melalui implementsi kebijakan kerja untuk mendukung keluarga. Pekerja membutuhkan ramah perusahaan, seperti jam kerja fleksibel, opsi kerja dari rumah, dan fasilitas penitipan anak di tempat kerja. Langkah-langkah ini membantu pasangan muda mengatur waktu dengan lebih baik, dan meringankan tanggung jawab pengasuhan anak.
Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Publik
Permasalahan sosial dan psikologis yang memengaruhi keputusan pasangan muda untuk menunda memiliki anak dapat teratasi melalui peningkatan edukasi masyarakat. Kampanye informasi yang menyoroti keuntungan memiliki anak di usia produktif, risiko menunda kehamilan serta pentingnya dukungan lintas generasi dalam keluarga. Hal ini, dapat memberikan perspektif lebih luas bagi pasangan muda dalam membuat keputusan.
Kampanye tadi sekaligus edukasi mengubah stigma peran gender dalam pengasuhan anak. Meningkatkan keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak dapat mengurangi tekanan fisik dan emosional pada ibu. Secara langsung dan tidak langsung, kondisi ini membuat pasangan merasa lebih siap untuk memiliki anak.
Harmonisasi Kebijakan Ekonomi dan Sosial
Kebijakan peningkatan usia pensiun menjadi 59 tahun dapat menciptakan peluang untuk memperkuat stabilitas ekonomi. Dampak terhadap keputusan pasangan muda untuk memiliki anak sangat bergantung pada situasi finansial, dukungan keluarga, dan kondisi psikologis mereka. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu menyertakan program yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan keluarga. Cuti melahirkan yang memadai, subsidi pengasuhan anak, dan akses fasilitas anak yang terjangkau, merupakan beberapa di antaranya.
Kenaikan usia pensiun seharusnya tidak menjadi penghalang bagi pasangan muda untuk merencanakan memiliki anak. Dukungan kebijakan yang mengintegrasikan aspek ekonomi dan sosial dapat memberikan optimisme bagi pasangan muda dalam membangun kehidupan berkeluarga. Keberhasilan kebijakan ini pada akhirnya bukan semata ukuran stabilitas keuangan, melainkan keberlangsungan generasi, dan/atau kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Melalui pendekatan ini, diharapkan pasangan muda lebih siap menghadapi tantangan dalam memiliki anak tanpa harus menunda rencana mereka terlalu lama. Terakhir, niscaya kebijakan ekonomi yang efektif terpenuhi, tanpa memperhitungkan realitas sosial. Tujuannya, adalah keparipurnaan keseimbangan lintas generasi.
Tinggalkan Balasan