Aku tersedak ketika minum air dosa
Geloraku memuncak napasku kian tersengal
Seperti candu tentang rindu yang mencekik
Mengingat gurauan rindu bagiku seperti dopamin yang tak aku nikmati
Pisau belati menusuk relung rindu
Senjata-senjata menembakiku hingga rinduku bolong-bolong
Dinding rinduku tersakiti, terasa sesak menghujam hari-hari
Diri enggan bersemangat
Halusinasi mengelana entah kemana
Hatiku pilu ditusuki derita rindu
Piluku diselimuti derita benci
Jalanku terhalang oleh benci
Egoku seperti awan hitam bernoda dosa
Tak kuat aku menahan tangis derita
Perlahan menggerogoti batin yang tersakiti oleh kejahatan rindu
Dua tangan mengangkat langit berdoa pada pemilik alam semesta
Berharap ia menjawab doa hamba
Yang teraniaya karena rindu yang kunjung menyiksa
Fatwa Rindu
Mengingat….
Undang-undang kerinduan yang telah tertuliskan di master server Lauhil Mahfuz
Lupa dan alpanya sebagian manusia akan pentingnya mengamalkan rindu pada kelokan-kelokan tertentu dalam hidupnya
Kian maraknya sarana dan prasarana, cetak atau digital, yang merintangi rindu untuk menancapkan kaki dan kukunya
Menimbang….
Semakin banyaknya laporan tentang kehilangan, oplosan dan ataupun kekeliruan rindu di tengah-tengah masyarakat kita
Kian maraknya kasus-kasus cacat, patah, encok, dan atau terkilir rindu dalam praktek-praktek kita berdaulat maupun bersyarat
Semakin luas, terstruktur, dan sistematisnya kampanye anti-rindu yang diusung oleh pihak-pihak tertentu, utamanya para jomblo atau mereka yang fakir asmara
Memutuskan….
Berdasarkan surat sekian ayat sekian, hadis ini dan juga itu, pendapat ulama rindu maupun ulama risau, maka:
“Hukum rindu adalah wajib bagi setiap individu-individu yang telah berakal dan mimpi basah”
Setiap rindu adalah benar sekaligus unik. Untuk itu, tiap-tiap individu tidak diperkenankan memaksakan kehendak rindunya kepada rindu pihak lainnya
Persengketaan yang pecah antar rindu, hendaklah diselesaikan dengan cara yang seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya
Demikian fatwa ini dikeluarkan, tanpa diminta atau dipaksa, semoga menjadi pedoman bagi semua: para perindu atau perisai, mereka yang jomblo ataupun fuqara asmara
Kerinduan Puan
Tiba-tiba muncul sepercik kerinduan
Rinduku tak begitu merepotkan
Hanya sebatas keinginan
Untuk bisa menikmati kopi dan duduk berhadapan
Iya, sebatas keinginan
Tanpa perlu diwujudkan
Karena aku sadar diri, tuan
Merindukanmu adalah hal yang tak seharusnya aku lakukan
Mengingat ada seorang puan dipelukan tuan
Jangan Menahan Rindu Terlalu Lama
Semilir angin berpadu dengan kicauan burung-burung kecil
Beterbangan merendah mencari ranting-ranting pohon yang nyaman
Membawa aneka ornamen alam untuk membiat sarang tempat mereka berteduh
Bersama keluarga kecil yang dibinanya
Melindungi telur dari kejaran pemangsa agar menetas pada saatnya yang tepat
Juga alunan nada lain oleh gemerisiknya pepadian yang bergoyang tersapu angin
Dalam bulir-bulir yang berisi membuatnya makin menunduk saat angin menyapanya
Berusaha menyembunyikan butiran bernasnya dari kejaran burung-burung kecil pencari makan
Juga pemandangan para petani bertudung kala siang menyengat
Berusaha tabah dan penuh semangat
Menantikan masa panen penuh tuaian
Setelah masa-masa bertanam dan merawat padi dalam kesabaran pun penuh ketelatenan
Berdoa agar tiada wabah dan bencana menghambat masa bahagia
Saat musim menuai tiba
Juga gemericik aliran air sungai kecil yang terkadang dihuni ikan
Tempat menyeleraskan penat dari seharian berkubang lumpur di persawahan
Membuai rasa dingin menelisik hingga ke hati sejuknya air di sungai pedesaan
Dengan pepohonan rimbun di sekitar tepiannya
Ah betapa indahnya suasana kala senja tiba di sana
Semua itu sungguh berkejaran di anganku
Melintasi awan-awan penatku pada nyatanya kehidupan masa kini
Saat kuputuskan mencari sekedar sesuap nasi
Di tempat nan jauh dari semua keindahan dan keasrian kampung halaman tercinta
Beradu dengan penat udara ibukota
Pun hiruk pikuk dunia penuh kecemasan terjangkit corona
Kini menggebu-gebu rasa rindu di kalbu
Akan desa kelahiran yang kutinggalkan lama
Ingin aku segera pulang menuju kampung tercinta
Ku tak mau lagi menahan rindu terlalu lama
Riuh Yang Semu
Kau tercenung menatap matahari yang terbenam di ujung pulau
Lebih dari itu, aku terpanah melihat senja yang tenggelam di retina matamu
Saat hari gelap, matahari terlelap
Matamu mengembun menyiratkan ratap
Sesuatu akan meledak di rongga dadamu
Beribu tanya-tanya dalam kepala menyerbu
Kau terdiam, kaku
Lidahmu bergetar, kelu
Ada yang lebih kau benci dari gelap
Terang yang fana
Riuh yang semu
Dan bayang yang perlahan lindap
Kau tergelak dalam buaian gelap
Tak ada yang menyadari matamu sembab
Tak tersentuh pipi basahmu
Kau bebas patah sejadi-jadinya
Kakimu terseok-seok berlari
Bayangmu tertimbun labirin sunyi
Semakin jauh
Semakin tak terjamah
Ada yang lebih kau takuti dari senyap
Tawa yang palsu,
Bahagia yang terbungkus empedu
Dan bebas yang terbelenggu
Kau ingin mendekam dalam labirin sunyi itu
Matamu lebih tenang dengan gelap
Ragamu damai dalam senyap
Dibanding harus menyantap riuh yang semu
Jika riuh bagimu semu
Tak masalah aku memekat menjadi gelap
Yang melebur dalam darahmu
Mengabadi bersamamu
1 Comment