Pelangi Kesabaran
Oleh : Lies Lestari
Rudi duduk termangu didepan sebuah gundukkan tanah kuburan yang masih merah, matanya yang tajam terlihat merah, rambutnya yang ikal tertutup oleh peci dikepalanya. Tertera di batu nisannya “Lasmi binti Andira”, lahir enam puluh delapan tahun lalu. Diatas tanah itu masih bertaburan bunga melati merah dan putih yang masih segar. Tubuh Rudi yang tinggi, duduk bersimpuh di tanah, tidak peduli celana hitamnya penuh dengan tanah liat kuburan. Rina adiknya yang bertubuh mungil duduk disebelah Rudi, mengenakan kerudung hitam, dengan sesekali mengusap hidungnya yang mancung dan matanya yang sembab karena air mata.
Para pelayat sudah banyak yang beranjak pergi meninggalkan kuburan ibu Lasmi, kecuali Rudi, Rina beserta pasangan mereka yang masih menemani ibu mereka yang telah dikubur. Sesekali Rina mengelus kayu nisan ibunya, kemudian menciumnya perlahan. Rudi akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan kubur ibunya karena awan sudah mulai mendung.
Beberapa hari kemudian,, Rudi sedang membereskan barang-barang milik ibunya yang sudah tidak terpakai. Matanya terpaku pada sebuah photo yang keluar separuh lembaran diantara tumpukkan buku. Rasa penasaran menggiringnya untuk mengambil photo itu, tampak sosok ayahnya yang telah meninggal terlebih dahulu. Pada photo itu tampak sang ayah sedang bersama dengan seorang wanita lain yang sedang menggendong anak perempuan balita.
Tubuhnya terduduk lemah, ia pandangi wajah sang ayah yang terlihat tersenyum sambil tangannya memeluk wanita itu. Tentu saja wanita itu bukan ibunya, dan balita itu bukan Rina adik kandungnya. Pukulan pertama yang menghantam perasaannya adalah ketika dirinya masih dibangku SMA, saat ia ketahui ayahnya telah menikah lagi. Jiwa mudanya serta belum adanya kematangan berpikir, membuat dirinya saat itu melakukan pemberontakkan terhadap kebijakan ayahnya.
Ada saja kelakuan Rudi yang membuat sang Ayah kewalahan, ia berusaha untuk bisa menarik kembali ayahnya dalam putaran keluarganya dan meninggalkan wanita lain. Rudi lupa kalau tindakannya akan membuat ibunya semakin berat menanggung beban pikirannya. Memikirkan suaminya menikah lagi telah membuat perasaannya hancur, dan terlebih lagi harus menghadapi anak laki-lakinya terlibat dengan kenakalan remaja. Rudi bukanlah anak yang berandal, telah banyak prestasi yang ia dapatkan di sekolahnya, tetapi ia belum siap secara mental untuk menghadapi kenyataan pahit dalam keluarganya.
Hingga suatu saat Rudi merasa telah gagal menarik kembali ayahnya, bahkan justru membuat sang ayah semakin jauh meninggalkan dirinya. Hanya satu yang ada dalam pikirannya yaitu pergi meninggalkan rumahnya dan pergi menjauhi keluarganya, untuk tinggal bersama pamannya di Jogja.
Rudi sedang merapikan baju-baju kedalam tas ranselnya, ibu Lasmi perlahan menghampiri kamarnya.
“Nak…! kamu sudah pikirkan matang-matang untuk meninggalkan kita?” ibu Lasmi bertanya sambil mengusap punggung Rudi dengan penuh sayang. Ia berusaha untuk menahan air matanya yang sudah ada di pelupuk matanya. Ia tidak ingin kehilangan putranya setelah kehilangan hati suaminya.
Rudi mengangguk, “Iya bu sudah siap, di Jogja aku bisa sekolah sambil bekerja” sahut Rudi sambil menunduk. Ternyata Rudi pun sedang berusaha menahan tangisnya, karena kekecewaan yang sudah memuncak.
“Kamu ndak kasihan sama ibu dan Rina?” tanya ibu Lasmi.
“Ibu tetap bertahan dalam rumah tangga ini, karena kalian ada. Ibu jalani meskipun sakit, tetapi ibu tetap menghargai ayahmu, karena masih ada hal yang bisa ibu syukuri dari sikap ayah kalian” lanjut ibu Lasmi.
“Ibu ingin, kalian tetap menghargai ayah kalian, ayah tidak pernah menelantarkan kalian. Tujukkan pada ayah kalau kalian adalah anak-anak yang dapat dibanggakan, maka ayah akan merangkul kalian. Disegala cobaan kehidupan, rahmat Allah lebih luas nak, cobalah untuk bertahan, berjalan bersama agar kita kuat” ibu Lasmi tidak kuat lagi menahan air matanya, hingga akhirnya Rudi melihat air mata ibu turun dengan deras. Dipeluknya ibu Lasmi dengan tangis yang tidak bisa ia tahan lagi, suara isak tangis mereka semakin terdengar.
“Aku siap menjaga ibu dan Rina, aku ingin bisa menjadi kebanggaan ayah terutama ibu, maafkan Rudi ya bu” Rudi berkata sambil terisak, ibu Lasmi hanya dapat mengangguk karena sudah tak kuasa lagi bersuara, yang hanya adalah rasa syukur.
Beberapa tahun kemudian
Saat ini Rudi telah berhasil menjadi seorang dokter yang handal dan memiliki keluarga. Baginya ibu adalah pemacu dirinya untuk menjadi sukses. Ia mengambil photo ibunya dari dompet untuk ia pandangi, kemudian air mata mulai menetes.
“Ibu.. karena kesabaranmu akan ada pelangi yang akan mengantar ibu ke surgaNya” Rudi berkata dengan lirih.
Sekian,-
Tinggalkan Balasan