CAPTWAPRI.ID-Kebaikan Allah Swt tidak hanya sebatas diberikan pada hamba-Nya yang beriman saja, bahkan pada hamba yang menyekutukan-Nya sekalipun tetap diperlakukan baik oleh Allah.
Sebagai bukti Allah masih memberikan kenikmatan tanpa henti, maka cukuplah bagi kita untuk meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang selalu baik. Karena itu Allah menyukai hal-hal yang baik.
Dalam sebuah kesempatan majelis pengajian yang diampu Gus Baha’ ada salah satu peserta yang mengajukan pertanyaan yang hampir dirasakan semua orang, yakni, “Bagaimanakah cara menghadapi orang menjengkelkan atau yang sering berbuat buruk kepada kita, agar kita tidak meresponnya dengan emosi?”
Menanggapi pertanyaan tersebut Gus Baha’ menyampaikan beberapa hal sebagai cara menghadapi orang yang menjengkelkan. Baik orang-orang terdekat seperti istri atau suami, tetangga maupun teman-teman kita sendiri. Ada beberapa sikap dan mindset yang perlu kita bentuk.
- Memiliki tujuan bahwa tujuan hidup ini adalah untuk mendapat ridho Allah
Gus Baha’ menguraikan bahwa seorang mukmin harus lebih memperhatikan ridho Allah dari pada pertimbangan dan penilaian manusia kepadanya. Jadi orang lain berbuat baik kepadanya atau tidak, maka hal itu tidak penting baginya. Karena yang lebih ia butuhkan dan penting baginya adalah mendapat ridho Allah Swt.
- Berbuat baik pada orang yang berbuat buruk kepada kita
Sebagai contoh, ada seorang professor dibuat jengkel orang yang tak lulus SD. Apabila seorang professor membalas perlakuan buruknya, maka ia justru terpengaruh. Padahal kalau ia menyadari bahwa dalam dunia akademik, seorang profesor tentu lebih memiliki otoritas dan sepantasnya memberikan pengaruh.
Maka dari itu, profesor tadi hanya perlu membalasnya dengan perlakuan baik saja, dengan harapan orang yang berbuat buruk padanya bisa menjadi lebih baik.
Demikian juga, ketika kita memiliki teman yang berbuat buruk pada kita, lalu kita membalas perlakuan buruknya dengan balasan buruk juga, maka sama halnya kita terprovokasi oleh orang yang perilakunya buruk.
Jika demikian, apa bedanya kita dengan mereka. Bukankah sama-sama buruk?
Resep yang disampaikan Gus Baha’ bukannya tanpa dasar dan karangan beliau sendiri. Secara tegas, Gus Baha’ menyebutkan bahwa konsep tersebut disarikan dari sabda Nabi Muhammad Saw.
- Tidak memutuskan tali silaturahmi
Abdullah bin ’Amr berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِى إِذَا قَطَعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
”Seorang yang menyambung silahturahmi bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silahturahmi adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturahmi setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain.” (HR. Bukhari no. 5991)
Sebagaimana dikisahkan oleh Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, berbuat baik kepada semua orang ini juga dicontohkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal. Seperti ini kisahnya:
Suatu ketika Imam Ahmad diundang utnuk datang ke rumah tetangganya. Ketika Imam Ahmad datang ternyata tidak ada keperluan apa-apa. Hingga pada undangan ketiga, Imam Ahmad tetap saja datang tanpa merasa dipermainkan, meski tanpa keperluan yang jelas dari tetangganya.
Setelah terjadi berulang-ulang, tetangga Imam Ahmad pun heran. Bagaimana bisa, beliau tetap tetap memenuhi undangan, padahal tujuannya hanya untuk dipermainkan. Dan hal tersebut tak hanya terjadi sekali.
Tetangganya itu merasakan kegelisahan yang dialami. Kemudian Imam Ahmad menjelaskan bahwa beliau memang datang untuk memenuhi undangan sebagai salah satu yang diperintahkan Allah Swt.
Jadi hal tersebut tak ada pengaruhnya. Mau diundang untuk suatu keperluan atau diundang untuk dipermainkan tanpa keperluan tertentu, Imam Ahmad tetap bahagia karena dapat menjalankan perintah Allah Swt.
Sumber referensi : Buku berjudul Islam Santuy Ala Gus Baha’, harakah.id
Sumber hadis : https://rumaysho.com/1894-keutamaan-silaturahmi.html
#Gus Baha’
#Silaturahmi
#Pengajian
Tinggalkan Balasan