Dispensasi Pernikahan Dini

Dispensasi Pernikahan Dini

Oleh : Lies Lestari

 

Bangku sekolah bagi para remaja adalah tempat menggali ilmu, berkumpul, bercanda dengan teman-teman dan tempat mereka merancang masa depan. Semua itu tersapu ketika para remaja harus menyelesaikan masalah pernikahan dini mereka di bangku KUA. Ya…, bangku yang belum saatnya mereka duduki.

Hal ini terkait dengan pemberitaan mengenai ratusan orang tua murid mengajukan Dispensasi Nikah untuk putra-putri mereka yang masih duduk dibangku SMP dan SMA, di beberapa daerah di Indonesia. Pengadilan Agama menerima ratusan permohonan menikah dini selama tahun 2022,detikhealth. Berita ini membuat semua para pejabat setempat prihatin, karena ditemukan sebanyak 80% menikah dini karena hamil diluar nikah, 20% karena factor lainnya.

Berdasarkan Peraturan Undang-undang Pernikahan, batas usia minimal seseorang untuk menikah yaitu usia 19 tahun. Berarti kalau diukur berdasarkan pendidikan seorang anak, usia 19 tahun  sudah berada di akhir bangku SMA atau sudah lulus dari bangku SMA. Kenyataannya  saat ini yang lebih banyak mengajukan pernikahan dini adalah remaja dibawah usia 19 tahun. Sehingga mereka mengajukan Dispensasi Nikah atau kelonggaran hukum, karena usianya yang masih belum memenuhi syarat. Untuk mendapatkan dispensasi pernikahan harus melalui persidangan terlebih dahulu agar mendapatkan ijin. Pastinya Dispensasi Nikah hanyalah solusi sesaat, kemudian akan muncul permasalahn-permasalahan baru yang timbul setelah mereka berumah tangga.

Ada beberapa faktor yang membuat angka pernikahan dini melonjak di beberapa daerah yaitu karena terjadinya pergaulan bebas dikalangan para remaja dibawah usia 19 tahun. Menurut Kemendikbud melalui terbitan buku PJOK SMP tahun 2021, arti pergaulan bebas yaitu  salah satu bentuk perilaku menyimpang serta melewati batas-batas norma yang ada. Sehingga banyak ditemukan para remaja yang hamil diluar nikah atau khalayak sering menyebutnya MBA (Married By Accident), artinya menikah dengan terpaksa karena kondisi tertentu.

Kurangnya pendidikan agama yang kuat di lingkungan keluarga, mempengaruhi pola karakter anak sehingga mudah terjerumus dalam pergaulan bebas.  Sementara pengaruh dari maraknya internet yang bergerak cepat dan intens terkadang tidak dapat dihindari, terutama efek negatifnya. Sehingga anak-anak mudah meniru konten-konten yang buruk. Disini diperlukan pengawasan para orang tua untuk mengawal anak-anak mereka ketika berselancar di dunia maya.

Faktor lainnya adalah pergaulan dari lingkungan mereka yang turut berperan membentuk perilaku, dalam hal ini perlu adanya campur tangan orang tua untuk memfilter lingkungan pertemanan anak-anak mereka agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Kurangnya edukasi seksual yang tidak bersifat vulgar kepada anak-anak remaja kita, sehingga mereka tidak waspada akibat dari perilaku seks yang tidak bertanggung jawab dan bisa berdampak negative untuk masa depan mereka. Terkadang edukasi seks bagi beberapa orang tua masih dianggap tabu, sementara pronografi mudah sekali diakses melalui media internet.

Faktor lainnya yang mempengaruhi orang tua mengajukan dispensasi nikah yaitu karena mereka khawatir putri-putrinya terjerumus dalam pergaulan bebas, maka pernikahan dini jadi solusi mereka serta menghindari istilah “perawan tua”. Biasanya tindakan ini didukung oleh faktor ekonomi karena berharap anak-anak mereka bisa segera mandiri dan bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri.

Pernikahan dini juga dapat mempengaruhi factor kesehatan ibu dan bayinya, karena organ reproduksi yang masih belum kuat serta emosional mereka yang masih belum stabil. Sehingga  berdampak terhadap kondisi bayinya, seperti beresiko anak lahir premature karena organ reproduksi yang masih lemah, berat bayi yang rendah karena kurangnya asupan yang bergizi ketika hamil sehingga bayi mengalami stunting atau ukuran tubuh bayi tidak normal.

Pencegahan pernikahan dini menjadi peran semua pihak, baik dari orang tua maupun sekolah, dengan melakukan penanaman agama yang kuat serta komunikasi yang baik dengan putra-putrinya atau guru dengan anak-anak didiknya yang beranjak remaja, sebagai bentuk pencegahan terhadap pergaulan bebas. Ketika sebuah keluarga dibentuk oleh remaja-remaja saat ini yang kondisinya terpaksa harus berumah tangga, sementara secara fisik maupun phikis belum punya kesiapan untuk membesarkan anak-anak mereka, bagaimana cikal bakal penerus bangsa ini? Sesunggguhnya keluarga adalah pondasi karakter bangsa, karena di dalam keluarga, adalah tempat pertama kali anak-anak mendapatkan pendidikannya.

Baca juga : 

Yuk ikuti terus linimasa CAPTWAPRI.ID agar tidak ketinggalan informasi lainnya.