3 Ciri Muslim Milenial, Kegelisahan Islam sebagai Agama Mayoritas.

3 Ciri Muslim Milenial, Kegelisahan Islam sebagai Agama Mayoritas

Oleh : Heru Indrabudi

 

Lahir dan dibesarkan di keluarga muslim mungkin dirasakan oleh sebagian besar dari kita. Kita, berarti merujuk pada orang muslim yang tinggal, atau berdomisili di Indonesia. Sebagai muslim dari generasi milenial, didukung dari ketersediaan informasi atas segala macam bidang keilmuan seharusnya menjadikan kita paham bahwa eksistensi sebagai muslim adalah sebuah tantangan. Kebiasaaan menggunakan teknologi dan pemahaman atas kemajuan media digital lewat gadget menjadi titik balik kita sebagai muslim untuk tidak menghabiskan waktu pada hal hal yang tidak berguna.

Agama Islam sejatinya menempati posisi teratas sebagai agama terbesar dengan penganut muslim mayoritas di negara kita.  Jika ditinjau dari data BPS, dengan rentang waktu sekitar tahun 2018-2020, maka penganut agama Islam ada di kisaran 84 – 87 persen dengan asumsi angka antara 223-227 juta penganut. Sementara itu, berdasarkan data  dari website worldatlas.com Islam adalah agama terbesar kedua setelah agama Nasrani. Worldatlas menyebutkan bahwa data muslim dunia tahun 2020 sudah mencapai angka 1,9 miliar.

Dari sajian data di atas, saya tergugah untuk sedikit mengulik tentang bagaimana sebenarnya ciri dan kewajiban muslim yang notabene punya kuantitas besar. Sebagai muslim warisan, dengan dasar nasab garis keturunan yang lahir antara tahun 1980-2000, kita disebut oleh para ahli sebagai generasi milenial. Tuntutan inilah yang kemudian membuat kebanyakan kita malah larut pada aktivitas semu, yang cenderung berorientasi pada dunia.

Gambaran sikap, perilaku serta pola pikir generasi milenial kita justru sama sekali jauh dari ciri muslim sebenarnya. Banyak dari kita tak mengerti atau bahkan tak mau tahu bahwa muslim harus punya pedoman. Pedoman inilah yang menjadi dasar bagi kita sebagai muslim untuk dapat menjalani hidup dan kehidupan kita di dunia, hingga akhirnya selamat di dunia dan akhirat.

 

Berikut 3 Ciri Muslim Milenial yang harus kita miliki :

  1. Muslim harus memiliki sikap amanah

Sikap ini menjadi prioritas, sehingga penulis menempatkannya pada urutan pertama. Sebagai muslim, sosok Nabi Muhammad Saw tentu menjadi teladan bagi kita dalam menerapkan sikap amanah. Begitu termasyurnya Nabi Muhammad Saw dengan sikap ini, hingga seantero Negeri Syam kala itu mengenal beliau sebagai seorang dengan kemuliaan sikap amanahnya.

Dalam konteks generasi milenial yang dekat dengan gadget. Perilaku sosial kita sering kali terjebak dengan sikap tidak bijaknya kita dalam menggunakan media sosial. Media sosial acap kali dijadikan ajang untuk pamer kekayaan, unjuk kekuasaan, menjatuhkan harkat dan martabat orang, bahkan hingga serendah rendahnya sikap dengan menunjukkan aurat.

Fenomena ini, sering kita jumpai pada dunia nyata dan sama sekali tidak mencerminkan sikap amanah. Dunia di mana seharusnya setiap diri kita berkewajiban untuk menjaga amanah dari Allah SWT, baik sebagai makhluk paling sempurna diantara makhluk ciptaanNya apalagi kita yang terlahir sebagai muslim. Allah SWT meminta kita sebagai muslim untuk menjaga, memelihara serta bertanggungjawab atas amanah yang berikan.

