Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan me time bersama adik perempuan saya. Nah, biasanya kami akan ngobrol banyak hal tentang kehidupan, tapi yang lebih sering kami bahas adalah tema soal watak dan tumbuh kembang anak kami. Kebetulan saya dan adik sudah memiliki satu orang anak dan kebetulan keduanya sama-sama perempuan. Obrolan seputar ciri watak anak yang bertolak belakang dengan kami berdua, semakin seru karena perilaku keduanya tidak seperti kami sebagai ibunya.
Pokoknya beda jauhlah, dan bikin kami berdua super-duper harus salto belajar segala hal berbau-bau parenting, mau tidak mau sebagai antisipasi biar nggak salah menangani. Singkat cerita si adik, mengatakan kepada saya, bahwa dia barusan saja menonton konten youtube mengenai seminar webinar tentang parenting dengan dr Aisyah Dahlan, CHt.,CM.,NLP, sebagai narasumbernya.
Sang narasumber mengatakan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap dan tingkah laku. Merupakan sifat dasar yang telah ada sejak lahir pada setiap manusia. Mengenali watak pada anak, dari ciri, kelemahan, kelebihan yang dimiliki membantu kita menentukan alat yang akan kita pergunakan ketika mendidik, dan mendukung tumbuh kembang anak. Semua itu untuk menghindari kesalahan pola, cara dan alat yang justru menghambat perkembangan karakter mereka.
Watak pada anak menurun secara genetik, sesuai dengan Quran Surah Al-Isra ayat 84, Qul kulluy ya’malu ‘ala syakilatih, fa rabbukum a’lamu biman huwa ahda sabila artinya; Katakanlah (Muhammad): “Tiap-tiap orang berbuat menurut pembawaanya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya dan siapa yang lebih sesuai jalannya. “Pembawaan” inilah yang dimaksud sesuai dengan genetikanya, dan ini berlaku bagi semua manusia, apa pun bangsa dan agamanya.
Allah menciptakan manusia dengan membawa masing-masing kromosom, dan di dalam kromoson inilah terdapat yang namanya DNA. Baik itu kromosom ibu XX dan kromosom ayah XY. Di dalam DNA terdapat gen dan semua informasi ciri fisik orang tua anak, bahkan gen dari 7 leluhur ke atas. Demikian juga dengan watak bawaan manusia ternyata terdapat pula di dalam kromosom.
Pada tahun 300SM Hipocrates mengembangkan teori ciri-ciri temperamen turunan, menjadi bukti bahwa teori tentang watak dan karakter terus berkembang hingga hari ini. Meskipun sekarang pembelajaran watak hanya dipelajari oleh orang-orang yang ahli di bidang psikologi, namun di zaman sekarang ini sangat penting bagi orang tua mengenal watak sebagai acuan parenting.
Mengetahui 4 jenis watak pada anak sebagai kompas arah dalam mendidik dan mendampingi mereka di rumah. Menurut dr.Aisyah Dahlan, ke-4 jenis watak setiap manusia ini terdapat pada Lobus Parentalis. Di Lobus inilah tersimpan semua data dan ciri watak, baik itu jenis wataknya, kelebihan dan kelemahannya.
Karena watak ada di dalam otak, dan di antara otak menuju badan terdapat sistem saraf. Sistem saraf ini bekerja sebagai kabel listrik, sehingga watak yang berada di otak berjalan melalui sistem saraf, dan biasanya kita sebut dengan perilaku, tabiat, dan perangai. Berbekal pengetahuan inilah setiap orang tua dapat mengaktifasi dan menstimulasi kelebihan-kelebihan yang ada pada watak anak.
