Captwapri – Sebelum membaca artikel ini, marilah sejenak kita cermati ungkapan Eduardo Hughes Galeano berikut ini. “Dalam kehidupannya, seorang lelaki bisa berganti istri, pandangan politik, agama, namun lelaki tidak bisa mengubah tim sepakbola andalannya.”
Keniscayaan Sepak Bola Dalam Kemandirian
Tiga tahun anak-anak U-20 menempa diri untuk bisa tampil di ajang kompetisi dunia. Tiba-tiba, mimpi tampil di rumah sendiri kandas, setelah pemerintah menolak kedatangan salah satu negara yang dianggap berseberangan politik. Para orang tua anak-anak U-20 semakin galau, setelah sependek yang mereka ketahui bahwa dalam olahraga semestinya tanpa latar belakang agama, warna kulit, dan bahasa. Bahkan dalam sportifitas, sangat menjunjung tinggi otonom, independen, dan juga universal.
Sepakbola adalah olahraga rakyat dengan empat miliar lebih penggemar di dunia. Kepopuleran olahraga memerlukan federasi yang mandiri serta bebas intervensi dari pihak manapun. Adalah FIFA, wadah sepakbola dunia, dengan aturan statuta mengikat seluruh anggota, yang salah satunya menganut prinsip anti diskriminasi.
Statuta FIFA menyatakan, anggota federasi tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap negara, individu, etnis, gender, bahasa, agama, dan juga politik. Inikah alasannya, mengapa FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah U-20 tahun ini. Karena, adanya Permenlu serta komentar beberapa pejabat daerah yang menolak kehadiran negara Israel sebagai salah satu peserta yang lolos.
Hirarki Sepakbola
Kemandirian FIFA lebih inklusif dibanding politik internasional yang sarat dengan pertimbangan dan kepentingan. Olahraga memiliki hirarki sendiri dan politik internasional berjalan dengan sistem anarkis. Hal inilah yang kemudian berpeluang memunculkan benturan, karena tidak semua yang diakui FIFA diakui sebagai negara dalam pergaulan internasional, atau sebaliknya.
Kata FIFA, asosiasi sepak bola nasional hanya perlu mengelola dan mengawasi penyelenggaraan sepakbola di negaranya. Bahkan, wilayah yang belum merdeka atau berkedaulatan sekalipun, sepanjang memiliki tim nasional yang sah tetap diakui FIFA. Itulah mengapa, Hong Kong, Makau, Kepulauan Faroe, dan Guinea Prancis ikut terdaftar sebagai anggota federasi.
Sehingga, tidak mengherankan jumlah anggota FIFA lebih banyak 18 anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yaitu masing-masing 211 dan 193 anggota. Meskipun, ke-193 anggota tidak seluruhnya saling mengakui, contohnya Indonesia yang tidak mengakui Israel. Dari sinilah, awal polemik terjadi hingga berdampak Indonesia urung menjadi tuan rumah U-20 tahun ini.
Kemandirian Sepakbola
Sebelum Indonesia, beberapa negara yang pernah gagal menjadi tuan rumah U-20, seperti Nigeria, Yugoslavia, dan Irak pada rentang tahun 1990 hingga 2000-an. Beberapa kasus, seperti pemalsuan umur, konflik politik, wabah meningitis, invasi militer mendera negara-negara tersebut yang berujung pembatalan oleh FIFA. Potensi sangsi tambahan bagi Indonesia tetap ada karena FIFA menurut Tempo.co 2 April 2023 akan meninjau ulang blueprint rancangan PSSI.
Upaya memandirikan olahraga, dari kepentingan politik luar negeri, bisa menjadi bahan evaluasi blueprint PSSI kedepan. Perhelatan sepak bola Indonesia versi FIFA seyogyanya tetap berlangsung tanpa harus terpengaruh politik kemanusiaan pemerintah atas konflik Israel vs Palestina. Kita tidak bisa memaafkan pelanggaran kemanusiaan akibat penjajahan Israel terhadap Palestina, namun kita tetap harus bersikap sportif atas prestasi Israel lolos pada putaran final U-20.
Dalam permainan sepakbola, setiap pelanggaran pemain akan menerima kartu pelanggaran sebagai sangsinya. Pemain beruntung mendapat kartu kuning karena bersifat peringatan, jangan sampai terkena kartu merah yang berarti meninggalkan lapangan pertandingan. Perumpamaan FIFA sebagai wasit dan PSSI sebagai pemain, maka jangan sampai sang wasit tidak memberikan kartu kuning, melainkan langsung kartu merah bagi PSSI.
Argentina menjadi salah satu kekuatan sebakbola menakutkan di dunia, meski negaranya rawan konflik. Kekuatan Argentina, bukan saja bertaburan bintang, tapi pemerintahannya mampu memisahkan kepentingan politik dengan kemandirian persepakbolaan negaranya. Maka, hingga kini kita belum pernah mendengar FIFA menyangsi Argentina, hasilnya Argentina mampu merebut piala dunia beberapa kali.
Didalam kehidupan, kita perlu mengasah kemandirian, dalam persepakbolaan juga perlu mandiri. Untuk memiliki tim sepakbola yang handal, beri ruang kreatifitas yang cukup bagi klub, pengurus, perserikatan, serta tegak lurus pada statuta federasi internasional. Kemandirian PSSI terletak pada kebebasan mereka dari pengaruh politik nasional dan internasional yang merugikan.
Belajar dari sejarah itu bagus untuk kesehatan jiwa. Al-Quran, Injil, Taurat, Zabur, dan kitab agama-agama lainnya mengajarkan untuk belajar dari masa lalu. Dan, hanya orang-orang yang berpikir positif yang mampu menemukan pelajaran penting dari masa lalu.
Mari bersepakbola secara mandiri.
Wahyu Agung Prihartanto, Esais yang nomaden.
Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!
Baca juga:
Tinggalkan Balasan