 

Firman Allah SWT dalam Al quran surat Al Anfal ayat 27 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Surat di atas diperkuat lagi dengan dua surat lainnya yaitu surat Al Mu’minun ayat 8 dan surat Al Ma’arij ayat 32 yang artinya “masing masing kita wajib memelihara amanat amanat yang dipikulnya dan janjinya”.

 

  1. Muslim harus berpengetahuan

Sebagai muslim, kita tidak bisa melepaskan diri dari kewajiban menuntut ilmu. Menuntut ilmu merupakan hal mendasar yang harus dilakukan oleh setiap pribadi muslim. Ilmu dapat mengangkat derajat manusia dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi. Dengan Ilmu manusia menjadi makhluk yang berpengetahuan dan cerdas.

Dalam agama islam, ilmu adalah syarat utama diterimanya amal ibadah seorang muslim. Lewat buku karangan Emha Ainun Najib yang berjudul “Sedang Tuhan pun Cemburu” ada pesan yang sangat menggelitik alam bawah sadar. Seolah ada kegelisahan yang ingin beliau sampaikan di sana. Dalam kunjungannya di salah satu negara Eropa, beliau justru menemukan orang orang yang berilmu justru jauh dari sang Maha Pencipta.

Entah apa yang salah terhadap apa yang beliau temukan. Yang jelas, sebagai generasi milenial dan muslim, kewajiban menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban mutlak tanpa memandang jenis kelamin (gender), status sosial apalagi latar belakang pendidikan.

Era serba digital ini justru membuka peluang pada kita umat muslim agar cerdas dan berpengetahuan, karena banyak sekali akses untuk menambah ilmu dunia dan ilmu akhirat. Ada sebuah argumentasi bahwa tidak ada jalan menuju pertemuan pada Sang Khalik, jika sebagai seorang muslim ilmu tentang agama tidak kita miliki, pahami dan laksanakan.

Itulah mengapa Allah turunkan kepada Nabi Muhammad Saw Surat Al Alaq sebagai wahyu pertama. Di dalamnya mengandung perintah membaca yang merupakan sumber dari ilmu dan pengetahuan. Surat Al Alaq mendapatkan dukungan dari HR. Muslim, No. 2699) yang artinya : “ Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

 

  1. Muslim harus mampu berdedikasi

Dalam kamus kbbi.web.id berdedikasi berarti mengabdikan diri, asal katanya adalah dedikasi. Dedikasi bermakna pengorbanan tenaga, pikiran dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia sebagai bentuk pengabdian. Islam sangat menekankan pada penganutnya untuk bisa memberikan kebermanfaatan pada agama, diri, keluarga, lingkungan bahkan negara.

Banyak sekali cara untuk kita sebagai muslim melakukan pengabdian. Bentuk pengabdiannya pun beragam, mulai dari pribadi atau sendiri sendiri maupun secara bersama sama atau dengan kata lain berjamaah. Sebagai generasi milenial yang dianggap menguasai atau dekat dengan dunia maya, tentu cara berdedikasi sebenarnya mudah.

Kita bisa mulai dengan tindakan yang paling simple yaitu memposting pada akun pribadi keadaan seseorang yang kondisinya sedang membutuhkan bantuan. Mengaji dan mengkaji Al quran lewat media sosial, sebagai bentuk pengabdian pribadi pada agama. Menyalurkan sedikit penghasilan pada lembaga lembaga yang sudah mendapatkan pengakuan oleh negara semisal BAZNAS (Kepres RI No.8 Tahun 2001), sebagai bentuk pengabdian pada sesama.

Muslim yang berdedikasi juga membutuhkan konsistensi dalam pengabdiannya, atau dalam Bahasa Arab dikenal dengan istiqomah. Seorang ustad dalam sebuah pengajian rutin mingguan pernah berpesan : ada 2 cara menjaga agama, yaitu dengan cara berdakwah dan berjihad. Pesan moral ini tentu saja harus kita pahami sebagai warning bahwa agama tidak serta merta dapat bangkit, berkembang bahkan maju jika kita tidak terpanggil untuk mau berdedikasi dan berkontribusi.