Merawat Puasa
Selama ini penentuan awal dan akhir Ramadan merujuk dari dua sumber organisasi Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Kedua organisasi hampir selalu menetapkan tanggal awal dan akhir Ramadan berbeda karena menggunakan metode yang berbeda pula. Nahdlatul Ulama menggunakan metode rukyatul hilal atau penglihatan, dan Muhammadiyah melakukan penghitungan benda angkasa atau hisab.
Masyarakat muslim sering menggunakan kedua metode dalam menentukan penanggalan hari raya Islam. Para pemuka agama mengadopsi metode rukyat sejak awal mula peradaban Islam, yaitu dengan mengamati munculnya bulan baru secara langsung. Sementara dalam metode hisab, para ahli falak menghitung penanggalan serta siklus astronomi berdasarkan peredaran benda-benda angkasa.
Setelah penetapan awal ramadan, umat muslim bebas memilih untuk memulai ibadahnya. Bagi masyarakat yang tinggal di darat, mudah mendapat penanda kapan waktu berbuka, kapan waktu sahur dengan banyak fasilitas, mendengar suara adzan, televisi, radio, atau anak-anak beronda membangunkan sahur. Lantas, bagaimana pelaut yang sedang berlayar menjalani puasa, seperti kita tahu saat kapal di tengah lautan, dan tidak terjangkau gelombang siaran komunikasi apapun.
Buka dan Sahur di Laut
Ketika pelaut berlayar di tengah samudera memerlukan posisi untuk arah kemudi kapal menuju ke suatu pulau. Untuk itu, kapal perlu melakukan komunikasi dengan benda-benda angkasa, seperti bulan, bintang, planet, dan matahari guna mengetahui keberadaan kapal. Melalui bantuan alat navigasi Radar, RDF, Loran, dan GPS, kapal menghitung waktu edar dan ketinggian benda-benda angkasa dari posisi kapal.
Namun, secanggih apapun alat navigasi tersebut, Perwira Nautika tetap perlu membiasakan membaring benda angkasa secara mandiri. Hal ini penting, sebagai antisipasi saat alat-alat navigasi mengalami kerusakan, sehingga kapal tetap mampu berlayar. Setiap Bulan Ramadan, pelaut muslim tetap dapat berpuasa dengan menghitung kapan matahari terbit, matahari berembang, dan matahari terbenam.
Persiapkan Almanak Nautika serta alat tulis di kapal. Buka almanak bagian halaman harian kanan, tertulis waktu matahari terbit dan terbenam, waktu menengah setempat atau local mean time (LMT). Tapi ingat, jika kita berlayar di Indonesia, LMT perlu selaras dengan WIB, WITA, dan WIT. Waktu barat lebih cepat tujuh jam, tengah lebih cepat delapan jam, timur lebih cepat sembilan jam, seluruhnya terhadap saat matahari melewati meridian (GMT: Greenwich Meridian Time).
Cakrawala yang mempertemukan garis imajiner laut dan langit adalah titik 0°. Dari titik 0° ke 60° (bawah) merupakan waktu terbenam, dari titik 0° ke 72° (atas) sebagai waktu terbit. Tapi, jarak antara titk terbit sampai titik terbenam, setiap tiga hari mengalami jeda pada garis 2°, 5°, dan 10°, dan saat matahari berembang cukup sekali dalam sehari. Sehingga, setiap bumi beredar di lintang dan bujur berbeda, memerlukan konversi waktu.
Mengamati dan Menghitung
Kita dapat meringkas langkah-langkah pengamatan sunset (waktu matahari terbenam) dan sunrise (waktu matahari terbit), seperti berikut. Setelah kita tahu posisi kapal, dengan sendirinya dapat menentukan posisi lintang bujur duga kapal. Kemudian, buka almanak nautika dengan mengikuti penjelasan sebelumnya. Memasukkan nilai-nilainya, lalu menghitung sesuai formulasi. Setelah waktu sunset dan sunrise dapat, untuk mendapatkan waktu yang sesuai, Buka Puasa (sunset + 3 menit), dan Sahur (sunrise – 1 jam 26 menit).
Sunset/Sunrise |
: |
z°Utara/Selatan | Membesar (+), mengecil (-) | |
Bujur Dalam Waktu |
: |
xxx° – yy.y´ |
– |
Timur (-), Barat (+) |
GMT Duga |
: |
a°Utara/Selatan | Konversi ke bͪ-cͫ | |
Beda Waktu |
: |
WIB/WITA/WIT |
+ |
(+) 7 Jam/8 Jam/9 Jam |
Sunset/Sunrise di Kapal |
: |
Sunset + 3 menit (Maghrib) | Sunrise – 1 jam 26 menit (Imsak) |
Puasa Merawat Lingkungan
Alam menganugerahkan lingkungan dan seisinya kepada kita semua. Dengan kebijaksanaan, kita dapat mengambil asas manfaat lingkungan yang tersedia, salah satunya adalah memanfaatkan benda-benda angkasa bagi keberlangsungan pelayaran. Membuka rahasia benda angkasa melalui pengetahuan, kita mampu meramal kapan matahari terbit dan kapan matahari terbenam, sekalipun berada di samudera luas. Selain memperoleh waktu beribadah, kita bisa berbuka atau bersahur dengan tenang serta khusuk.
Wahyu Agung Prihartanto, Master Marine dari PIP Semarang.
Yuk, ikuti linimasa Instagram captwapri untuk informasi menarik lainnya!
Baca juga:
1 Comment