Memutus Rantai KDRT, Bisakah?

Miris mendengar dan menyaksikan berita kekerasan dalam rumah tangga yang dialami Lesti Kejora.  Melihat konten-konten  mereka yang selalu bahagia, sungguh tidak terbayangkan  kalau di balik itu ada penderitaan.  Seperti yang disampaikan polisi terhadap hasil visum, perlakuan kasar itu sudah sering diterima Lesti,  bukan pertama kali.

 

Begitu banyak hujatan yang diarahkan kepada  Rizki Billar atas perlakuannya kepada  istrinya.  Netizen marah karena perlakuannya yang  kasar dan tidak berperikemanusiaan.  Kasus Lesti adalah contoh  yang terekspos. Ada banyak perempuan lain yang mengalami kekerasan tapi tidak dilaporkan atau  tidak terekspos.  Mereka lebih memilih diam dan menyimpannya sendiri bahkan selama bertahun-tahun.

 

Kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan pelanggaran hak azazi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan. Korbannya kebanyakan adalah perempuan dan harus mendapat perlindungan dari negara dan masyarakat.

 

Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan  dalam rumah tangga  tetapi untuk mencegah jangan sampai menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga adalah tanggungjawab diri sendiri.

 

Kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya terdiri dari kekerasan  fisik yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit dan luka berat. Kekerasan  psikis yang mengakibatkan  ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan bertindak, hilangnya rasa percaya diri dan penderitaan psikis.

 

Selanjutnya adalagi kekerasan seksual dengan pemaksaan berhubungan seksual  dan  penelantaran rumah tangga yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi.  Bagaimana upaya agar kita dan anak-anak kita tidak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga?

 

Dalam pergaulan sehari-hari kita  tidak menyadari orang  yang telah  melakukan kekerasan dalam rumah tangganya. Mereka umumnya adalah laki-laki,  bisa tetangga, rekan kerja, atasan ataupun keluarga kita. Bisa dari masyarakat berpenghasilan rendah dan juga bisa dari masyarakat yang berpenghasilan tinggi.

 

Berdasarkan informasi dari Ketua  P2TP2A Kota Padang, dari  kasus-kasus kekerasan  yang diproses, sebagian besar kekerasan dalam rumah tangga itu sudah dimulai  dari orang tuanya.  Anak yang sering melihat kekerasan yang ditunjukkan ayah kepada ibu dan anaknya akan menganggap kekerasan itu adalah hal yang biasa, dan ia  berpotensi untuk melakukan hal yang sama pada istri dan anaknya..

 

Tidak ada orang yang mau dikasari, dibentak, dipukul dan ditekan tetapi bukan hal yang mudah juga  bagi seorang perempuan untuk melaporkan kondisinya, apalagi yang melakukan kekerasan adalah suaminya. Ada banyak alasan yang menjadi pertimbangan.

 

Seperti yang disampaikan seorang yang pernah menjadi korban kekerasan. Suaminya telah melakukan kekerasan dan penganiayaan  sejak baru menikah. Kalau marah sering membentak, memukul, melempar barang, dan dikatai dengan kata-kata kasar.  Tetapi jika   melihat kondisi istrinya yang  lebam dan luka-luka ia akan minta maaf, menyesal dan kadang-kadang menangis. Seperti itu terus berulang kali.

 

Sebagai seorang istri ia dari awal sudah berkomitmen untuk mempertahankan rumah tangganya. Dan ia juga tidak mau mengadukan kepada orang tua dan saudaranya karena akan  menyusahkan keluarga dan akan mempermalukan suaminya. Dengan mempertimbangkan keutuhan rumah tangga, korban hanya diam, berdoa  dan berharap suatu saat suaminya akan sadar.

 

Korban yang lain menyampaikan alasan kenapa  hanya diam menerima perlakuan kasar dari suaminya adalah karena ketergantungan ekonomi pada suaminya. Ketakutan akan bagaimana kehidupan selanjutnya menjadi pertimbangan untuk hanya menerima keadaan.

 

Pernikahan adalah ibadah yang panjang.  Menyatukan dua orang yang berbeda dalam satu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Perlu persiapan matang dalam  pernikahan, seperti usia,  mental, materi, dan pengetahuan.

 

Orang tua selalu berpesan agar mencari jodoh itu harus memperhatikan bibit, bebet dan bobot. Bibit   untuk melihat keturunannya, siapa orang tuanya dan bagaimana kondisi keluarganya. Bebet untuk melihat tingkat ekonomi calon pasangan. Setiap orang tua tentu ingin agar calon menantunya punya penghasilan yang jelas. Bobot untuk melihat kepribadian  dan pendidikan calon pasangan.

 

Walaupun  tidak akan pernah bertemu dengan orang yang sempurna, pesan itu sekurang-kurangnya menjadi acuan  sehingga kita  tidak memilih orang yang salah dalam hidup kita, dan menghindari rasa penyesalan di kemudian hari.

 

Orang tua yang sedang mencari atau akan menyetujui calon pasangan anaknya perlu mencari tahu tentang kepribadian, kehidupan keluarga, pekerjaan, kebiasaan dan karakternya.  Banyak  rumah tangga yang bermasalah   jika  pernikahannya  tidak direstui  orang tuanya. Ridho Allah disebabkan ridho orang tua. Dapatkan ridho orang tuamu sebelum melangsungkan pernikahan.

 

Jika  sedang dalam masa pendekatan, kenali pasanganmu secara mendalam. Coba evaluasi apakah kamu sering dibentak, disakiti, dipukul, dilempari oleh pasanganmu?  Jika jawabannya iya, maka kamu  berpotensi untuk menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Tinggalkan  dan cari laki-laki yang lebih menghargai perempuan.

 

Jika terdapat permasalahan di antara suami istri, jangan bertengkar di depan anak. Orang  tua adalah contoh. Kekerasan yang sering dilakukan orang tuanya  akan dianggap sebagai pembiasaan dan berpotensi untuk dilakukannya juga kelak.