Perspektif Islam Terhadap Peramal Kiamat

(Sebuah Kisah Fiksi)

 

Pertemuan Tak Terduga

Di sebuah desa yang damai dan jauh dari keramaian kota, tinggallah seorang pria bernama Hasan. Hasan adalah seorang guru agama yang dihormati karena kebijaksanaannya dan pemahamannya yang mendalam tentang ajaran Islam. Suatu hari, ketika Hasan sedang berjalan di pasar, ia bertemu dengan seorang pria tua yang tampak misterius. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Firas, seorang peramal kiamat.

 

Ramalan yang Menggelisahkan

Firas menceritakan kepada Hasan bahwa ia telah menerima wahyu tentang kiamat yang akan segera terjadi. Firas meyakinkan Hasan bahwa waktu yang tersisa sangat sedikit dan umat manusia harus bersiap-siap. Meskipun Hasan menghormati keyakinan orang lain, ia merasa bahwa klaim Firas bertentangan dengan ajaran Islam yang ia pahami.

Hasan teringat sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan, “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat…” (QS. Luqman: 34). Ayat ini mengajarkan bahwa hanya Allah yang mengetahui kapan kiamat akan terjadi, dan manusia tidak memiliki pengetahuan tentang waktunya.

 

Pencarian Kebenaran

Hasan merasa perlu untuk menegur Firas, namun ia memutuskan untuk terlebih dahulu mencari nasihat dari sahabatnya, Ali, seorang ulama terkemuka di kota. Ali mendengarkan dengan seksama cerita Hasan dan memberikan pandangannya. “Ramalan tentang kiamat oleh manusia adalah hal yang perlu kita sikapi dengan bijak,” kata Ali. “Islam mengajarkan kita untuk bersiap-siap dan selalu ingat akan hari akhir, tetapi tidak untuk mempercayai siapa pun yang mengklaim mengetahui waktunya.”

 

Konfrontasi

Dengan nasihat Ali di pikirannya, Hasan kembali menemui Firas. Ia berbicara dengan lembut namun tegas, “Wahai Firas, saya menghormati niat baikmu untuk mengingatkan manusia tentang kiamat. Namun, ingatlah bahwa dalam Islam, hanya Allah yang mengetahui kapan kiamat akan terjadi. Kita harus fokus pada memperbaiki diri kita sendiri dan berbuat kebaikan, bukan pada meramal hari kiamat.”

Firas terlihat terkejut dan bingung, tetapi ia mendengarkan Hasan dengan penuh perhatian. “Apakah mungkin aku salah?” tanya Firas dengan suara bergetar.

 

Refleksi dan Pembelajaran

Setelah pertemuan itu, Firas mulai merenungkan kata-kata Hasan. Ia menyadari bahwa mungkin ia telah salah menafsirkan petunjuk yang ia terima. Ia memutuskan untuk belajar lebih banyak tentang Islam dan memperdalam pemahaman agamanya. Firas meminta bimbingan dari Hasan dan Ali, yang dengan senang hati membantunya.

Melalui perjalanan ini, Firas belajar bahwa penting bagi umat Islam untuk selalu waspada dan bersiap-siap untuk hari kiamat dengan berbuat baik dan menjalankan ajaran agama. Namun, ia juga belajar bahwa meramal kapan kiamat terjadi adalah melampaui batas yang telah ditetapkan Allah.

 

Kebersamaan dalam Iman

Akhirnya, desa kecil itu menjadi tempat di mana orang-orang hidup dalam kebersamaan dan saling mengingatkan untuk selalu memperbaiki diri. Hasan, Ali, dan Firas bekerja sama untuk menyebarkan ajaran Islam yang benar, mengingatkan umat untuk selalu ingat akan akhirat tetapi juga fokus pada perbuatan baik di dunia ini.

Cerita ini berakhir dengan pesan bahwa dalam Islam, penting untuk selalu ingat akan hari akhir, tetapi tidak untuk terjebak dalam ramalan yang tidak pasti. Hanya Allah yang mengetahui kapan kiamat akan terjadi, dan sebagai umat Islam, tugas kita adalah menjalankan perintah-Nya dan berbuat baik setiap hari.

