Inggris dan Krisis Yang Terjadi Sepeninggal Sang Ratu

Kali ini kita masih bicara seputar Inggris, semenjak meninggalnya Ratu Elizabeth II kelangkaan bahan makanan yang terjadi di negara tersebut dikabarkan semakin mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari gerai-gerai dan toko bahan makanan tutup selama seminggu terakhir ini. Kelangkaan bahan makanan ini merupakan fenomena yang luar biasa bagi Negara Inggris, negara dengan peradaban dan teknologi yang maju, serta ekonomi yang mapan.

Kenaikan harga energi dikatakan memicu naiknya harga bahan pokok di negara itu. Negara empat musim ini pun mengalami masa kekeringan yang panjang, dan mengganggu produksi tanaman secara signifikan. Saat ini biaya hidup yang tinggi tengah mengguncang Negara Inggris, hal ini disebabkan oleh harga pangan dan energi yang naik tajam dampak peperangan Ukraina dan Rusia. Inggris diketahui telah mengusahakan kenaikan gaji, namun ternyata hal ini tidak mampu mengimbangi inflasi yang terjadi di negara tersebut.

Semenjak invasi Rusia ke Ukraina, situasi di Inggris memang dirasakan mengalami perubahan. Mulai dari naiknya harga komoditas, bahan makanan dan biaya hidup juga melonjak cukup tajam. Rakyat Inggris memang tampak kewalahan menghadapi situasi ini. Kebutuhan atas bahan bakar dalam menopang aktivitas warga Inggris pasca COVID-19, dan masuknya musim dingin telah memicu krisis energi yang parah.

Embargo atas bahan bakar yang berasal dari Rusia, ternyata memberikan dampak kesengsaraan yang luar biasa bagi Inggris. Kenaikan harga bahan bakar membuat inflasi terjadi sampai dengan 10%. Bermula dari keputusan Inggris dan negara sekutunya yang mengembargo Rusia. Rupanya dampak dari embargo yang diberikan kepada Rusia tidak dapat diremehkan begitu saja. Pada kenyataannya Inggris menelan pil pahit, akibat dari kenaikan harga bahan bakar yang terus meningkat, dan Inggris pun kelimpungan.

Masyarakat Inggris semakin kesulitan dalam membeli kebutuhan pangan sehari-hari. Para orang tua pada akhirnya tidak mampu membeli makanan untuk anak-anak mereka. The Guardian melaporkan bahwa sekolah di Lewisham, London Utara, anak–anak terlihat berpura-pura mengunyah makanan dari sebuah kotak bekal makanan yang kosong. Bahkan beberapa di antara mereka bersembunyi di playground, atau mengunyah permen karet sebagai alat untuk menyembunyikan sensasi lapar yang dirasakan.

Seolah saat ini sekolah dihadapkan untuk berjuang menghadapi krisis sendiri. Melibatkan badan-badan amal untuk membantu mereka dalam mengatasi anak-anak yang kelaparan adalah salah satu solusi yang mereka tempuh.  Selain itu para orang tua di Inggris menghadapi dua pilihan yang sulit, apakah harus menghadapi musim dingin tanpa menyalakan pemanas untuk membeli makanan? Kelaparan hebat ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi pemerintah Inggris, penanggulangan seperti apa yang akan mereka lakukan?

Resesi dan inflasi di Inggris sepeninggal Ratu Inggris Elizabeth II adalah sebuah potret yang memilukan. Bila kita sebutkan satu persatu, dampak dari bencana kali ini adalah anak-anak dan kaum perempuan. Faktanya saat ini telah banyak perempuan-perempuan di Inggris akhirnya terjun ke dalam dunia prostitusi. Ini demi memenuhi biaya hidup sehari-hari, dan sulitnya membeli pangan yang harganya melambung tinggi. Dalam upaya memenuhi biaya hidup sehari-hari itu, tak sedikit warga Inggris yang menjual barang-barang pribadi mereka demi membayar tagihan rumah tangga yang kian membengkak.

