Telah diketahui bersama PT Pelabuhan Indonesia I, II, III, dan IV telah melebur menjadi PELINDO berpusat di Jakarta tanggal 1 Oktober 2021. Beberapa bulan sebelumnya tepatnya 30 Juni 2021, media Bisnis.com memuat alasan utama penyatuan keempat Pelabuhan Indonesia 2 (dua) hal, Pertama, Indonesia memiliki kepulauan sangat luas harus memiliki perencanaan alur pelayaran dan barang yang terintegrasi. Kedua, menjadi operator pelabuhan efisien untuk menekan cost of logistic.
Sepuluh bulan merger berjalan, banyak upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan. Sebagai kekuatan pelabuhan selain penguatan sitem logistik nasional, kita mampu berbicara dalam percaturan pelayaran internasional melalui peningkatan signifikan jumlah TEUs Petikemas yang diasup oleh pelabuhan-pelabuhan internasional. Sudah siapkah Indonesia? Mari kita cermati sama-sama.
Posisi Indonesia?
Sumber: UNCTAD, Drewry Maritime Research, 2016
Tabel di atas, mengurutkan sepuluh dari empat puluh pelabuhan petikemas teratas berdasarkan volume yang ditangani secara acak. Secara keseluruhan jumlah petikemas yang ditangani 415,9 juta TEUs, atau hampir enam puluh persen dari total dunia. Pelabuhan di Asia menguasai sepertiga pasar internasional, Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok meski mampu menaikkan throughput sebesar enam persen atau 5.201.000 TEUs hasilnya hanya bertengger di peringkat dua puluh enam.
Pelabuhan internasional menangani lebih dari delapan puluh persen volume perdagangan global. Pelabuhan sebagai simpul rantai transportasi, ketersediaan akses pasar, rantai pasokan, jaringan konsumen dan produsen sangat mutlak diperlukan. Pelabuhan harus siap beradaptasi, baik dalam ceruk ekonomi, kelembagaan, keberpihakan regulasi, serta pelayanan efektif dan efisien.
Tumbuhnya kekuatan kompetitif yang mempengaruhi pelabuhan selalu meningkatkan kinerja melampaui ekspektasi pelanggan, seperti optimalisasi operasi, pengurangan biaya, efisiensi waktu dan marketing. Pada saat bersamaan, beberapa megatren mempengaruhi industri pelabuhan terutama pemenuhan pelabuhan petikemas. Peningkatan ini meliputi konsentrasi dan konsolidasi jumlah barang yang berimplikasi pada peningkatan ukuran kapal, karenanya dibutuhkan konsursium besar yang melibatkan sektor swasta.
Sejak awal Pemerintah perlu segera menyiapkan perusahaan pelayaran nasional untuk menyiapkan kapal kapal induk yang dapat mengangkut petikemas ekspor ke pelabuhan internasional dengan menggandeng main line operator (MLO). Kebijakan Port State sejak awal berfokus pada ekspor dan investasi, dan terbukti meskipun pandemi negara-negara tersebut tetap mendominasi sektor pelabuhan khususnya petikemas.
Tujuh dari sepuluh pelabuhan petikemas teratas berada di China. Hampir setengah dari jumlah yang ditangani oleh empat puluh peringkat teratas pada tahun 2016 selalu didominasi pelabuhan petikemas di negara tersebut. Pengalaman negara lain membuktikan, bahwa setiap kemacetan di pelabuhan hub dapat mempengaruhi pelabuhan-pelabuhan di Asia lainnya sehingga berpeluang mengganggu operasi feeder di wilayah tersebut.
Hanya pelabuhan yang berhasil meningkatkan jumlah barang, jaringan asosiasi pelayaran, supply & demand, serta peningkatan ukuran kapal yang sukses menembus kesulitan yang dialami pelabuhan hub tersebut. Pada tahun 2016, Pelabuhan Singapura meningkat posisinya dibanding tahun sebelumnya, meski mengalami tren penurunan sebesar nol koma satu persen. Tanjung Pelepas turun delapan koma delapan persen, Filipina tren positif, sementara Thailand dan Vietnam menurun dampak penurunan permintaan manufaktur oleh China.
Kolombo terus mencatat pertumbuhan throughput setelah pembangunan pelabuhan baru sehingga mendorong pertumbuhan kapasitas pelabuhan sebesar melampaui 18.000 TEUs. Algeciras menempati peringkat pertama di Mediterania dengan volume sebesar lima koma dua persen, tetapi Pelabuhan Valencia mengalami penurunan kapasitas sebesar nol koma dua persen. Kinerja kedua pelabuhan terus memburuk yang dipengaruhi oleh permasalahan perburuhan yang tidak kunjung selesai.
Sisi lain, permasalahan perburuhan di Piraeus berhasil diselesaikan seiring privatisasi pelabuhan, ditandai dengan peningkatan volume sebesar empat belas koma satu persen sejak kehadiran Perusahaan China Ocean Shipping (Group). Peningkatan tersebut diakibatkan dari operator kapal yang melayani pengiriman petikemas secara langsung ke pelabuhan-pelabuhan di Mediterania dan di Eropa Utara. Pelabuhan Amerika Utara beragam, Los Angeles meningkat sebesar delapan koma lima persen akibat membaiknya situasi ekonomi dan kepercayaan konsumen di Amerika Serikat, serta negara-negara Asia diuntungkan akibat stabilitas nilai tukar.
Selaras dengan target perencanaan barang pelabuhan yang terintegrasi pada skala internasional, berbagai fenomena pelabuhan-pelabuhan dunia dapat diambil benang merahnya. Waktu sepuluh bulan cukup menyiapkan standar operasional pelabuhan maksimal, dan sekarang saatnya penyiapan kapal induk serta memaksimalkan volume petikemas yang memadai. Peningkatan volume, jaringan aliansi kapal, permintaan dan penyebaran kapal yang lebih besar, dan, yang tidak kalah penting menciptakan stabilitas ekonomi dan kepercayaan pasar.
Wahyu Agung Prihartanto, Penulis dari Sidoarjo
3 Comments