Belajar dari Muhammad Ali, Petinju yang Memiliki Hati Besar

Saya mengingatnya kala itu adalah hari yang penting bagi sebagian besar rakyat Indonesia, terutama pecinta cabang olah raga tinju, saat itu saya masih duduk di sekolah dasar di kota Bandung sekitar tahun 1978. Hanya ada satu stasiun televisi saat itu, TVRI, Televisi Republik Indonesia, bahkan tidak pernah terlintas dibenak ini bahwa suatu saat sang tokoh olah raga ini menjadi bagian dari inspirasi saya, mengisi ruang-ruang pemikiran saya, bertanya-tanya pada diri sendiri, “seberapa dalam tokoh olah raga ini menginspirasi?” dan  “apa yang membuat saya ingin mengenalkannya pada orang-orang yang belum mengenalnya.”

Ya, tokoh olah raga hebat ini bernama Muhammad Ali.

Tinju merupakan salah satu jenis olahraga tarung atau combat sports yang sangat populer di dunia. Muhammad Ali adalah petinju profesinal kelas berat dunia, karir bertinju Ali diawali dari kisah akibat kelalaian nya, Ali kecil kehilangan sepeda. Ali kecil yang saat usianya 12 tahun datang pada seorang polisi untuk mengadukan sepedanya yang hilang, polisi inilah yang memintanya berlatih tinju agar bisa mempertahankan apapun secara mandiri. Sejak itulah Ali menekuni tinju. Ali hingga saat ini merupakan satu-satunya juara dunia kelas berat sebanyak tiga kali, ia memenangkan gelar tersebut pada tahun 1964, 1974, dan 1978. Ali dinobatkan sebagai Juara Dunia Tinju Kelas Berat dengan julukan “The Greatest”.

Mengapa banyak orang kehilangan Muhammad Ali setelah beliau wafat pada 3 Juni 2016, kecintaan rakyat Amerika pada sosok Muhammad Ali begitu mendunia. Ternyata bukan saja karena karir bertinju nya yang gemilang, prestasi nya yang cemerlang  akan tetapi Muhammad Ali adalah pribadi kuat yang berkarakter, jiwa petarung nya tidak hanya saat di atas ring tetapi juga saat mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya, saat Ali kecil yang didera diskriminasi rasial, saat memutuskan  menjadi mualaf memilih jalan Islam sebagai agamanya dan meninggalkan agama lamanya, banyak orang menghujatnya, bahkan menolak wajib militer kala itu karena Ali meyakini dalam Islam yang beliau anut, tidak ada peperangan dalam Islam. Pribadi yang jauh dari kata menyerah, menjadikan Muhammad Ali ditakuti lawan disegani kawan “MasyaaAllah” kata inilah kiranya yang tepat saya ucapkan, bahwa Tuhan telah membuat seorang tokoh yang menginspirasi pernah ada di bumi ini.

Muhammad Ali memang sudah tiada, tapi nama legenda tinju kelas berat dunia itu akan tetap abadi. Masih banyak yang ingin saya tuangkan disini “tokoh kuat” yang menjadi inspiratif ini, sejak menjadi mualaf Ali mengubah nama nya dari Cassius Marcellus Clay Jr. menjadi Muhammad Ali, nama yang menjadikan Ali semakin memantapkan dirinya bahwa beliau adalah pribadi yang patut diandalkan bukan sekadar atlet cabang olah raga tinju . Ada hikmah besar dengan dua suka kata dalam nama beliau, nama Muhammad adalah nama nabi umat Islam, manusia mulia dan agung sepanjang zaman, sehingga saat Ali mendapat penghargaan untuk nama dirinya diabadikan dalam bintang di komplek Kodak Theater, Hollywood, California atau yang terkenal dengan “The Hollywood Walk of Fame” Ali menolak jika nama Muhammad diletakan di trotoar sehingga banyak orang akan menginjak injak saat  melangkahi nya, hanya bintang yang terukir milik Muhammad Ali dipasang sendirian di dinding, “proud to him” ,  serta nama Ali adalah  seorang sahabat nabi, Ali pun sepupu nabi sekaligus menantu nabi, sahabat nabi ini terkenal dengan julukan “Asadullah” (Singa Allah), patutlah kiranya Ali dengan nama baru nya mengguncang dunia.

Ali Bin Abi Thalib dengan nasehat nya “Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah sekian banyak kesabaran (yang kau jalani), yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit”

Keinginan untuk menjadi seorang yang bermental juara itu sama sepadan dengan “man jadda wajada” ungkapan arab yang artinya, barang siapa yang bersungguh sungguh, dia pasti berhasil.

Sedikit mengutip dari stasiun stasiun televisi internasional, upacara pemakaman Ali disaksikan sekitar satu miliar orang lewat layar kaca stasiun ESPN, ABC, CNN, CBS dan FOX dan di hadiri lebih dari 14.000 umat untuk melaksanakan shalat jenazah. Tak hanya Amerika dan dunia tinju, dunia Islam pun berduka atas wafatnya sang legenda. Semoga Allah azza wa jalla menempatkan Muhammad Ali sebagai syuhada, Aamiin Yaa Rabbal Alamin.

“Setiap orang ada zamannya dan setiap zaman ada orangnya”  saya yang sekarang berdiri pada zaman ini,  doa dan harapan terbesar, kelak bisa menjadi teladan untuk orang orang disekitar saya, terlebih untuk orang orang yang terdekat, yaitu keluarga. Tokoh olahraga yang saya ceritakan ini, bukan sekadar cerita penyemangat tidak mustahil akan lahir Muhammad Ali-Muhammad Ali berikutnya, manusia dengan mental juara, cerdas berkarakter pada zaman nya.

Bandung, 5 November 2022

Ferasani L. Pratama