Bu Ayu vs Roy

Harum wangi cendol dawet sudah tercium oleh bu Ayu, guru BK di SMP Bahagia Kecamatan Macan Manis. Braakkk, bu Ayu terkejut. “Seperti suara pintu dibanting,” tebaknya dalam hati. Bau harum yang sedang dinikmatinya hilang berubah rasa kesal yang ditahan. “Sabar…sabar….,” kata sabar diulang terus menerus dalam hati oleh bu Ayu sambil melangkahkan kaki ke kelas sebelah ruangannya.

Senyap sekejap saat bu Ayu berdiri di depan kelas. Tatapan tajam mata bu Ayu menyapa satu persatu penghuni kelas yang terpaksa duduk semanis mungkin. Sebagian besar menunduk hanya beberapa anak yang tegak memandang bu Ayu. “Roy bu,” kata Andi menjawab pertanyaan bu Ayu. Kelas memang riuh saat ganti jam pelajaran atau saat tidak ada guru pengampu yang membersamai anak-anak. Suasana seperti itu kadang memicu gemuruh yang berlebihan karena candaan mereka.

“Tidak sengaja bu,” jawab Roy membela diri. Bagaimana tidak sengaja, jarak pintu kelas dengan tempat duduk Roy lumayan jauh. Apa penyebab pintu sampai dibanting sekeras itu? Bu Ayu masih diam dan mengumpulkan beberapa kalimat yang akan disampaikan sebagai wujud pembinaan kepada anak-anak kelas 9 khususnya Roy.

Semua warga sekolah kenal Roy. Anak kelas 9 yang akhir-akhir ini menjadi bintang terlambat, paling sering terlihat di ruang perpustakaan menulis kalimat-kalimat motivasi di buku pribadi pelanggaran siswa, paling sering ditegur guru karena gaya baju, sepatu yang dipakai, potongan rambut dan hal lain yang tidak sesuai  dengan tata tertib sekolah.

***

Senin pagi pukul tujuh hujan masih turun meski tidak selebat beberapa menit yang lalu, lapangan tempat upacara bendera sepi, anak-anak sudah berkumpul di aula seperti hari biasa ketika hujan turun, kegiatan upacara digantikan dengan ramah tamah pagi. Bu Ayu memantau sembari mencari-cari anak yang sering menjadi bintang terlambat. Cuzz mata bu Ayu tertuju pada sosok yang jongkok terlindungi dedauan, langkah bu Ayu semakin dekat dan belum sempat sosok itu berdiri untuk pergi bu Ayu sudah berdiri tepat di depannya. Roy merokok. Tanpa punya alasan untuk mengelak Roy terima semua kalimat-kalimat panjang dari bu Ayu sambil mengangguk.

Prakkk duueeerrr krumyang jendela kaca kelas berantakan. Tanpa menunggu lama bu Ayu sudah menyatu dengan anak-anak yang berkerumun di dekat jendela. Ada wajah menunduk merasa bersalah. “Roy bu,” kata Juri tanpa harus bu Ayu bertanya. “Ini tak separah pelanggaran merokok, tenang,” Roy menenangkan diri sendiri.

Kembali menulis di buku pribadi pelanggaran siswa. Kembali menjadi penghuni pojok perpustakaan. Kembali menjadi sorotan semua siswa yang lalu lalang di koridor. Sudah kebal bagi Roy menikmati semua itu. Bu Ayu mengelus punggungnya lembut dan tak tampak raut marahnya, padahal Roy tidak menulis kalimat seperti perintah bu Ayu tetapi menggambar perempuan cantik yang kemudian dicoret-coret wajahnya.

“Kenapa Roy, kangen ma ibumu,” tanya bu Ayu. Semua guru sedikit banyak pasti mengetahui bahwa Roy tinggal dengan neneknya. Ibunya Roy bekerja di luar kota hanya sesekali pulang dan ayahnya beberapa     minggu lalu meninggalkan Roy untuk selamanya. “Bukan kangen bu tapi benci,” jawab Roy lirih hampir tak terdengar. Bu Ayu diam tidak komentar, menunggu kalimat apa lagi yang akan diutarakan oleh Roy.