Kepergian Sang Ratu untuk selamanya, semakin menambah suramnya kondisi Inggris saat ini. Inggris dilanda resesi, inflasi, krisis pangan sampailah pada masa sedang transisi pergantian perdana menteri. Selama ini diketahui  bahwa Kerajaan Inggris telah banyak memberikan kontribusi atas perekonomian Inggris. Meninggalnya Ratu Inggris kemarin ternyata juga berakibat resesi melanda Inggris lebih cepat dari yang diperkirakan. Inggris perlahan pulih dari resesi beberapa waktu lalu, namun justru resesi dan kelaparan kali ini justru semakin menghantui, dikarenakan lambatnya pergerakan dari aktivitas ekonomi.

Hari Berkabung Nasional selama 10 hari yang lalu ternyata disebut-sebut memperlambat pertumbuhan ekonomi di Inggris. Inggris masih harus menghadapi kenyataan jatuhnya mata uang poundsterling terhadap dollar AS baru-baru ini. Inggris masih harus menganggulangi resesi, krisis energi, inflasi, hingga kelaparan, yang menghantui di akhir tahun 2022 ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama 70 tahun Ratu Elizabeth II memimpin Inggris,  Ia telah berhasil memajukan ekonomi negara tersebut.

Kenaikan ekonomi Inggris naik mencapai 5 kali lipat, jauh sekali dibandingkan saat Ratu Elizabeth baru saja meraih tahta di tahun 1950 silam. Sebagian besar warga Inggris mengalami kenaikan kualitas hidup yang tinggi semenjak Ratu Elizabeth II berkuasa. Inggris tak lagi dalam situasi penjatahan makanan semenjak kepemimpiannya. Saat ini sebaliknya, sepeninggal Sang Ratu kelaparan justru melanda Inggris dan ini sungguh situasi yang menyedihkan.

Sebelum Ratu Elizabeth II tutup usia, Ratu telah bertemu dengan Perdana Menteri baru yaitu Liz Truss. Dilansir dari CNBC, Perdana Menteri Liz Truss telah memutuskan untuk menerapkan subsidi energi, dalam rangka membatasi tagihan energi rumah tangga tahunan sebesar 2.500 pound setara Rp 42,7 juta per tahun. Truss seolah dipaksa cepat dalam berpikir dan mengambil keputusan bagi masa depan Inggris. Membatasi harga energi domestik bagi rumah dan bisnis, dianggap sebagai jalan keluar dalam mengatasi tingginya lonjakan biaya hidup.

Rakyat Inggris diharapkan mampu melewati musim dingin yang suram ini, Perdana Menteri  Inggris Liz Truss dengan langkah-langkah yang direncanakannya itu, menyatakan bahwa ia akan mendukung penuh Inggris untuk melewati  krisis ini. Mencari akar penyebab dari harga yang tinggi, Truss menjamin harga energi untuk dua tahun yang akan datang tidak akan memberatkan warga Inggris seperti yang saat ini terjadi. Pada akhir dari pernyataan itu, Liz Truss mengatakan, “Semoga kami tidak pernah berada di posisi yang sama lagi”

Tentu saja saat ini semua berharap Inggris dapat melewati fase krisis ini dengan gagah. Sang Ratu telah mangkat, ibarat seorang anak yang kehilangan ibunda tersayang, Inggris seolah kehilangan pegangan.  Inggris dan masa transisi ini semoga mampu mengatasi dan terus beradaptasi. Semua berharap kepada Raja Baru Charles III sebagai pewaris takhta, bersama Perdana Menteri yang menjabat saat ini.

Berharap keduanya telah mempersiapkan strategi jitu bagi Inggris dalam menghadapi tantangan, dan dampak dari krisis kenaikan harga energi di negara itu. Strategi yang akan menentukan arah dan jalannya pemerintahan Inggris berikut generasi yang akan datang.