Akhir-akhir ini, ketika melihat dua atau tiga bahkan empat lelaki yang sedang bercakap atau bisa juga ada perempuan yang nyelinap, menurut kalian apa yang mereka bahas? Apalagi melihatnya di lapangan olahraga semisal futsal, kira-kira apa yang mereka bahas? Ya, tak lain dan tak bukan, tentu saja Piala Dunia Qatar 2022. Apalagi ajang prestisius ini sudah sampai tahap quarter final, ya semakin gampang deh nebaknya.
Berbicara Piala Dunia hingga tahap ini, sudah begitu banyak cerita yang telah terukir, baik terukir secara dramatis, sedih maupun inspiratif. Salah satu kisah inspiratif bahkan sempat viral di jagat maya, baru-baru ini diukir oleh supporter timnas Jepang.
Jepang menyita perhatian di Piala Dunia Qatar 2022 bukan hanya karena penampilan impresif timnasnya tapi juga perilaku suporternya. Sebabnya, para pendukung Samurai Biru kompak membersihkan sampah yang berserakan di Stadion Khalifa Internasional, Ar-Rayyan yang menjadi lokasi pertandingan. Dengan bergotong royong, suporter Jepang memungut bungkus makanan bekas serta gelas minuman kosong hingga nampan yang ditinggalkan ke dalam plastik sampah. Aksi merekanpun viral dan dibanjiri komentar positif. Tak sedikit yang mengatakan jika aksi mereka patut dicontoh oleh suporter-suporter dari negara lain.
Berkaca pada hal itu, meskipun Timnas Indonesia tidak ikut dalam pagelaran akbar ini, suporter Indonesia seharusnya dapat mencontohi kedewasaan dengan bersikap disiplin dan menerapkan semangat gotong royong yang ditunjukkan suporter Jepang. Sebabnya, masih ada berita bahkan saya lihat dengan mata kepala saya sendiri jika masih ada aja suporter Indonesia yang memaksa masuk stadion meskipun harus memanjat tembok stadion setinggi 20 sampai 25 meter. Lebih jauh lagi, masih maraknya calo tiket yang merugikan penonton. Pasalnya, harga yang ditawarkan ke calo sangatlah mahal dimana panitia sebelumnya telah menyediakan tiket dengan harga yang jauh lebih murah.
Ya, kedewasaan, kedewasaan masih amat belum jelas terlihat. Berita kericuhan, anarkisme maupun vandalisme antar suporter di Indonesia masih berseliweran dimana-mana. Yang paling geger bahkan mencuri perhatian dunia dan menjadi salah satu tragedi ternaas sepanjang sejarah sepak bola, tidak hanya di Indonesia tapi juga dunia, yaitu Tragedi Kanjuruhan Malang. Meskipun kericuhan yang terjadi saat itu sebaiknya tidak hanya dilihat dari sisi suporter saja tapi juga dari pihak penanganan keamanan. Tapi tak bisa dipungkiri, jika salah satu penyebabnya adalah akibat tidak adanya kedewasaan (ricuh) dalam diri suporter saat itu.
Ada beberapa momen yang membuat suporter tidak menunjukkan sikap kedewasaanya, pertama, suporter masih belum bisa menerima kekalahan, kedua, ketika tim kesayangan mengalahkan lawan, bukannya menyemangati, suporter justru mengolok lawan, tidak hanya secara langsung tapi berlanjut hingga ke dunia maya. Kalian taulah gimana netizen Indonesia, ketiga ketika tim lawan bermain keras.
Kedewasaan juga merupakan hal yang sangat amat penting dan menjadi salah satu penilaian melesat majunya persepakbolaan dalam sebuah negara atapun klub sepakbola, karena jika suporter ricuh, maka jelas kerugian tidak hanya datang dari suporter yang berulah tapi juga bagi timnas atau klub yang didukungnya. Misalnya pelaku harus bayar denda sekian dan imbas dari tim, misal menjalani laga tanpa suporter.
Oleh karena itu, suporter Indonesia dapat mencontohi salah satu bentuk kedewasaan yang baru-baru ini ditunjukkan salah seorang suporter Krosia pasca kemenangannya atas Brazil di laga quarter final. Terlihat mega bintang Brazil, Neymar, menangis tersedu-sedu yang menghadapi kenyataan bahwa ia dan kolega harus tersingkir di ajang empat tahunan ini.
Melihat rekannya menangis, rekan senegaranya, Dani Alves menghampiri dan memeluk Sang Pencetak Gol di laga tersebut. Nah, berselang kemudian, momen sweet dimana perilaku kedewasaan suporter pun terjadi. Suporter Kroasia, yang notabene anak Ivan Perisic, yang bernama Leo, berlari menghampiri Neymar yang menangis sambil dipeluk Dani Alves. Sempat dihalangin petugas, Leo akhirnya bisa menemui Neymar yang melihat kedatangannya. Leo pun memberi jabat tangan kepada Neymar, yang dibalas dengan pelukan Sang Superstar.
Momen ini sangat menunjukkan kedewasaan seorang suporter sekalipun dilakukan oleh seorang anak kecil. Bukan mengolok pemain lawan tapi justru menyemangati. Momen ini kemudian viral di media sosial dan disambut gembira fans.
Yang terbaru, datang dari timnas Maroko, meskipun hal ini tidak datang langsung dari suporternya tapi datang langsung dari para pemain Maroko. Peluit pun ditiup sebagai tanda berakhirnya pertandingan melawan juara bertahan, Les Blues, Perancis sekaligus akhir dari cerita dongeng yang ditulis timnas Maroko selama di Qatar.
Sedih, tangisan, dan haru jelas tergambar di raut wajah para pemain Maroko. Tapi satu hal yang patut dicontoh tidak hanya pemain tapi juga suporter di seluruh dunia termasuk suporter Indonesia. Para pemain Singa Atlas tetap dengan gagah melakukan sujud syukur di depan suporter meskipun menanggung luka. Momen itu pun dibalas dengan bangga dan haru oleh suporter Maroko. Para pemain Maroko bersujud atas pencapaiannya setelah menjadi negara Afrika pertama yang menembus semi final Piala Dunia.
Momen ini mengajarkan suporter Indonesia agar bersikap dewasa dengan menahan emosi dan selalu tetap setia, tidak hanya pada saat berhasil memetik kemenangan tapi juga saat mengalami kekalahan. Sebagaimana slogan suporter Liverpool ‘You’ll Never Walk Alone’ (YNWA).
Tinggalkan Balasan