“Kata bu Ayu kemarin ibuku kerja untukku, ibuku sayang aku tapi kenapa ibuku tidak pernah ada untukku bu,” kata Roy mempertanyakan kembali kalimat nasehat bu Ayu beberapa hari yang lalu. Bu Ayu diam saja.  “Bu Ayu tahu kan, aku terlambat ke sekolah karena tidak ada yang membangunkanku tiap pagi?” kata Roy. Bu Ayu tersenyum. “ Nasehat bu Ayu agar aku tidak tidur larut malam, belum bisa ku laksanakan bu karena memang tidak mengantuk, rasa kantuk baru terasa saat adzan subuh berkumandang.”

“O ya bu tentang salat yang harus kulakukan, kata bu Ayu wajib, sudah ku lakukan dengan terpaksa karena aku takut panasnya api neraka.” Lanjut Roy. “Bu Ayu lihat teman-temanku bajunya rapi, apalagi kalau hari senin begini, lihat aku bu, kucel dan bahkan dekil, membuat muak kan bu?,” suara Roy mulai bernada tinggi. “Semua guru benci denganku mungkin seperti bencinya aku dengan ibuku,” lanjut Roy. Bu Ayu masih diam hanya melihat ke wajah Roy sesekali.

Bu Ayu tetap diam mendengarkan semua kalimat-kalimat curahan hati Roy. Roy memang tidak banyak punya teman di sekolah. Hanya beberapa itupun tergolong anak-anak yang suka cari perhatian guru dengan seribu cara. Menurut Roy memang hanya teman-teman itulah yang tidak mengusiknya dengan aturan ini itu dan mendukung apa yang dilakukan Roy bahkan memujinya. Termasuk kebiasaan merokok dan balapan liar.

***

Ingin sekali Roy seperti Anto, Rudi dan Sandi, punya cerita tentang keluarga tanpa kesedihan, tidak pernah sekalipun menulis buku harian pelanggaran siswa, dipuji guru saat belajar di kelas dan punya teman-teman menyenangkan. “Bu andaikata bapakku tidak terlambat dibawa ke rumah sakit, andai saja ibu di rumah merawat nenek, andai aku tidak ditinggalkan bapak dan ibu, aku tidak jadi anak nakal, aku tidak menyebalkan, aku tidak membuat muak,” akhir kalimat Roy.

Bu Ayu mulai pembimbingan setelah cukup lama berdiam tanpa kalimat. Bu Ayu berusaha menjadi pendengar agar Roy punya waktu untuk mengungkap rasa yang mungkin selama ini disembunyikan. Roy mengangguk-angguk saat bu Ayu mulai menasehati tentang takdir dan tidak boleh berandai-andai serta memberikan saran untuk ikhlas atas semua yang sudah berlalu. “Memulai lagi dengan hal yang lebih baik itu akan memberikanmu peluang berubah Roy,” nasehat bu Ayu.

***

Hampir sebulan pojok perpustakaan tak berpenghuni. Tak terlihat pula Roy. Tak terdengar juga polah pelanggaran Roy. Belum lama bu Ayu tersadarkan dengan rasa herannya, Roy sudah berdiri di depan pintu dan menyapa, “Pagi bu Ayu, kangen ya, makasih bu, saya berhasil menjalankan resep dari ibu.”

Tidak ada Roy yang bikin jengkel apalagi bikin muak setelah Roy berhasil menyakinkan ibunya untuk bekerja di desa saja dan membersamainya dengan nenek. Roy membuktikan bahwa doa, agar hati ibunya luluh dan memutuskan untuk bekerja di desa tempat tinggalnya terkabul. Benar nasehat bu Ayu jika kita ingin menaklukkan orang lain harus bisa menaklukkan diri sendiri. Jika kita ingin megatur orang lain harus bisa mengatur diri sendiri dulu. Kita memang tidak bisa merubah takdir tetapi kita bisa merayunya agar hati kita ikhlas dan hidup kita tenang.