Salah satu perubahan terbesar dari manusia adalah saat mereka bertransformasi menjadi orang tua. Dapat dikatakan menjadi orang tua adalah karir terpanjang selama hidup. Terlebih bagi perempuan saat menjadi seorang ibu, segalanya baru. Dari mulai bentuk tubuh yang baru baik saat hamil atau setelah melahirkan, lalu memiliki jabatan karir yang baru yaitu menjadi ibu, ditambah dengan merasa clueless akan ilmu mengasuh bayi.
Para perempuan juga cenderung menjadi lebih “over thinking” dari sebelumnya setelah menjadi ibu. “Besok anakku bisa jalan umur berapa ya?” “Kenapa berat badannya kok ga seperti berat badan bayi tetangga sih meski seumuran?” “Apakah kami mampu menyekolahkan anak ke tempat yang bagus?” dan lain sebagainya. Selain tenggelam dalam pikiran-pikiran yang berlebihan tadi, ada hal lain yang mungkin muncul namun kadang terlambat untuk diantisipasi oleh para orang tua. Hal tersebut bernama inner child.
Menurut Wikipedia, inner child adalah kepribadian seseorang yang dihasilkan dari pengalaman masa kanak-kanak, dapat disebut juga sisi kekanak-kanakan yang masih ada pada masa dewasa. Hal ini dikarenakan pengalaman masa lalu yang belum terselesaikan. Ibaratnya seorang anak yang dimarahi oleh orang tua ketika menjatuhkan gelas, dan tanpa sengaja pecahan itu melukai kakinya. Luka pada kaki mungkin bisa disembuhkan dalam waktu singkat, namun luka yang diakibatkan oleh bentakan orangtua akan terus membekas pada jiwa anak tersebut dan terbawa hingga masa dewasa.
Inner child bisa muncul salah satunya karena pengasuhan masa lalu. Seperti misalnya, saat kecil kurang mendapat perhatian oleh orang tua karena sibuk bekerja, dibesarkan dalam kondisi keluarga yang broken home, atau mungkin pernah mengalami pelecehan seksual serta bahkan menjadi korban bencana alam. Banyak nilai-nilai pengasuhan yang kita alami saat kita kecil itu akan mempengaruhi cara kita dalam mengasuh anak.
Salah satu contoh bentuk dari inner child, diantaranya ketika anak yang dibesarkan dalam lingkungan militer maka bisa jadi yang muncul adalah kenangan saat mendapatkan hukuman entah itu dibentak atau mendapat hukuman secara fisik. Saat anak tersebut kemudian menjadi orang tua ada ketakutan bahwa jangan sampai anak kita mengalami hal itu juga karena itu akan membekas di hati. Atau, berpikir bagaimana jika tanpa disadari, kita meng-copy gaya orang tua kita saat marah. Karena peniru terbaik adalah anak yang meniru orang tuanya.
Kemudian saat sadar bahwa kita telah memarahi anak, pasti tentunya kita sangat menyesal. Agar hal itu tidak berulang kembali, cobalah mencari cara untuk belajar bagaimana melakukan anger management yang baik. Disamping itu, perlunya membangun komunikasi yang baik, rutin dan efektif di dalam keluarga.
Banyak ingatan-ingatan masa kecil yang kurang menyenangkan dan terkadang belum terselesaikan itu tiba-tiba berseliweran begitu saja pada para orang tua baru dan membuat seakan-akan baru terjadi kemarin. Contoh lain misal, saat kecil selalu tidak diperkenankan membuat keputusan sendiri karena orang tua menganggap setiap keputusan yang mereka buat adalah yang terbaik untuk kita. Dan, sekarang tiba-tiba saat kita sudah dewasa dan mandiri, kita menyesali kenapa kita tidak bisa berargumen cukup meyakinkan waktu itu.
Ada sebuah prinsip dasar dalam pengasuhan yang disusun oleh sebuah komunitas Pendidikan Keluarga yang bernama Keluarga Kita yaitu Prinsip Cinta. Kata “Cinta” tersebut merupakan sebuah akronim dari, Cari Cara, Ingat Impian Tinggi, Nerima Tanpa Drama, Tidak Takut Salah, dan yang terakhir, Asyik Main Bersama. Prinsip ini dapat digunakan saat inner child muncul.
Seperti mencari beberapa cara atau solusi untuk berdamai dengan inner child tersebut. Meskipun proses berdamai itu mungkin ada yang sebentar maupun lama, yakinlah untuk tidak takut salah saat mencari solusi. Ingatlah akan impian tinggi kita saat memutuskan untuk berdamai dengan masa lalu tersebut ialah untuk dapat mengasuh anak dengan baik dan mengantarkannya pada masa depan.
Proses berdamai dapat dilakukan dengan hal yang sederhana, seperti misalnya berkomunikasi dengan versi “kecil” kita. Dengan mengatakan pada diri untuk memaafkan ayah yang marah pada waktu itu, mungkin beliau capek dan ada masalah dalam pekerjaannya. Bisa juga dengan menepuk pundak kita dengan tangan kita sendiri sembari berbisik “well done”, “it’s okay’, “Tidak apa-apa, kamu sudah berusaha” , “masa lalu itu telah membuatku tumbuh jadi kuat” dan sebagainya.
Pepatah mengatakan untuk mencintai orang lain, maka kita harus mencintai diri kita terlebih dahulu. Dengan demikian berdamai dengan inner child adalah salah satu metode untuk mengasuh anak secara sadar penuh dan hadir utuh. Prinsip Cinta ini sangatlah luas penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam hubungan keluarga. Namun, bisa juga digunakan dalam menyelesaikan urusan pekerjaan maupun dalam kehidupan bermasyarakat seperti organisasi atau komunitas.
1 Comment