Alasan Kapal Tanker Iran Melakukan Transhipment di Tengah Laut (Bagian 1)

Coast Guard : Akan Dibawa Kemana?
Foto Koleksi Pribadi

Seperti kita ketahui beberapa waktu lalu di perairan Natuna kapal tanker Iran MT Arman 114 ditangkap oleh Bakamla saat sedang membongkar minyaknya ke MT S.Tinos. Ini bukan yang pertama setelah hal serupa dilakukan MT Horse yang membongkar minyaknya ke MT Freya 2 tahun lalu di perairan Indonesia. Kemungkinan besar ini juga bukan yang terakhir dilakukan kapal-kapal Iran di perairan Indonesia.

Mengapa ini terus dilakukan Iran?

Kalau kita tarik kembali ke Tahun 1979 di mana hubungan Amerika dan Iran menjadi sangat buruk yang berbuntut kepada embargo ekonomi, keuangan dan persenjataan Iran oleh Amerika dan sekutunya, yang membuat negara Mullah tersebut terpuruk sampai saat ini. Sebagai negara penghasil 3,3 juta barrel minyak perhari, Iran tidak banyak memiliki sumber lain untuk menghidupi rakyatnya kecuali berjualan minyak.

Ekspor minyak bumi dan gas alam memberikan sumbangan 82% dari total nilai ekspor Iran. Maka tetap berjualan minyak kepada negara yang mau membelinya adalah pilihan untuk kelanjutan hidup 85 juta rakyatnya. Negara pembeli minyak Iran juga terbatas, mereka adalah Rusia, Turki, China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Italia, dan Yunani dan Venezuela.

Apa hubungannya dengan Indonesia?

Mari kita bahas dari perspektif maritim dan ilmu melayarkan kapal.

Sejak Amerika Serikat menerapkan sanksi ekonomi kepada pihak ketiga untuk tidak melakukan transaksi dengan Iran pada tahun 2019, sejak itu pulalah Iran harus menjual minyaknya secara diam-diam. Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan mengirimkan dark fleet ke laut lepas untuk melakukan transaksi dengan kapal-kapal yang dipakai oleh pembeli minyak Iran.

Kapal-kapal ini dengan sengaja menghilangkan data agar tidak terdeteksi oleh Amerika dan juga memanipulasi kargo manifes untuk kepentingan pembeli minyaknya. Kegiatan ship to ship transfer sebenarnya umum dilakukan di dunia maritim, tapi yang dilakukan oleh Iran tentu sedikit berbeda di mana mereka harus bisa mengelabui satelit dan kapal-kapal Amerika yang terus memantaunya. Begitu juga dengan kapal-kapal pembeli minyak Iran, mereka pasti memilih melakukan transaksi di luar teluk Persia, dan lebih memilih tempat yang terbilang netral dan aman dari pantauan Amerika.

Kalau kita perhatikan mulai dari Selat Hormuz ke arah timur maka hanya ada kepulauan Indonesia yang terbilang terlindung dari ombak Samudra Hindia, dan juga banyak terdapat pulau-pulau yang lebih memungkinkan kapal sandar Ship to Ship dengan tenang. Pemerintah Iran bukan tidak tahu risiko yang mereka hadapi apabila melakukan kegiatan ini di perairan Indonesia, tetapi ini tentu jauh lebih aman bagi mereka dibanding melakukannya di samudra lepas, tentu mereka dengan mudah akan disergap oleh Armada angkatan laut Amerika.

Perairan Indonesia juga dipilih dikarenakan Iran memiliki keyakinan bahwa Indonesia sebagai negara muslim terbesar tidak akan menghukum Iran sekeras Amerika. Pada peristiwa penangkapan kapal Iran 2 tahun lalu, mereka sebenarnya memiliki kesempatan untuk menuntut balik Indonesia. Tetapi dengan alasan sama-sama menghormati negara muslim, mereka tidak melakukan usaha itu.

Kasus kapal-kapal tanker Iran untuk Indonesia adalah masalah kegiatan di perairan Indonesia dan zona ekonomi eksklusif Indonesia, di mana Indonesia memiliki hak untuk berdaulat. Sementara bagi Iran masalah ini adalah masalah kelangsungan hidup masyarakatnya yang hanya bisa dihidupi dengan terus berjualan minyak di tengah Embargo Amerika untuk mereka dan juga untuk setiap negara yang mau membeli minyak Iran.

Pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa kapal tanker Iran ini adalah bahwa Indonesia sudah saatnya memiliki armada niaga yang kuat, yang bisa memenuhi kebutuhan ekspor impornya sendiri yang apabila suatu saat nanti mendapatkan embargo dari negara super power kita masih tetap bisa melanjutkan kehidupan dengan cara berniaga secara internasional. Yang kedua adalah memikirkan mekanisme yang bisa menguntungkan Indonesia, dengan luas laut yang sedemikian besar bukan tidak mungkin kegiatan seperti ini tidak hanya dilakukan oleh kapal Iran tapi oleh kapal-kapal negara lainnya.

Kita sering berbicara soal pemanfaatan potensi luas laut Indonesia dengan kegiatan ship to ship di beberapa lokasi, mungkin hal ini bisa menjadi pertimbangan agar kita tidak hanya menjadi penonton gratisan, bahkan terancam mendapatkan polusi dari kegiatan itu saja. Daripada sibuk mengejar, memantau, dan bersidang, mungkin langkah positif kedepan yang bisa mendatangkan cuan buat Indonesia yang lebih menarik difikirkan.

Salam Maritim!!!

 

Capt Zainal A Hasibuan

Penulis dan Wakil Ketua Bidang Organisasi DPP INSA