Wisata Edukasi ke Rumah Sutera

Wisata Edukasi ke Rumah Sutera

Oleh : Lies Lestari

Beberapa waktu lalu saya bersama kakak saya menyempatkan diri untuk melakukan wisata edukasi,  lokasi yang kami kunjungi yaitu Rumah Sutera yang berada di jalan Ciapus Raya km 8 no. 100, Batu Gede, Taman Sari, Bogor. Rumah Sutera ini, adalah tempat budidaya ulat sutera sekaligus tempat memproses benang sutera menjadi kain sutera. Jujur, saya sendiri belum punya selembarpun kain sutera, hehehe.. tapi tidak ada salahnya juga saya cari tahu cara pembuatannya.

Kain sutera adalah jenis kain yang sangat awet dan tahan lama, apalagi jika dirawat dengan baik,  bahkan bisa diwariskan dari generasi ke generasi, tanpa mengalami penurunan kualitas. Kain sutera sangat nyaman untuk kulit dan mampu menyerap keringat, yang pasti harganya sangat mahal, itulah kenapa saya tertarik untuk menggali informasinya, karena kain ini sangat istimewa.

Sesampainya disana, kita dipandu oleh bapak Iyan sebagai salah satu karyawan Rumah Sutera. Biaya masuk untuk edukasinya masih terjangkau yaitu sebesar @Rp. 25.000,- sudah termasuk tour edukasi dan welcome drink. Rumah Sutera berada di tanah seluas 4 hektar, wooww.. luas sekali ya, dengan ditumbuhi banyak tanaman hias dan rumput yang rapih tercukur seperti karpet yang terhampar, sehingga lingkungannya terlihat asri. Beberapa tukang kebun sibuk membersihkan dan merawat tanaman di sekitarnya.

Kemudian kita diajak oleh pak Iyan ke kebun tanaman Murbey yang menjadi konsumsi para ulat sutera. Bukan main luasnya, mungkin ada sekitar 1 hektar di alokasikan khusus untuk tanaman murbey yang tingginya sudah sepinggang orang dewasa, infonya daun murbey banyak mengandung vitamin. Daun murbey yang muda adalah kesukaan para ulat sutera, sehingga daun-daun murbey yang tua dapat dijadikan konsumsi manusia  seperti dibuat lalap atau tumis sayur atau bahkan dapat dibuat menjadi teh, perlu juga dicoba terobosan ini, sayur daun murbey dan teh murbey.

Setelah dari kebun murbey, kita beranjak ke peternakkan ulat sutera, yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kebun murbey. Ulat sutera yang di pelihara ini adalah jenis Bombyx Mori, yang mudah mati apabila kediamannya tidak tertutup dan tidak steril. Jadi petugas Rumah Sutera kerap menyemprot dengan disinfektan agar rumah ulat sutera ini tetap bersih.

Daun murbey dimakan oleh ulat sutera dalam sehari 4 kali, yaitu pada jam 7, 11, 15 dan 16. Sebulan kemudian, ulat sutera akan merubah diri menjadi kepompong (cocon). Pada saat itu saya melihat dengan takjub ketika para ulat sutera hanya diam bersemedi. Sama sekali tidak ada pergerakan untuk menggerogoti daun murbey, padahal mereka ada di tumpukkan daun-daun murbey. Ternyata hal itu menjadi ciri-ciri ulat sutera ketika akan merubah diri menjadi kepompong (cocon), yaitu sudah tidak mau makan, tidak banyak pergerakan, dari mulutnya mengeluarkan serat, dan tubuhnya apabila di sinari dengan cahaya blitz sudah terlihat tembus pandang.

Dibutuhkan 3 hari ulat sutera membungkus diri menjadi kepompong (cocon), didalam cocon, ulat sutera berubah menjadi pupa (larva), dan selanjutnya akan mengalami metamorfosa manjadi kupu-kupu. Pemandu Rumah Sutera mengatakan bahwa sebuah kepompong (cocon) tidak dapat di tembus oleh peluru karena kekuatan serat benang ulat sutra, kalah ya kaca anti peluru. Lalu bagaimana seekor pupa bisa keluar dari kepompongnya untuk terbang menjadi kupu-kupu? Ternyata cukup dengan air kencing pupa, maka kepompong itu bisa terbuka, MasyaaAllah. Otomatis, cocon akan menjadi rusak dan tidak bisa ditenun menjadi kain sutera, karena proses tenun harus menggunakan cocon yang masih utuh.

Naah.. di sinilah empati terhadap usaha pupa menjadi kupu-kupu dikesampingkan dulu. Di ruang Raw Silk (tempat tenun), cocon yang masih utuh dan masih ada pupa didalamnya akan di rebus untuk menghilangkan zat perekatnya. Setelah proses rebusan cocon, maka akan didapati serat benang sutra yang nanti ujungnya akan dikaitkan ke alat pemintal dan siap dipintal untuk menjadi benang sutera. Harga benang sutera berkisar di harga Rp. 1juta sampai dengan Rp. 1,2 juta, itu baru harga benang sutra ya belum menjadi selembar kain sutra.

Benang sutera ini kemudian dipintal dengan menggunakan alat bernama ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), jadi prosesnya secara manual. Benang dibentangkan dan diurai satu per satu di ATBM agar tidak kusut. Setelah itu barulah penenun bisa bekerja dengan cara menghentakkan tangan dan kakinya pada ATBM agar kain bisa terbentuk sedikit demi sedikit. Memerlukan kecakapan khusus untuk memintal benang sutera, oleh karena itu harga kain sutra menjadi mahal, karena prosesnya yang rumit. Rumah sutra juga menjual kain sutra yang polos dan bercorak batik, harganyapun berjuta-juta. Setelah mengetahui proses pembuatan kain sutra, bagi yang sudah memiliki pastinya akan lebih serius merawatnya, sementara bagi saya, cukup berangan-angan saja dulu untuk bisa jadi pengkoleksinya.