Keselamatan Kerja dalam Perspektif “Yowis Ben”
Bulan Bakti K3 Nasional 2023 telah berakhir. Tema hajat nasional kali ini adalah mewujudkan keberlangsungan usaha serta pekerjaan yang layak melalui pertumbuhan budaya K3 secara terus-menerus. Pertumbuhan budaya menuju keselamatan dan kesehatan kerja dengan menyibukkan diri setiap potensi kecelakaan serta menenangkan diri setelah kecelakaan terjadi.
Membudayakan K3 perlu diawali dengan pembiasaan aturan yang telah disepakati, meskipun kadang-kadang pelaku bertindak berlebihan terhadap potensi kecelakaan. Contoh, pelanggaran marka jalan yang pernah saya saksikan sendiri. Garis pembatas jalan lurus tanpa putus adalah larangan menyalip, namun tetap saja praktik penyalipan kendaraan melewati garis lurus konsisten dilakukan.
Ceritanya begini, saat itu 3 kendaraan berjalan beriring pelan mengikuti mobil paling depan. Tiba-tiba dari arah belakang sebuah mobil melaju kencang melewati mobil ketiga yaitu mobil saya, dan saat akan melewati mobil kedua, dari arah berlawanan meluncur kencang sebuah truk bermuatan tertutup terpal. Setelah berpapasan, supir truk menjulurkan genggaman tangan dan perkataan kasar ke arah mobil ugal-ugalan, meskipun akhirnya kami terhindar dari malapetaka.
Kali ini cerita tentang “rokok yang malang”. Saat itu, saya dan teman penyinta udud sedang berada di terminal sebuah bandara pesawat terbang. Setelah dua jam mengudara yang cukup menguji pertahanan mulut dari rokok, berharap pesawat segera mendarat. Kunjungan perdana, kawasan bebas rokok tidak ditemukan, akhirnya teman saya mendahului membakar rokok di tempat jauh dari kerumunan. Tiba-tiba, thuk, thuk, thuk langkah sepatu menghampiri lalu menyita seluruh rokok milik kami.
***
Setelah membaca cerita-cerita diatas, inspirasi apa yang teman-teman dapatkan? Meskipun ceritanya mengesan berlebihan, kesimpulannya adalah lebih baik ribut sebelum terjadi daripada marah setelah musibah. Supir truk mengumpat sambil mengepalkan tangan serta petugas keamanan bandara mengambil paksa dua bungkus rokok karena mendapati merokok merupakan ekspresi kemarahan sebelum terjadi peristiwa merugikan.
Merepotkan bila sikap-sikap berlebihan tersebut ditanggapi secara berlebihan juga, pesan positif bisa meluntur berubah negatif. Tentunya, masing-masing pihak dapat saling memahami agar tetap bertahan pada tujuan awal sehingga peluang berbalik menjadi kenyataan. Pengemudi ugal-ugalan harus bisa menyadari bahwa menyalip di garis tanpa putus adalah keliru, dan para perokok sadar bahwa merokok sebaiknya di tempat yang tepat.
Jangan abaikan aspek fasum juga penting mendapat perhatian. Saya tidak bisa menyalahkan pengemudi mobil yang ingin buru-buru tiba tujuan, dan tidak boleh mendamprat kendaraan yang ingin berjalan pelan di kepadatan lalu lintas jalan raya. Sehingga, selain faktor kelebaran jalan, penambahan marka jalan, rambu penunjuk kawasan merokok, juga penting penambahan ruang terbuka bagi pengudud.
Dihimpun dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan 80 persen penyebab kecelakaan lalu lintas karena faktor manusia atau human error. Unsave action tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum atau meminta pengendara patuh pada hukum semata. Kesiapan mentaliti SDM sebelum mendapat surat ijin mengemudi serta tata krama berlalu lintas yang baik penting ditingkatkan guna menekan kesalahan faktor manusia.
Beberapa waktu lalu, seorang teman mengalami musibah di tempat pekerjaannya, dan seketika itu teguran, cercaan mengalir ke teman saya. Saya tahu, dia telah banyak melakukan segala hal sebelum peristiwa kecelakaan terjadi, karena stress dia bercerita bahwa sebenarnya yang diharapkan semacam kalimat penyemangat. Seperti, “Yowis ben” atau “Yang sudah terjadi terjadilah” atau “Yang sudah ya sudah”.
Pilihan istilah Yowis Ben menurut saya bukan lebay, karena kebetulan saya pernah nonton pilem dengan judul yang sama, bahkan diresensi dalam bentuk skripsi oleh Sheisa Ayu Saras Tungga, Wisudawati Universitas Semarang. Skripsi berjudul “Nilai Agama dalam Film Yowis Ben” (2019), menyimpulkan bahwa Yowis Ben bermakna positif, memiliki struktur bahasa dan visual, serta bercita-rasa sosial yang tinggi. Sebelum akhir skripsi, Sheisa membandingkan kesimpulannya dengan teori representasi Stuart Hall untuk memperkuat pendapatnya.
***
Setelah membaca pesan-pesan diatas, Saya hanya berharap semoga pembaca memperoleh perspektif lain tentang bagaimana kita memandang keselamatan kerja di lingkungan sendiri-sendiri. Ironi tuntut-menuntut menyusuli marah-marah setelah terjadinya sebuah kecelakaan kerja patut dihindari, sepanjang seluruh persiapan telah dilakukan dengan baik. Mereka boleh pasang muka bengis saat simulasi berlangsung, namun apresiasi “Yowis Ben” setelah musibah terjadi.
Benar kata Anda, praktik-praktik semacam itu justru jarang terdengar pasca kecelakaan terjadi. Penting didorong terus agar ketika terjadi pelanggaran dengan menghadirkan kemungkinan terjadi kecelakaan, masyarakat boleh marah-marah. Sebaiknya, saat terjadi kecelakaan sesungguhnya tidak perlu marah-marah, sebaiknya saling meminta maaf apalagi bila tanggung jawab pengonflik diambil alih pihak lainnya.
Pasca peristiwa buruk “harus” terjadi, respon pertamanya, “Yowis ben”. Tidak perlu mencari kambing hitam, ambil kambing putih lalu fokus perbaikan kedepan. Suatu ketika saya kehilangan barang berharga, namun karena seluruh upaya telah dilakukan untuk membentengi ancaman, dan setelah keapesan terjadi saya tidak akan pernah menyesali berlarut-larut, singkatnya move on sesegera mungkin.
Sekian,-
Yuk, ikuti lini masa Instagram captwapri untuk mendapatkan informasi terbaru lainnya!
Baca juga:
2 Comments