Pentingnya Sastra Untuk Anak

Apa kabar Sastra Anak? Pertanyaan inilah yang seketika muncul setelah saya menuntaskan membaca buku ini yang terdiri dari  39 Judul cerita pendek karya Emi Priyanti, guru SMPN 30 Jakarta.Di tengah membanjirnya karya fiksi, ada hal yang saya rindukan, yakni cerita anak. Ada motivasi besar dan penting dari buku ini, terutama bagi para penulis fiksi yang lebih fokus menulis sastra untuk orang dewasa, mengingatkan bahwa literasi untuk anak harus banyak digarap. Buku-buku anak harus lebih  banyak ditulis.

Ulas Buku

Judul    Buku                  : Faza dan Kupu-kupu  Ajaib

Penulis                           : Emi Priyanti

Penerbit                         : Pustaka Media Guru , Januari 2021

ISBN                              : 978-6233084925

Tebal Buku                    : 100 Halaman

 

Pentingnya Sastra Untuk Anak

Oleh: Fataty Maulidiyah

Masih terngiang dalam ingatan saya peristiwa bullying sekelompok anak sekolah dasar yang mengakibatkan korban mengalami koma, sehingga dunia anak saat ini bagi saya jauh berbeda dengan yang saya alami. Jauh lebih berbahaya. Ini bukan sekadar kalimat naif, akan tetapi, perbedaan tersebut menimbulkan banyak pertanyaan dan perenungan.

Mengapa ada anak-anak kita begitu brutalnya? Begitu candunya dengan smartphone, game online, dan lain sebagainya? Mengapa mereka sedikit menikmati dongeng lisan maupun berupa buku, atau aneka ragam permainan tradisional yang sejatinya sangat menarik dan menyenangkan? Dunia anak-anak sedang tidak baik-baik.

***

Apa kabar Sastra Anak? Pertanyaan inilah yang seketika muncul setelah saya menuntaskan membaca buku ini yang terdiri dari  39 Judul cerita pendek karya Emi Priyanti, guru SMPN 30 Jakarta. Buku ini  sebenarnya menjadi  tamparan keras bagi saya , bahwa selama ini saya sedikit  sekali menulis cerita  anak. Sampai sekarang cerita untuk anak yang saya tulis hanya berupa  1 buku Cergam (Cerita Bergambar) berjudul “Misteri Mimpi Bima” yang terbit pada Januari 2020, saya tidak pernah menjual buku tersebut. Hanya dicetak 7 Eksemplar saja yang saya tujukan untuk anak laki-laki bungsu saya. Saat itu dia berusia 6 tahun.

Membaca buku kumpulan cerita  anak “Faza dan Kupu-kupu Ajaib” bagai mesin waktu yang membuat saya merasa berada di masa-masa kecil  pada tahun 80-an. Seperti membaca cerpen di majalah Bobo, Ananda, Kuncup, dan lain sebagainya. Saya juga mengingat kembali buku-buku yang di bawa ibu dari perpustakaan sekolah saya. Saat itu ibu sebagai kepala sekolah, dan setiap pulang mengajar membawakan  buku-buku.

Beberapa buku yang saya ingat adalah  cerita bergambar berjudul ”Aming”, “Odah dan Kuali Panjang”, Novel Futuristik  “Berkelana ke Planet Tau Ceti”,“Damar Wulan”, “Joko Kendil”, “Keong Emas”, “Timun Emas”, dan beberapa cerita dongeng dari barat. Seperti “Putri Salju”, “Cinderella”, “Hazel And Gratel”, dan lain sebagainya. Buku-buku yang saya baca pada waktu itu begitu menarik dan membuat saya betah berjam-jam berada di dalam kamar, sering mengalihkan  kegiatan bermain saya yang cukup melelahkan secara fisik.

Bicara sastra anak menurut saya sebagai penikmat sastra yang awam dalam berbagai aspek. Terutama latar belakang pendidikan bukan  Bahasa dan Sastra Indonesia, atau Linguistik, akan tetapi, karya sastra banyak mengajarkan saya tentang merasakan keindahan dan nilai  dalam hidup. Termasuk melalui cerita anak. Ada dua hal yang sempat saya pertanyakan terkait sastra anak. Apakah ia merupakan karya berbagai penulis yang ditujukan pada anak, ataukah memang benar-benar karya yang ditulis oleh seorang anak? Huck,mengemukakan bahwa siapapun yang menulis sastra anak-anak tidak perlu mempermasalahkan asalkan dalam penggambarannya ditekankan pada kehidupan anak yang memiliki nilai kebermaknaan bagi mereka. Dari sini rasanya kita tidak perlu mendebatnya.

Kumpulan cerpen “Faza dan Kupu-kupu Ajaib’’   ditulis oleh Emi dalam rangka mengabadikan pengalamannya sebagai seorang ibu dan guru. Ia mengamati kejadian dan pengalamannya sehari-hari yang berkaitan dengan dunia anak-anak. Baik anak sendiri, maupun anak didiknya. Kepiawaian Emi untuk menurunkan frekwensinya sebagai orang dewasa menjadi  seseorang yang menghayati apa yang dirasakan oleh anak-anak merupakan kelebihan dari buku ini. Hal tersebut terlihat jelas dalam  beberapa judul yang ada di buku ini.

Seperti  cerpen “Via Sakit Gigi”, “Oh Dunia Fantasi”, “Terlanjur Tersinggung”,dan “Tolong Buang Jumlah Alpaku, Bu Guru”, adalah cerita dengan sudut pandang seorang anak. Tidak mudah seorang dewasa mengambil sudut pandang dengan  gap usia yang sangat jauh. Emi Priyanti berhasil melakukannya.

Ada motivasi besar dan penting dari buku ini bagi para penulis fiksi yang lebih fokus menulis sastra untuk orang dewasa, mengingatkan bahwa literasi untuk anak harus banyak digarap. Buku-buku anak harus lebih  banyak ditulis.***

Kota Mojokerto, 27 November 2022

06.55

Fatatik Maulidiyah merupakan guru  di MAN 2 Mojokerto, penulis buku, artikel di berbagai media online dan digital. Redaktur di  Majalah Elipsis, Capwapri, dan Majalah Fast. 

Penulis : Fatatik Maulidiyah

Editor  : Wahyu P

Foto    : Dokumentasi Penulis