Pilihan Bayi: Menunda Lahirkan Impian

Pilihan Bayi: Menunda Lahirkan Impian
Sumber Foto : Pixabay

Pilihan Bayi: Menunda Lahirkan Impian. Aku calon bayi. Bayangkan aku seperti embun di ujung dedaunan pagi hadir di ambang keberadaan, namun belum sepenuhnya nyata. Aku mulai menyadari dunia yang menungguku, tapi yang kurasakan bukanlah hangatnya harapan, melainkan dinginnya kekhawatiran.

Ibu, aku mendengar impian memenuhi detak jantungmu. Ayah, aku tahu kau menghitung rupiah dengan gelisah, memikirkan masa depan saat aku hadir. Tapi, bisakah aku jujur? Aku takut untuk dilahirkan.

Saya Khawatir

Aku khawatir tentang hidup di negeri ini, yang katanya tanah surga, namun sering kali hanya menjadi fatamorgana. Negeri ini kaya akan alamnya, gunung, laut, dan hutan, tapi juga terbebani utang yang terus menggunung. Aku membayangkan masa depanku, tumbuh dengan menanggung beban yang bahkan bukan pilihanku. Sebelum aku bisa berjalan, pundakku sudah merasakan tanggungan berat.

Aku juga mendengar cerita tentang anak-anak lain yang tak pernah sempat kujumpai, mereka lahir kecil, lemah, dan kekurangan gizi. Katanya, makanan ada, tapi tidak semua beruntung untuk mencicipinya. Aku tak ingin merasakan kelaparan, tapi aku sadar, kalian mungkin harus berjuang keras hanya untuk memberiku sesuap nasi.

Ibu, Ayah, aku tahu kalian mencintaiku. Tapi cinta saja mungkin tak cukup untuk melindungiku dari kerasnya dunia. Hidup kalian sudah berat, dan aku tak ingin menjadi alasan beban itu semakin bertambah. Aku takut, kehadiranku justru membuat kalian kehilangan mimpi yang tersisa.

Diriku merenungkan semuanya, meski aku masih berada di kehampaan. Saya tahu kalian berharap aku akan menjadi cahaya di rumah kita yang sederhana. Tapi bagaimana jika aku justru menjadi luka baru, menjadi beban tambahan yang tak sanggup kalian tanggung?

Mungkin aku engkau anggap lemah, menyerah sebelum mencoba. Tapi ini bukan karena aku tak ingin bersama kalian. Aku hanya ingin kalian tahu, keputusan ini lahir dari cinta. Saya memilih untuk tidak lahir bukan karena aku tidak mencintai kalian, melainkan karena aku tahu betapa beratnya hidup di dunia ini untuk kita.

Diriku akan selalu ada di hati kalian, menjadi doa yang tak terucap. Dan mungkin, suatu hari nanti, jika dunia ini menjadi tempat yang lebih layak, aku akan berubah pikiran. Namun untuk saat ini, izinkan aku tetap menjadi angin yang lembut berbisik, bukan tangisan bayi yang merintih kelaparan.

Aku Tunda

Namun, Ibu dan Ayah, jangan pernah menganggap keputusan ini sebagai kesalahan kalian. Keputusanku untuk tidak hadir ke dunia bukanlah cerminan dari kegagalan kalian sebagai orang tua. Sebaliknya, aku sangat menghargai setiap usaha yang kalian lakukan meskipun hidup ini penuh dengan rintangan. Aku melihat betapa besar cinta kalian dalam segala usaha dan harapan, meskipun kalian tahu bahwa hidup ini tak pernah mudah.

Kalian bukanlah orang yang lemah. Jika aku takut untuk lahir, itu karena aku menyadari betapa beratnya beban yang kalian bawa. Aku tak ingin menambah kesulitan dalam kehidupan kalian yang sudah penuh perjuangan. Aku ingin kalian tahu bahwa aku sangat menghargai cinta dan keberanian kalian dalam menghadapi segala tantangan.

Ibu, aku sering mendengar bagaimana kalian membayangkan diriku berada di pelukanmu, dinyanyikan lagu pengantar tidur meskipun dunia luar begitu keras dan penuh kebisingan. Ayah, aku tahu kalian ingin memberiku masa depan yang lebih cerah, berjalan bersamaku sambil mengenalkan keindahan dunia. Meski semua itu hanya impian, aku tetap merasakan kehangatan cinta kalian.

Namun, cinta saja tidak cukup untuk melindungiku dari dunia yang terkadang tak adil. Dunia ini membutuhkan lebih dari sekadar cinta; ia membutuhkan keadilan, kepedulian, dan keberanian untuk berubah. Kalian sudah memberikan cinta yang luar biasa, tapi aku berharap dunia ini juga memberikan kita alasan untuk percaya pada harapan.

Aku berharap suatu hari nanti, dunia ini akan berubah. Negeri ini akan menjadi tempat di mana anak-anak lahir tanpa takut akan kelaparan, kemiskinan, atau beban yang tak mereka pilih. Aku ingin ada masa di mana bayi-bayi seperti aku tak perlu bertanya-tanya apakah dunia ini layak untuk ditinggali.

Aku Siap, Bila!

Hingga saat itu datang, aku akan tetap menjadi doa yang berbisik dalam hati kalian. Dan mungkin, jika dunia ini sudah berubah menjadi lebih baik, aku akan menjadi harapan yang nyata, bukan hanya embun yang hilang saat matahari terbit.
Memilih untuk tidak lahir adalah keputusan yang berat, namun bagi bayi yang melihat ketidakpastian dunia, kadang itulah pilihan yang rasional. Bayi ini menyaksikan dunia yang dibebani utang, kemiskinan, dan ketidakadilan. Meski ada cinta dalam keluarga, ia menyadari bahwa cinta tak cukup untuk mengatasi semuanya.

Dunia ini membutuhkan lebih dari sekadar kasih, ia butuh perubahan, keadilan, dan kesempatan agar setiap anak dapat tumbuh tanpa rasa takut akan kekurangan. Sampai perubahan itu terjadi, mungkin lebih baik aku tetap menjadi bisikan dalam doa, daripada menjadi beban yang harus ditanggung dunia.

Dengan kasih yang tak akan pernah hilang,
Calon Bayimu.