 

Menyebarkan Kebijaksanaan

Dengan wawasan baru yang mendalam, Firas mulai aktif berpartisipasi dalam kegiatan dakwah bersama Hasan dan Ali. Mereka bertiga berkeliling dari satu desa ke desa lainnya, menyampaikan pesan tentang pentingnya fokus pada amal dan ketaatan kepada Allah. Firas, yang dulunya dikenal sebagai peramal kiamat, kini dihormati sebagai seorang yang bijaksana yang telah melalui perjalanan pencarian kebenaran.

Setiap kali mereka berbicara kepada penduduk desa, mereka menekankan bahwa pengetahuan tentang kiamat hanya milik Allah. Mereka mendorong orang-orang untuk selalu siap, bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keyakinan dan amal shalih.

 

Tantangan Keimanan

Suatu hari, di sebuah desa yang mereka kunjungi, muncul seorang pemuda bernama Omar yang juga mengaku menerima wahyu tentang kiamat. Omar menyebarkan ramalan-ramalan yang menimbulkan kecemasan di antara penduduk desa. Menyadari situasi ini, Hasan, Ali, dan Firas berinisiatif untuk berbicara dengan Omar secara langsung.

Mereka mendekati Omar dengan penuh hormat dan kasih sayang. “Omar, kami memahami niatmu untuk mengingatkan orang-orang tentang akhir zaman. Namun, ingatlah bahwa dalam ajaran Islam, hanya Allah yang mengetahui kapan kiamat akan terjadi,” kata Hasan.

Ali menambahkan, “Fokus kita seharusnya adalah pada ketaatan dan berbuat baik setiap hari, bukan pada ketakutan yang disebabkan oleh ramalan yang tidak pasti.”

 

Perubahan

Mendengar kata-kata bijak dari ketiga orang ini, Omar mulai meragukan klaimnya sendiri. Ia merasa terpanggil untuk mendalami ajaran Islam lebih dalam. Dengan bimbingan dari Hasan, Ali, dan Firas, Omar mulai memahami bahwa tugas seorang Muslim adalah memperbaiki diri dan masyarakat melalui perbuatan baik dan ketakwaan.

Kisah Omar menjadi inspirasi bagi banyak orang. Mereka melihat bagaimana seseorang bisa berubah dan menemukan jalan yang benar dengan bimbingan dan niat yang tulus.

 

Persatuan dalam Iman

Desa-desa yang dulunya dipenuhi kecemasan dan ketakutan mulai berubah menjadi komunitas yang penuh dengan semangat kebersamaan dan iman yang kuat. Orang-orang saling mendukung dan mengingatkan untuk selalu melakukan kebaikan.

Hasan, Ali, dan Firas terus melanjutkan misi mereka, menyebarkan ajaran Islam yang benar dan menekankan pentingnya berbuat baik serta ketaatan kepada Allah. Mereka mengajarkan bahwa meskipun kita tidak tahu kapan kiamat akan datang, kita harus selalu siap dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

 

Pelajaran dari Kisah

Kisah ini berakhir dengan sebuah pelajaran mendalam: dalam Islam, hanya Allah yang mengetahui kapan kiamat akan terjadi. Tugas kita sebagai manusia adalah mempersiapkan diri dengan berbuat kebaikan dan meningkatkan keimanan kita setiap hari. Dengan demikian, kita tidak akan terjebak dalam ketakutan yang tidak perlu, tetapi akan hidup dalam kedamaian dan ketaatan yang sejati.

Cerita fiksi ini mengingatkan kita bahwa dalam Islam, ramalan kiamat tidak memiliki tempat. Yang terpenting adalah menjalani hidup dengan ketaatan kepada Allah, berbuat baik, dan selalu mempersiapkan diri untuk hari akhir dengan cara yang benar.

Kisah fiksi ini mengajarkan kita tentang pandangan Islam terhadap peramal kiamat dan pentingnya fokus pada perbuatan baik serta keimanan yang benar.