Mengenal watak anak-anak, membantu orang tua menentukan cara yang ideal, sehingga tidak ada yang namanya terlalu keras, atau terlalu lembek. Selain itu menghindari kesalahan pola asuh yang dapat merusak otak anak. Perlu diketahui, bahwa terdapat dua watak bawaan pada anak yang merupakan turunan dari ayah dan dari ibunya. Salah satu cara cepat mengetahui watak anak menurut dr.Aisyah Dahlan, adalah dengan memberikan pertanyaan sebagai berikut:
Dalam suatu pertunjukan drama, kamu lebih suka menjadi siapa? 1. penonton (phlegmatis) 2. Penulis naskah skenario (melankolis) 3. Aktris atau actor (sanguinis) 4. Sutradara (koleris). Secara garis besar, watak sebenarnya terbagi menjadi 3, yakni introvert, extrovert dan ambivert. Dari tiga jenis watak tersebut kemudian masih terbagi lagi menjadi 4 jenis watak yaitu phlegmatis, melankolis, sanguinis, dan koleris.
Anak lebih suka menjadi penonton, adalah anak dengan watak introvert phlegmatis, cenderung berhati-hati dan pemikir. Membuat mereka lambat dalam menetukan sikap, apalagi mengambil keputusan.Watak phlegmatis lebih suka mengamati, suka ketenangan, kedamaian. Anak phlegmatis juga jarang marah, oleh karena itu mereka lebih mudah lelah, penidur atau ngantuk-an. Energi mereka terkuras habis untuk mengendalikan emosinya.
Maka apabila orang tua sudah mengetahui ciri watak phlegmatis pada anak, sebaiknya ajakrkan kepada mereka cara cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Bagaimana menentukan sikap dan tindakan dalam setiap keadaan. Mengajarkan anak bersikap tegas, agar tidak mudah dimanipulasi atau dimanfaatkan oleh orang lain.
Sementara pada anak yang memilih menjadi penulis naskah skenario, mereka adalah anak-anak dengan watak melankolis. Anak dengan watak pemikir, peka, detail, dan sempurna. Anak melankolis sangat tekun dan konsisten. Berlemah lembutlah ketika menasehatinya, karena karakter mereka kelewat peka. Anak melankolis membutuhkan semangat, karena mudah stress bila tidak mencapai target yang mereka tentukan. Orang tua sebaiknya mengajarkan seni memaafkan, tidak bersikap menghakimi anak, dan selalu memberikan banyak dukungan kepada mereka.
Anak yang memilih menjadi aktris dan aktor, adalah anak dengan watak sanguinis. Anak sanguinis tipe anak extrovert yang sangat mudah bersosialisasi. Mereka ramah dan senang bergaul, namun di sisi lain mereka kurang disiplin, ceroboh dan sulit berkonsentrasi. Dalam mendidik anak sangunis, orang tua dapat memposisikan diri sebagai teman sekaligus pendengar yang baik. Dengan cara inilah orang tua dapat mengarahkan pola pikir dan memperbaiki karakter sanguinis yang suka berprilaku impulsif.
Lalu bagaimana dengan anak yang memilih sebagai sutradara? Tepat sekali, mereka adalah anak dengan watak koleris. Watak dengan temperamen keras, dominan dan tidak suka basa-basi. Selalu memperjuangkan apa pun tujuan mereka, serta suka mengatur orang lain. meskipun demikian anak koleris memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Lantas bagaimana cara tepat dalam mendampingi dan mendidik anak koleris?
Hindari menjadi orang tua yang keras, dan otoriter. Orang tua harus belajar sabar dan dapat menahan diri. Orang tua mau mendengar pendapat si anak terlebih dahulu. Bersikap fleksibel, ajarkan tepa selira, dan apa itu empati, sehingga anak mau memahami lingkungan di sekitarnya.
***
Mendidik dan membersamai anak sesuai wataknya sangat bermanfaat besar, terutama untuk mengenal potensi dan bakat anak. Menjadi suatu upaya maksimal dalam pembentukan karakter anak sejak dini. Mengoptimalkan kelebihan yang ada pada anak, tapi juga mengendalikan kekurangan yang terdapat pada watak mereka dengan cara yang tepat. Selain itu, membangun bonding atau kedekatan antara anak dan orang tua.
Tinggalkan Balasan