Besok-besok, kalau mau “ngeprank” jangan tema begini ! Sebagai perempuan yang sudah merasakan pahit manisnya biduk rumah tangga jadi mendadak julid. Maaf kalau faktanya demikian, tetapi apakah KDRT selucu itu sampai bikin edisi ngeprank lapor-melapor ke kepolisian. Saya doakan semoga tidak merasakan KDRT yang sesungguhnya. KDRT yang saat ini sedang marak di pertelevisian, ramai diberitakan korbannya adalah aktris, aktor, atau selebriti terkenal.
Lalu bagaimana nasib para korban KDRT yang masih belum mendapatkan pertolongan siapa pun karena ketakutan? KDRT menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah kepanjangan dari kekerasan dalam rumah tangga, atau domestic violence. Berdasarkan Pasal 1 UU PKDRT, KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga. Termasuk di dalamnya ancaman atau melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Di saat isu KDRT sedang panas-panasnya, ada yang bikin konten prank dengan tema KDRT. Rasanya hati saya jadi agak gimana. Kita juga harus mengetahui bahwa korban KDRT tidak melulu dari kaum perempuan saja. Banyak kaum pria juga merupakan salah satu korban KDRT dari perbuatan para istri. Jadi sebaiknya kita berdoa agar terhindar dari KDRT, seperti kasus yang belum lama ini terjadi antara Jhonny Depp dan Amber Heard
Kasus Jhonny Depp membuktikan, bahwa korban KDRT tidak hanya kaum perempuan saja, tapi pria pun bisa menjadi korbannya. Dampak dari KDRT tidak hanya pada korban kekerasannya saja, melainkan juga orang-orang terdekat di sekitarnya, contohnya adalah anak. KDRT memiliki pengaruh yang sangat besar bagi masa depan, terutama bila ini menyangkut psikologis korban dan orang terdekatnya.
Umumnya pada kasus kekerasan dalam rumah tangga korbannya adalah istri, namun tidak sedikit pula pria yang mengalami hal serupa. Pria yang mendapatkan kekerasan dari pasangannya, juga pantas mendapatkan dukungan. Perlu kita ingat bahwa siapa pun di dunia ini tidak berhak melakukan tindak kekerasan pada orang lain, sehingga mengakibatkan trauma dan merusak masa depannya.
Ada beberapa jenis kekerasan di dalam rumah tangga, yang perlu kita ketahui. Ternyata kekerasan rumah tangga tak hanya berupa kekerasan fisik semata. Ada beberapa jenis kekerasan dalam rumah tangga yang dampaknya cukup serius bagi korban, diantaranya adalah:
Kekerasan Fisik
Kekerasan yang umumnya terjadi dalam rumah tangga, dimana salah satu pihak baik itu suami ataupun istri telah melakukan tindakan yang mengakibatkan rasa sakit. Sehingga korban mendapatkan luka berat, jatuh sakit bahkan kehilangan nyawa dan meninggal dunia.
Kekerasan Psikis
Pada urutan kedua ini, bisa juga kita sebut dengan kekerasan emosional. Bentuk kekerasan yang mengakibatkan korban tak berdaya secara psikologis. Korban merasa ketakutan, kehilangan rasa percaya diri, merasa tidak berguna sampai pada tindakan untuk menghabisi nyawa sendiri atau bunuh diri.
Kekerasan Seksual
Pada kekerasan seksual, maka kita bicara kekerasan yang dilakukan dalam ranah seksual. Meskipun hubungan ini telah diperbolehkan secara hukum dan agama, kita harus mengetahui bahwa melakukan hubungan seksual tidak boleh dilakukan bila salah satu pasangan tidak menginginkannya. Dengan pengertian ini maka, jelas bila berhubungan intim pada suami istri pun harus atas kesepakatan bersama.
Pemaksaan hubungan seksual, adalah bila hubungan seksual dilakukan dengan tidak wajar, sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman pada salah satu pasangan, sehingga menimbulkan perasaaan telah dilecehkan oleh pasangan. Pemaksaaan hubungan seksual dengan tujuan untuk komersil pada salah satu pasangan, juga termasuk dalam tindak kekerasan seksual.
Penelantaran Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga yang terakhir adalah bentuk kekerasan yang umumnya sering terjadi pada anak dan perempuan. Suatu tindakan kekerasan yaitu berupa penelantaran hidup, dan pemeliharaan pada orang tersebut. Padahal ada kewajiban hukum, bahwa seseorang harus menafkahi dan memelihara orang-orang yang berada di lingkup rumah tangganya. Contohnya adalah kasus penelantaran anak oleh orang tuanya, atau orang dewasa yang bertanggung jawab pada anak-anak panti asuhan, day care, dan lainnya.
Berdasarkan penjelasan dan jenis-jenis KDRT itu sendiri, menurut saya ngeprank dengan tema KDRT itu sama sekali tidak lucu. Justru jadi sedih, karena dampak dari KDRT sangat serius bagi kehidupan korban. Banyak dari korban KDRT yang tidak dapat atau tidak lagi memiliki kemampuan untuk melanjutkan hidup.
Melansir dari liputan6.com, trauma akibat dari tindak kekerasan dalam rumah tangga, akan terbawa seumur hidup. Pada kasus penganiayaan anak oleh orang tua, anak akan membawa trauma tersebut hingga mereka menjadi orang tua. Sebagai korban kekerasan rumah tangga, mereka cenderung memiliki temperamen yang sama. Pada akhirnya meskipun tidak semuanya demikian, selain menjadi korban, anak juga menjadi pelaku kekerasan di masa depan. Sudah pasti kehidupan korban tidak tenang sebelum trauma atas kekerasan itu mendapat penanganan yang tepat.
Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga tidak semata-mata pada fisik yang luka, tetapi pada luka bathin atau psikologisnya. Selain trauma berat yang menyebabkan hidup korban menjadi tidak tenang, berdampak pada kemampuan bersosialisasi di masa depan. Korban akan selalu ketakutan, atau lumpuh secara sosial. Tidak sedikit dari korban kekerasan dalam rumah tangga pada akhirnya harus mengalami cacat fisik secara permanen.
Cacat akibat dari penganiayaan selama menjalani biduk rumah tangga selain cacat fisik permanen, nyawa tidak tertolong akibat dari siksaan fisik dalam waktu yang lama. Kekerasan dalam rumah tangga adalah isu yang sangat serius. Tidak ada keluarga di dunia ini yang menginginkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. KDRT itu berat, siapa pun tidak akan kuat. Mari berani bersuara dengan cara melapor pada pihak berwajib, bila terjadi KDRT dalam keluarga kita. Berikanlah dukungan pada korban kekerasan dalam rumah tangga, dan tidak menjadikannya lelucon komersil seolah-olah KDRT itu lumrah.
Tinggalkan Balasan