Mungkinkah Resesi Seks di Jepang Merambah ke Indonesia?
Oleh : Agus Siswanto
Beberapa waktu berselang, muncul di berbagai media tentang fenomena resesi seks terjadi di beberapa negara maju. Untuk Kawasan Asia terjadi di Jepang, Korea Selatan dan Singapura. Resesi seks ini ditandai dengan keengganan para pasangan muda untuk mempunyai anak. Sebuah gambaran yang aneh untuk ukuran Indonesia.
Keengganan untuk mempunyai anak dalam pandangan sederhana tentu dianggap biasa. Karena hal ini berkaitan dengan populasi yang ada di suatu negara. Namun ketika dikaitkan dengan angka kematian atau mortalitas, hal ini menjadi ancaman besar. Berkurangnya usia produktif karena pengaruh mortalitas, akan sangat mempengaruhi perkembangan negara tersebut.
Di Jepang sendiri dari laporan instansi terkait, tercatat pada tahun 2022 hanya ada 811.622. Sebuah angka yang sangat mencengangkan. Sebab menurut perhitungan para ahli di National Institution of Population and Society Social Security dikatakan angka kelahiran di Jepang tidak akan turun dari angka 800 ribu hingga tahun 2030. Sementara fakta di lapangan, baru pada tahun 2022 angka itu sudah hampir tercapai. (detik.com, 24 Januari 2023).
Fakta lain yang menarik untuk dicermati dari fenomena ini adalah alasan para pasangan muda di negeri Sakura itu akan kelahiran adalah tingginya biaya hidup. Dalam perhitungan mereka, dengan menambah anak maka akan terjadi peningkatan pengeluaran yang akan menguras tabungan mereka. Sehingga saat sebuah pasangan mempunyai satu anak, mereka akan berpikir ulang untuk menambah anak lagi.
Sisi lain yang juga menarik selain masalah biaya hidup adalah fokus kaum perempuan di negeri Sakura. Dari berbagai survey yang dilakukan, sebagian besar dari mereka lebih suka berfokus pada karir dan pendidikan. Hal ini pula yang membuat para perempuan itu ‘malas’ mempunyai anak.
Secara nalar, dengan mempunyai anak maka sebagian hidup mereka harus tercurah pada anak. Mulai dari masa kehamilan, hingga kelahiran. Masa-masa in dianggap akan menghambat langkah mereka dalam berkarir dan pendidikan.
Keresahan akan fenomena ini telah ditangkap oleh pemerintah Jepang. Pemerintah menjanjikan berbagai ‘bantuan’ keuangan bagi pasangan yang mempunyai anak. Namun upaya ini tampaknya sia-sia. Dalam pandangan mereka, bantuan keuangan yang diberikan pemerintah terlalu kecil, tidak mampu memenuhi kebutuhan yang seharusnya dikeluarkan. Sehingga banyak pasangan yang berpikir ulang untuk mempunyai anak.
Lalu bagaimana dengan Indonesia. Fenomena ini ternyata mulai tercium juga. Di beberapa kota besar, gambaran perempuan yang terobsesi dengan karir dan pendidikan mulai terlihat. Mereka mengorbankan masa mudanya untuk mencapai dua tujuan tersebut. Ketika mereka harus menikah, berbagai syarat pun diajukan. Termasuk di antaranya masalah anak.
Namun apakah fenomena ini terjadi pada semua golongan? Ternyata jawabannya tidak. Di kalangan kelas menengah ke bawah, keinginan mempunyai anak tetap menjadi prioritas. Anggapan banyak anak banyak rezeki, masih banyak kita temukan di kalangan bawah, walau tidak sebanyak di masa lalu.
Untuk golongan menengah, mereka melakukan pembatasan kelahiran. Anjuran dua anak saja cukup yang dahulu menjadi ‘lagunya’ program Keluarga Berencana (KB), tanpa diminta pun telah mereka lakukan. Pertimbangan yang digunakan pasti terkait dengan pendidikan yang akan mereka berikan pada anak-anak. Dalam benak mereka, Pendidikan menjadi satu-satunya jalan untuk membekali mereka saat harus mengarungi dunia dewasa.
Gambaran semacam ini menjadi sesuatu yang melegakan sekaligus mencemaskan. Hal ini tentu saja berkaitan dengan angka pertumbuhan penduduk negeri ini. Perlu diketahui, berdasarkan catatan BPS angka kelahiran di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 2,1 juta (dataindonesia.id, 30 November 2022). Walaupun secara hitungan year on year mengalami penurunan, tetap perlu menjadi perhatian. Tingginya kesadaran orang tua akan masa depan anak, akan menjadi kunci perlambatan angka kelahiran ini.
Lembah Tidar, 27 Januari 2023
Baca juga :
- Ketika Nyawa Tak Lagi Berharga
- Membangun Karakter Mental yang Sehat dengan Membaca
- Meneladani Perjuangan Frans Seda Dalam Pembangunan Negara Indonesia
Ikuti lini masa CAPTWAPRI.ID agar tidak ketinggalan informasi selanjutnya.
Tinggalkan Balasan